PBB: Jika Perang Berlanjut, Kelaparan Terparah Abad Ini Mengancam Yaman

PBB memperingatkan bahwa Perang Yaman yang tidak berkesudahan akan berisiko memicu bencana kelaparan akut.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 17 Okt 2018, 08:01 WIB
Potret anak-anak yang terancam kelaparan akut akibat Perang Yaman (AP/Hani Mohamed)

Liputan6.com, Hodeidah - Laporan terbaru PBB mengatakan bahwa Yaman berisiko menghadapi risiko bencana kelaparan terburuk dalam 100 tahun terakhir, jika serangan udara oleh koalisi pimpinan Arab Saudi tidak dihentikan.

"Jika perang berlanjut, kelaparan bisa melanda negara itu dalam tiga bulan ke depan, dengan 12 hingga 13 juta warga sipil terancam kelaparan," menurut Lise Grande, koordinator kemanusiaan agensi untuk Yaman.

"Saya pikir banyak dari kita tidak menyadari bahwa ada kemungkinan bencana kelaparan yang lebih parah dari Ethiopia, dan itu benar-benar tidak bisa diterima," lanjut Grande, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Selasa (16/10/2018).

Komentar Grande muncul setelah PBB dan pekerja kemanusiaan mengutuk serangan udara, di mana koalisi pimpinan Arab Saudi menargetkan pemberontak Syiah Yaman, dan menewaskan sedikitnya 15 orang di dekat kota pelabuhan Hodeidah.

Pemberontak Houthi melaporkan bahwa satu keluarga, lengkap orang tua dan anak, termasuk di antara mereka yang tewas, menambahkan bahwa banyak anak-anak termasuk di antara korban.

"Para agen PBB yang bekerja di Yaman dengan tegas mengecam serangan terhadap warga sipil, dan menyampaikan belasungkawa mendalam kami kepada keluarga korban," kata Grande.

Ditambahkan olehnya, bahwa di bawah hukum humaniter internasional, pihak-pihak yang terlibat konflik berkewajiban untuk menghormati prinsip-prinsip pencegahan, proporsionalitas dan perbedaan.

Mereka yang terlibat perang harus melakukan segala cara untuk melindungi warga sipil agar tidak terluka, tewas, atau saling mencelakai satu sama lain.

Yaman telah berada dalam cengkeraman perang sipil berdarah selama tiga tahun setelah pemberontak Houthi, yang didukung oleh Iran, merebut sebagian besar negara itu, termasuk ibu kota, Sana'a.

Koalisi pimpinan Arab Saudi memerangi para pemberontak sejak 2015, untuk mendukung pemerintah yang diakui secara internasional.

Ribuan warga sipil telah ditangkap di tengah kecamuk perang, yang terperangkap oleh ladang ranjau, rentetan mortir, dan serangan udara. Bencana kemanusiaan yang diakibatkannya telah menyebabkan setidaknya 10.000 orang terbunuh dan jutaan lainnya mengungsi.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

2 dari 2 halaman

Berubah Menjadi Perang Terhadap Anak-Anak

Warga Yaman mengantre untuk menerima bantuan selimut dan alas tidur dari Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di kota pesisir Hodeidah, Yaman (11/4). (AFP Photo/Abdo Hyder)

Hodeidah merupakan pelabuhan utama di Yaman, yang menjadi jalur masuk relawan PBB dan bantuan kemanusiaan lainnya.

Namun, perang yang berkecamuk dalam beberapa tahun terakhir, perlahan membuatnya menjadi pusat konflik, di mana pasukan darat bersekutu dengan koalisi yang berjuang mengusir pasukan pemberontak di sana.

Pembunuhan dan pembantaian warga sipil --termasuk banyak korban anak-- di kota tepi Laut Merah telah meningkat dalam tiga bulan terakhir, menurut pengamatan para pekerja kemanusiaan.

Sejak bulan Juni lalu, lebih dari 170 orang tewas dan sedikitnya 1.700 orang telah melukai provinsi Hodeidah, dengan lebih dari 425.000 orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka.

Bulan lalu, Save the Children memperingatkan pertempuran di Hodeidah berubah menjadi "perang terhadap anak-anak", dengan ribuan orang menderita luka dan trauma psikologis.

Sementara itu, mata uang Yaman telah jatuh bebas, di mana membuat harga pangan meningkat dua kali lipat dalam sebulan terakhir, memicu ancaman kelaparan.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya