Mata Uang Asia Diramal Melemah Meski Suku Bunga The Fed Turun, Kok Bisa?

Dolar AS diperkirakan akan mendapatkan keuntungan dari perkiraan yang beralih ke kondisi ekonomi yang lemah dibandingkan resesi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Mar 2024, 11:30 WIB
Petugas menata mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup turun 0,22 persen atau 34 poin ke Rp15.616,5 per dolar AS. Hal tersebut terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS 0,16 persen ke 104,41. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Mata uang Asia diperkirakan akan semakin melemah tahun ini meskipun ada sinyal penurunan suku bunga Federal Reserve AS.

Perkiraan itu diungkapkan oleh Julia Wang, direktur eksekutif dan ahli strategi pasar global di JPMorgan Private Bank.

Umumnya, mata uang negara berkembang sering kali mendapat keuntungan ketika The Fed memangkas suku bunga dan dolar AS melemah.

Namun menurut Wang, hal ini mungkin tidak akan terjadi pada tahun 2024 karena dolar AS diperkirakan akan mendapatkan keuntungan dari perkiraan yang beralih ke kondisi ekonomi yang lemah dibandingkan resesi.

"Dolar mungkin bisa tetap tangguh," kata Wang, dikutip dari CNBC International, Kamis (14/3/2024).

Adapun Saktiandi Supaat, kepala strategi FX di Maybank menyoroti Amerika Serikat yang akan menyambut pemilihan presiden tahun ini dan ketidakpastian dalam perekonomian China mungkin akan terus mendukung dolar AS hingga akhir 2024.

"Mata uang Asia tidak terapresiasi, sebenarnya dolar berkorelasi positif dengan kinerja pasar ekuitas AS karena ini adalah narasi soft landing, bukan narasi resesi seputar pertaruhan penurunan suku bunga," ungkap Wang kepada Squawk Box Asia CNBC.

Namun, Supaat, menunjukkan bahwa mata uang Asia memang menguat tahun lalu ketika ada ekspektasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunganya.

Wang mengakui bahwa hal ini adalah pandangan yang sedikit lebih bertentangan, mengatakan mata uang Asia dapat tetap berada dalam "kekurangan" dan permintaan domestik di wilayah tersebut mungkin lebih lemah dibandingkan siklus pelonggaran pada umumnya.

2 dari 3 halaman

Perkiraan Sebelumnya

Petugas menghitung uang pecahan 100 Yuan, Jakarta, Kamis (13/8/2015). Biang kerok keterpurukan kurs rupiah dan sejumlah mata uang negara lain adalah kebijakan China yang sengaja melemahkan (devaluasi) mata uang Yuan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, beberapa analis mengatakan mata uang Asia seperti yuan China dan rupee India bisa menguat dari penurunan suku bunga AS pada akhir tahun ini, dengan won Korea mungkin menjadi salah satu penerima manfaat terbesar.

Simon Harvey​​​​, kepala analisis FX di Monex, memperkirakan bahwa won bisa naik antara 5 persen dan 10 persen jika siklus pelonggaran AS dalam, namun hanya 3 persen jika siklusnya dangkal.

3 dari 3 halaman

Suku Bunga The Fed Bakal Turun 3 Kali di 2024?

Pedagang bekerja di New York Stock Exchange saat Ketua Federal Reserve Jerome Powell berbicara setelah mengumumkan kenaikan suku bunga di New York, Amerika Serikat, 2 November 2022. (AP Photo/Seth Wenig)

Meskipun banyak ekonom memperkirakan penurunan suku bunga The Fed yang pertama akan terjadi pada bulan Juni, JPMorgan memproyeksikan bahwa penurunan suku bunga tersebut mungkin akan diundurkan namun masih ada kemungkinan penurunan suku bunga sebanyak tiga kali pada tahun 2024.

Inflasi di AS kembali meningkat pada bulan Februari, dengan indeks harga konsumen meningkat sebesar 0,4 persen pada bulan tersebut dan 3,2 persen dari tahun sebelumnya.

"Inflasi agak stagnan di kisaran 2,5-3 persen, Hal ini akan memberi investor lebih banyak alasan untuk berhati-hati dalam meminta terlalu banyak dengan cara penurunan suku bunga," kata Wang, seraya menambahkan bahwa investasi bank masih ditujukan pada sektor-sektor yang akan mendapat manfaat dari pertumbuhan global serta pertumbuhan AS dan sektor manufaktur global.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya