Mahfud MD: Memilih atau Golput, Pemimpin Harus Lahir

Menurut Mahfud, keputusan untuk golput biasanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pikiran idealis.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jan 2019, 05:37 WIB
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD tiba di gedung KPK akan melakukan petermuan dengan pimpinan KPK di Jakarta, Kamis (13/9). Pertemuan membahas pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

 

Liputan6.com, Yogyakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai masyarakat yang memilih tidak menggunakan hak suaranya atau golput pada Pemilu 2019 pada dasarnya akan dirugikan secara elektoral.

"Kalau tidak memilih berarti dia memberi kesempatan kepada orang yang pilihannya lebih jelek dari dia, sehingga secara elektoral dia dirugikan," kata Mahfud saat ditemui di Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat (25/1/2019).

Menurut Mahfud, keputusan untuk golput biasanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pikiran idealis sehingga hanya menginginkan calon yang betul-betul bagus. Karena menganggap tidak ada yang bagus, maka tidak memilih.

"Kalau kemudian berpikir ini tidak ada calon yang bagus lalu dia golput, menurut saya sih golput itu merugi karena dia milih atau tidak memilih, pemimpin itu harus lahir," kata Mahfud seperti dikutip dari Antara.

Meski demikian, ia membenarkan bahwa keputusan untuk golput merupakan hak setiap warga negara yang tidak bisa dipaksakan.

"Kalau digunakan harus dipenuhi oleh negara, kalau yang bersangkutan tidak mau menggunakan, ya tidak boleh dipaksa," kata Mahfud.

Karena tidak mau rugi, Mahfud sendiri memastikan tidak akan golput pada Pemilu 2019.

"Saya tetap memilih yang lebih baik dari yang tersedia. Saya memilih yang agak bagus dari yang kurang bagus," pungkas dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tidak Melanggar Hukum

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan, menjadi golput dalam sebuah ajang demokrasi adalah hak setiap orang dan tidak melanggar hukum. Itu merupakan bagian dari ekspresi politik.

Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menyampaikan, menentukan sikap untuk tidak memilih masuk dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yakni tidak melarang seseorang menjadi golput.

"Golput bukan tujuan, tapi ekspresi politik untuk memprotes keras, mengkoreksi sistem politik pemilu hari ini," tutur Arif di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Rabu (23/1/2019).

Kampanye golput dan menyampaikan gagasan tidak memilih sekalipun merupakan bagian dari demokrasi. Terlebih, dalam konteks Pemilu 2019, hal itu seharusnya menjadi perhatian bagi para elite politik dan kontestan untuk evaluasi.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya