WHO Sebut Lebih dari 50 Persen Fasilitas Kesehatan di Beirut Tak Berfungsi Akibat Ledakan

WHO mengungkapkan, ledakan di Beirut, Lebanon membuat lebih dari setengah layanan kesehatan di wilayah tersebut tidak berfungsi

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 13 Agu 2020, 21:00 WIB
Sebuah foto tergeletak di antara pecahan kaca di lantai Istana Sursock yang rusak berat pascaledakan di Beirut, Lebanon, 7 Agustus 2020. Setelah perang saudara 1975-1990 di negara itu, butuh 20 tahun pemulihan yang cermat bagi keluarga untuk mengembalikan istana ke kejayaannya (AP Photo/Felipe Dana)

Liputan6.com, Jakarta Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan, lebih dari setengah fasilitas kesehatan di Beirut, Lebanon, tidak berfungsi usai ledakan yang terjadi beberapa waktu lalu.

"Kami sekarang tahu bahwa lebih dari 50 persen tidak berfungsi," kata Richard Brennan, yang merupakan Regional Emergency Director WHO di Kairo, Mesir, dikutip dari Channel News Asia pada Kamis (13/8/2020).

Brennan mengatakan, angka tersebut mereka dapatkan berdasarkan penilaian terhadap 55 klinik dan layanan kesehatan di ibu kota Lebanon tersebut. Ia menyebut, tiga rumah sakit besar tidak berfungsi dan tiga lainnya terpaksa beroperasi namun dengan kapasitas di bawah normal.

Dalam konferensi pers yang berbeda, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa mereka memberikan dukungan terhadap masyarakat, petugas kesehatan, dan pekerja darurat di Beirut.

"Pikiran kami bersama Anda dan kami akan terus mendukung Anda," ujarnya pada Senin lalu, dikutip dari laman resmi WHO.

Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 2 halaman

WHO Kirim Bantuan

Asap hitam mengepul dari lokasi ledakan yang menghantam pelabuhan Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020). Ledakan dahsyat yang sedikitnya 73 orang dan ribuannya lainnya terluka itu meratakan hampir seluruh bangunan di sekitar Pelabuhan dan menyebabkan bangunan luluh lantak. (AP Photo/Hussein Malla)

Tedros mengatakan, WHO telah mengeluarkan dana darurat untuk membantu pemulihan akibat kejadian tersebut. Selain itu, staf mereka di lapangan juga telah menilai dampak di sektor kesehatan Lebanon bersama mitra Persatuan Bangsa-Bangsa lainnya.

Selain itu, Tedros menyebut WHO telah mengirim Alat Pelindung Diri senilai 1,7 juta dolar dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 serta untuk membantu memenuhi pasokan yang hancur akibat ledakan tersebut.

"Kami juga bekerja sama dengan otoritas kesehatan nasional untuk meningkatkan perawatan trauma, termasuk melalui penempatan dan koordinasi tim medis darurat yang memenuhi syarat," ujarnya.

"Kami juga mengurangi dampak COVID-19, menangani kebutuhan psikososial dan memfasilitas pemulihan dengan cepat untuk fasilitas kesehatan yang rusak."

Sebelumnya pada 4 Agustus lalu, sebuah ledakan terjadi dari sebuah gudang di pelabuhan. Kejadian itu diakibatkan oleh lebih dari dua ribu ton amonium nitrat.

Setidaknya 171 orang dinyatakan meninggal dunia, enam ribu orang terluka, dan sekitar 300 ribu orang kehilangan tempat tinggal. Kondisi ini juga memperparah situasi politik dan ekonomi yang sebelumnya juga telah mengalami masalah selama berbulan-bulan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya