LIPI Nilai Pembuatan Kebijakan di Indonesia Belum Berlandaskan Riset

Eko menyatakan bahwa kebijakan publik yang baik dengan landasan sains menjadi salah satu syarat utama menggapai negara yang kuat.

oleh Yopi Makdori diperbarui 23 Okt 2020, 03:30 WIB
Loka Penelitian Teknologi Bersih Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LPTB LIPI) tengah mengembangkan masker menggunakan teknologi khusus sehingga dihasilkan material nanokomposit dalam ukuran nano. (sumber foto : Humas LIPI)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Eko Yulianto menilai, pembuatan kebijakan di Indonesia masih belum berlandaskan riset dan Sains.

"Dan faktanya memang kemudian masih melihat kenyataan di negara kita tidak demikian (tak berlandaskan riset). Karena arus informasi yang diberikan dari lembaga penelitian, lembaga akademis dan sebagainya faktanya belum digunakan sebagai landasan dalam pembuatan kebijakan publik," ucap Eko dalam acara Talk to Scientists melalui kanal Youtube LIPI pada Kamis (22/10/2020).

Padahal, menurut Eko, prasyarat kebijakan publik yang baik salah satunya adalah mesti bertumpu pada temuan riset.

"Semakin tinggi proses politik dan semakin tinggi kapasitas teknis, dan semakin tinggi juga pengawasan publik, maka kemudian kebijakan itu kan semakin berkualitas yang basisnya adalah evidence atau bukti. Untuk mendapatkan bukti tentu kita perlu riset atau sains," beber Eko.

Eko menyatakan bahwa kebijakan publik yang baik dengan landasan sains menjadi salah satu syarat utama menggapai negara yang kuat.

"Di situlah kemudian dalam membangun upaya negara yang kuat itu sains menjadi syarat mutlak untuk mencerdaskan bangsa atau menjadi modalitas untuk mencapai tujuan bernegara kita yang termuat dalam pembukaan undang-undang dasar," jelas dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Perlu Jembatan

Kurangnya hasil riset digunakan sebagai sarana mengambil kebijakan, menurut Eko, disebabkan lantaran tak adanya jembatan yang dapat menghubungkan sains dengan pihak terkait yang dapat digunakan untuk menyusun kebijakan.

"Kita masih belum memiliki satu jembatan yang kita sebut sebagai jembatan komunikasi sains, bagaimana sebuah Sains hasil-hasil riset itu dikomunikasikan kepada masyarakat, kepada pemerintah pembuat kebijakan," ucapnya.

Hal ini dinilai penting agar pemangku kepentingan dapat mengakses hasil riset tersebut dan menerjemahkannya dalam bentuk kebijakan. Pada sisi lain, adanya jembatan komunikasi sains ini juga diharapkan dapat menjadi ajang mengedukasi publik.

"Itu menjadi sebuah proses public education, pendidikan masyarakat sehingga membuat masyarakat lebih baik, lebih terdidik," jelas Eko.

Dengan adanya masyarakat terdidik, lanjut Eko, mereka bisa mengawasi setiap jengkal langkah dan kebijakan yang dibuat oleh penguasa.

"Tadi saya sebutkan syarat ketiga dari negara yang kuat adalah masyarakat yang kuat, masyarakat yang kuat cirinya apa? Mereka tahu hak dan tahu kewajibannya dan dia tahu apa yang harus dilakukan. Sehingga dengan demikian kalau masyarakat kita telah cerdas berkat hasil riset tadi, maka masyarakat sendiri akan bisa berfungsi sebagai public control watch kepada kebijakan dan pembuat kebijakan," tandas Eko.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya