Angka HIV pada Ibu Rumah Tangga Naik, Kemenkes: 33 Persen Tertular dari Suami

Kemenkes mengungkap angka HIV pada ibu rumah tangga naik setiap tahunnya. Lebih dari 30 persen ibu rumah tangga positif HIV karena tertular suami.

oleh Chelsea Anastasia diperbarui 10 Mei 2023, 21:00 WIB
Di Indonesia 3 dari 4 orang yang terinfeksi HIV-AIDS disebabkan karena melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat pengaman.

Liputan6.com, Jakarta Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan bahwa terdapat tambahan sekitar 5.000 ibu rumah tangga (IRT) yang positif HIV setiap tahun.

“Setiap tahunnya, terdapat penambahan kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga, sebesar 5.100 orang," tutur Juru Bicara (Jubir) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr. Mohammad Syahril dalam konferensi pers secara virtual bertajuk ‘Melindungi Anak dari Penyakit Menular Seksual’ pada Senin, (8/5/2023).

Ia juga memaparkan, banyak ibu rumah tangga yang positif HIV karena tertular dari pasangan atau suami.

"Sebesar 33 persen data dari ibu rumah tangga ini positif HIV karena terpapar dari pasangannya yang memiliki perilaku seks berisiko,” terang Syahril.

Ibu Hamil Wajib Tes HIV

Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi untuk menularkan virus kepada anaknya. Penularan bisa terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.

Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45% dari seluruh sumber penularan HIV lainnya seperti melalui hubungan seks, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.

Terkait hal itu, ia mengungkap bahwa penting bagi ibu hamil untuk melakukan tes HIV untuk mengetahui status. Sayang, banyak ibu hamil yang belum melakukan tes HIV. Salah satunya alasannya ialah karena banyak suami tidak memberikan izin kepada istri untuk dites.

“Hanya 55 persen ibu hamil yang dites HIV. Hal ini karena sebagian besar tidak mendapatkan izin suaminya untuk tes dengan berbagai alasan," Syahril melanjutkan.

Menurut Syahril, seharusnya tidak ada penolakan dalam melakukan tes HIV untuk menjamin kesehatan orangtua dan calon bayi.

“Dengan catatan, jika sudah ada faktor risiko. Jangan sampai kita berperilaku tidak baik (memiliki riwayat seks bebas), kita malah melarang pasangan kita (untuk dites HIV),” lanjut pria lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret tersebut.

2 dari 4 halaman

Alasan Pasangan Melarang Tes HIV

Perilaku Seks Berisiko Bisa Jadi Alasan Pasangan Melarang Tes HIV (Image by Freepik)

Menurut Syahril, ada berbagai penyebab yang membuat pasangan bisa melarang untuk tes HIV. Salah satunya takut kehidupan seksual yang berisiko diketahui pasangannya.

Untuk itu, Syahril berharap data yang disampaikan Kemenkes dapat membantu menekan kasus HIV, khususnya pada orangtua calon bayi.

“Tidak gampang untuk terbuka kepada pasangan untuk menyampaikan ini. Untuk itu, kita sampaikan data dengan maksud ini (kasus HIV) bisa ditekan,” tambahnya.

Anak Positif HIV

Lebih lanjut, Syahril mengungkap bahwa sudah ada lebih dari 14.000 anak yang dinyatakan positif HIV.  “Sampai saat ini, secara kumulatif, ada 14.150 anak usia 1–14 tahun yang positif HIV,” tuturnya.

“Nantinya, (HIV) akan memengaruhi kualitas hidup (anak) ke depannya dan masa depannya,” lanjut Syahril.

3 dari 4 halaman

Deteksi dan Pengobatan ARV, Upaya Pemutusan Mata Rantai HIV

Ketua PDPAI ingatkan bahwa HIV bukanlah penghalang untuk terima vaksin COVID-19. (unsplash.com/Claudio Schwarz)

Menurut pemaparan Syahril, angka anak positif HIV ini akan terus bertambah apabila deteksi dan pengobatan dengan ARV (antiretroviral) masih kurang. Apalagi, dengan masih banyaknya ibu hamil yang tak mau diskrining lantaran suami enggan memberi izin, dan berbagai alasan lain.

Oleh sebab itu, ia menuturkan bahwa upaya skrining HIV pada tiap individu menjadi prioritas. “(Skrining) menjadi prioritas untuk mencapai eliminasi, termasuk pemutusan mata rantai penularan HIV secara vertikal dari ibu ke bayi,” ujar Syahril.

Sebagian Besar Faskes Sudah Sediakan Layanan Tes HIV Gratis

Tak hanya itu, Syahril juga mengungkap bahwa pemerintah telah menyediakan layanan tes HIV hampir di semua fasilitas kesehatan (faskes).

“Baik di puskesmas maupun rumah sakit, hampir semuanya sudah mempunyai layanan untuk melakukan skrining HIV dan juga penyakit-penyakit seksual yang lain, termasuk sifilis,” katanya.

Kemudian, ia mengungkap, semua layanan tes HIV di faskes-faskes disediakan dengan gratis alias tidak bayar.

4 dari 4 halaman

Beberapa Layanan Klink Swasta Sediakan Layanan Skrining HIV

Warga melakukan tes HIV saat kegiatan skrining penyakit tuberkulosis (TBC) di Kantor Kecamatan Cipayung, Depok, Jawa Barat, Rabu (4/1/2023). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melakukan skrining besar-besaran untuk menemukan 500 ribuan orang yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan penyakit TBC. (merdeka.com/Arie Basuki)

Syahril melanjutkan, beberapa klinik swasta juga sudah memiliki fasilitas layanan skrining HIV.

“Dan juga, beberapa klinik swasta sudah ada (layanan skrining HIV). Beberapa LSM mempunyai klinik-klinik yang nantinya bekerja sama dengan rumah sakit atau puskesmas yang bisa melakukan skrining,” terangnya.

Konsultasikan dengan Dokter Spesialis

Setelah melakukan skrining, jika hasil dinyatakan positif, Syahril menegaskan untuk langsung berkonsultasi dengan dokter spesialis.

“Apabila ditemukan positif, maka tentu saja harus dikonsulkan dulu ke dokter spesialisnya yang ada di puskesmas atau rumah sakit," tambahnya.

Tentunya, hal ini wajib dilakukan tak lain untuk mendapatkan pengobatan ARV (antiretroviral).

Antiretroviral merupakan obat HIV yang bekerja dengan menghentikan replikasi virus di dalam tubuh, seperti melansir NHS. Tak hanya itu, ARV juga bermanfaat dalam mencegah kerusakan lebih lanjut pada tubuh pengidap HIV.

Infografis 8 Cara Cegah Bayi Baru Lahir Tertular Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya