Pemerintah Buka Opsi Bayari Iuran BPJS Kesehatan Peserta Kelas III

Iuran Peserta Bukan Penerima Upah PBPU atau Peserta Mandiri BPJS Kesehatan untuk kelas 3 naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Feb 2020, 15:00 WIB
Menko PMK Muhadjir Effendy (kanan), Menkeu Sri Mulyani (tengah), dan Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris saat rapat kerja gabungan bersama DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2/2020). Rapat di antaranya membahas kenaikan iuran BPJS Kesehatan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy membuka opsi agar iuran BPJS Kesehatan bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) Kelas III dapat dibayarkan oleh pemerintah. Sehingga, pemegang kelas tersebut tidak perlu lagi membayar iuran secara pribadi.

"Kami tawarkan khusus PBPU dan BP kelas III yang masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) akan masuk ke PBI APBN. Dimana iurannya dibayarkan pemerintah," katanya di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (18/2/2020).

Muhadjir khawatir ada kesalahan input data terhadap pemengang kelas tersebut. Takutnya, kata dia, ada masyarakat kelas bawah yang justru masuk ke dalam PBPU dan BP sehingga masih tetap membayar iuran tersebut.

"Pemerintah memastikan tepat sasaran sesuai kriteria yang ditetapkan. Solusinya, pemerintah akan nonaktifkan PBI yang tidak masuk dalam DTKS secara bertahap, ada yang telah terjadi inklusi dan exclusion error. Dan PBPU dan BP kelas III yang masuk DTKS," tandas dia.

Seperti diketahui, iuran Peserta Bukan Penerima Upah PBPU atau Peserta Mandiri BPJS Kesehatan untuk kelas 3 naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan.

Kemudian Kelas 2 naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa per bulan dan Kelas 1 naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per jiwa per bulan.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

DPR Minta Pemerintah Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

(kiri-kanan) Menkeu Sri Mulyani, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menkes Terawan Agus Putranto, Mensos Juliari P Batubara saat rapat kerja gabungan bersama BPJS dan DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2/2020). Rapat di antaranya membahas kenaikan iuran BPJS Kesehatan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Nihayatul Wafiroh, meminta pemerintah untuk membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bantuan Iuran (PBI). Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja gabungan antara Komisi II, VIII, IX dan XI dengan pemerintah serta BPJS Kesehatan.

"Kami komisi IX berpegang teguh untuk membatalkan kenaikan PBPU dan PBI," katanya di Ruang Rapat Pansus B, DPR RI, Jakarta, Selasa (18/2/2020).

Dia mengemukakan salah satu alasan harus dibatalkannya kenaikan iuran BPJS kesehatan tersebut dikarenakan data cleansingnya belum selesai. Sehingga, sangat tidak tepat jika pemerintah menaikan iuran sementara data cleansingnya belum beres.

"Sebelum ada pembersihan data, Kemensos cleansing data belum selesai. Kami komisi IX berpegang teguh untuk membatalkan," tandas dia.

Seperti diketahui, Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran naik dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan. Besaran iuran ini juga berlaku bagi peserta yang didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD). Iuran PBI dibayar penuh oleh APBN, sedangkan peserta didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD) dibayar penuh oleh APBD.

Sementara, Peserta Bukan Penerima Upah PBPU atau Peserta Mandiri untuk kelas 3 naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan. Kemudian Kelas 2 naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa per bulan dan Kelas 1 naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per jiwa per bulan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya