Sukses

Serahkan Crimea, Rusia Mau Kucurkan Bantuan ke Ukraina

Rusia mengaku siap membantu krisis keuangan di Ukraina hanya jika negara tersebut mau mengakui penggabungan Crimea ke wilayahnya.

Liputan6.com, Washington - Rusia mengaku siap membantu krisis keuangan di Ukraina hanya jika negara tersebut mau mengakui penggabungan Crimea ke wilayahnya. Meski demikian, Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov juga membantah pemerintahnya mendorong Ukraina untuk menaikkan harga gas di negaranya.

Seperti dikutip dari CNBC, Senin (14/4/2014), kenaikan harga itu memang dibayarkan ke perusahaan gas negara milik Rusia, Gazpom.

"Kami perlu memenuhi kewajiban kontrak kami. Jika Anda berpikir ini paksaan, jelas saya tidak setuju," ungkap Siluanov.

Dia menambahkan, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi Ukraina jika ingin Rusia membantu menopang keuangannya.

"Syarat-syarat tersebut merupakan reformasi konstitusional yang harus ditanggung Ukraina. Pemilihan presiden di bawah konstitusi baru, pengakuan terhadap referendum Ukraina dan resolusi perdamaian atas situasi di bagian timur Ukraina," terangnya.

Sebelumnya, Rusia memang telah memulai program pemberian dana talangan untuk Ukraina di bawah administrasi sebelumnya. Tapi pengguliran dana tersebut harus tertunda setelah Presiden Ukraina  Viktor Yanukovych lengser dari jabatannya.

Sejak saat itu, pemerintah Ukraina baru telah menyepakati program bantuan dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Tapi kondisi itu memicu protes dari para pendukung Rusia di perbatasan.

Pada Minggu (13/4/2014), kekerasan kembali terjadi di beberapa kota di bagian timur Ukraina dekat perbatasan Rusia. Tenaga militer Ukraina terlibat bentrok dengan para pendukung Rusia.

Kepala Riset Negara Berkembang di Standard Bank Tims Ash mengatakan, kondisi itu sangat mengkhawatirkan.

"Ancaman yang paling jelas saat ini adalah sanksi Barat terhadap Rusia termasuk daftar sanksi bagi individu dan perusahaan/bank," ujarnya.

Sejak krisis 2008, hampir US$ 70 miliar dana asing ditarik keluar dari Rusia yang ketakutan dengan perpecahan tersebut.

"Para investor salah paham soal Rusia," ujar Siluanov.

Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi mengingatkan potensi risiko geopolitik atas situasi di kawasannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.