Tak Ada Urgensi, Keberadaan Wakil Menteri Digugat ke MK

Keberadaan wakil menteri digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 27 Nov 2019, 10:57 WIB
Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Ma'ruf Amin memperkenalkan Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Jokowi mengumumkan para wakil menterinya dengan cara lesehan di anak tangga di dalam Istana. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan wakil menteri digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Penggugat adalah seorang warga Petamburan, Jakpus, Bayu Segara yang berprofesi sebagai advokat.

Bayu Segara menggugat pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang menyatakan:

Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu.

Hal itu bertentangan dengan UUD 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi: Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Kemudian pasal 17 ayat 1 yang menyatakan: Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

Serta pasal 28D ayat 1 yang berbunyi: Setiap orang berhak atas pengakua, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Selain itu, dalam gugatannya, Bayu menuliskan bahwa dengan adanya penambahan 12 wakil menteri tanpa dilandasi urgensi yang jelas maka tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011.

Ke 12 wakil menteri yang dimaksud adalah:

1. Wakil Menteri Luar Negeri: Mahendra Siregar

2. Wakil Menteri Pertahanan: Sakti Wahyu Trenggono

3. Wakil Menteri Agama: Zainut Tauhid

4. Wakil Menteri Keuangan: Suahasil Nazara

5. Wakil Menteri PUPR: John Wempi Wetipo

6. Wakil Menteri LHK: Alue Dohong

7. Wakil Menteri Perdagangan: Jerry Sambuaga

8. Wakil Menteri Desa PDTT: Budi Arie Setiadi

9. Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang: Surya Tjandra

10. Wakil Menteri BUMN 1: Budi Sadikin

11. Wakil Menteri BUMN 2: Kartika Wirjoatmojo

12. Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Angela Tanoesoedibjo.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Petitum

Dengan begitu, pemohon ingin agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan ini dan menyatakan pasal 10 UU Kementerian Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat.

 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya