Ekonom: APBN 2018 Masih Kredibel meski Tak Ada Perubahan

Pemerintah memutuskan tidak mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.

oleh Agustina Melani diperbarui 10 Jul 2018, 16:30 WIB
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (28/4). Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, pertumbuhan ekonomi wajib meningkat hingga 6 persen lebih mulai 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan tidak mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Ekonom menilai, meski APBN tidak ada perubahan tetapi masih kredibel.

Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menuturkan, pemerintah tidak mengubah postur APBN 2018 tidak terlalu berdampak negatif. Hal itu karena asumsi makro ekonomi pada APBN 2018 dan realisasinya tidak terlalu jauh sehingga mungkin menjadi pertimbangan pemerintah.

Apalagi meski harga minyak dunia naik ke posisi USD 73-USD 78 per barel. Kenaikan harga minyak tersebut juga dongkrak penerimaan negara.

"Deviasi tidak besar jadi tidak ubah asumsi APBN. Dampaknya terhadap asumsi relatif kecil. Saya pikir APBN masih kredibel," ujar Josua saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (10/7/2018).

Ia menambahkan, pemerintah juga masih konsisten menjaga dan mengelola defisit fiskal dan transaksi berjalan. Ini mengingat lembaga pemeringkat internasional menyoroti soal fiskal. "Jaga defisit 2 persen-2,5 persen, ini lebih rendah dari realisasi APBN 2017. APBN 2018 tetap realistis dan kredibel meski tidak ada perubahan," kata Josua.

Meski demikian, Josua menilai pemerintah juga perlu tetap konsisten dan berupaya menjaga kestabilan makro ekonomi Indonesia. Ini mengingat ancaman perang dagang dan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve akan agresif. The Federal Reserve diperkirakan kembali menaikkan suku bunga acuan sebanyak dua kali lagi pada 2018.

"Tantangan eksternal cukup berat. Asumsi APBN di tengah gejolak pasar keuangan global. Pemerintah buat asumsi inline dengan kondisi domestik,” kata dia.

Josua juga menilai, pemerintah lebih memilih fokus dengan APBN 2018 yang sudah ditetapkan untuk penyerapan anggaran dan belanja pemerintah lebih baik. Ketimbang mengubah APBN 2018 yang akan membutuhkan waktu untuk penyerapan anggaran dan belanja pemerintah ke depannya.

"Realisasi penyerapan anggaran lebih lama bila ada perubahan. Penyusunan dipa itu perlu waktu. Revisi itu tidak efektif untuk belanja pemerintah. Ini agar produktif dan efisien jadi diputuskan tetap," kata Josua.

Selain itu, menurut Josua, pelaku pasar merespons positif dari harmonisasi Bank Indonesia (BI) dan pemerintah untuk menjaga kestabilan ekonomi. 

Seperti diketahui, dalam APBN 2018 ditetapkan asumsi makro ekonomi antara lain pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi 3,5 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat 13.400.

Selanjutnya suku bunga SPN 5,2 persen, harga minyak USD 48 per barel, lifting minyak 800 ribu barel per hati dan lifting gas sebesar 1.200 ribu barel per hari.

Hingga Mei 2018, inflasi tercatat sekitar 3,2 persen, tingkat bunga SPN tiga bulan 4,2 persen, nilai tukar rupiah  13.714 per dolar AS. Kemudian ICP atau harga minyak Indonesia sekitar USD 66, lifting minyak 742 ribu dan lifting gas 1.138.000.

 

2 dari 2 halaman

Pemerintah Putuskan Tak Ubah APBN

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat memberi keterangan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Pemerintah memutuskan tidak mengubah Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk paruh kedua tahun ini. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya asumsi-asumi dalam APBN selalu direvisi sehingga menjadi APBN Perubahan (APBNP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, keputusan untuk tidak melakukan perubahan pada APBN sesuai dengan arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini lantaran postur APBN dinilai masih cukup baik dan sesuai dengan kondisi saat ini.

"Katena postur APBN cukup baik dan tidak mengalami deviasi yang besar dari sisi jumlah penerimaan negara dan jumlah belanja negara, dan defisit lebih kecil dari yang direncanakan, maka Bapak Presiden menyampaikan bahwa untuk APBN 2018 ini kita tidak melakukan APBN Perubahan. Dan laporan ini akan kami sampaikan pada dewan (DPR) untuk dibahas pada pekan depan dengan DPR," ujar dia di Istana Bogor, Senin 9 Juli 2018.

Dia mengungkapkan, pada 2018 ini keseluruhan penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp 1.903 triliun dibandingkan dengan asumsi awal pada APBN 2018 yang sebesar Rp 1.894 triliun. Dalam hal ini pendapatan negara diperkirakan adalah lebih tinggi sedikit dari perkiraan yaitu Rp 8,3 triliun. 

Sedangkan dari sisi belanja negara, diperkirakan hingga akhir tahun dengan penyerapan sekitar 95 persen-96 persen, termasuk tinggi dari yang biasanya hanya sekitar 93 persen, akan mencapai Rp 2.217,3 triliun. 

"Dalam hal ini hanya berbeda Rp 3,4 triliun dibandingkan APBN 2018 yang dalam UU Rp 2.227 triliun. Jadi dalam hal ini karena belanjanya hampir sama hanya berbeda Rp 3,4 triliun dan pendapatan negara lebih tinggi Rp 8,4 triliun. Maka kita memperkirakan defisit anggaran untuk keseluruhan tahun anggaran 2018 hanya sebesar Rp 314,2 triliun. Angka ini lebih kecil dari UU APBN  yang sebesar Rp 325,9 triliun. Jadi nominalnya mengecil,"  ujar dia.

Sementara untuk asumsi lain seperi nilai tukar rupiah, harga minyak dan pertumbuhan ekonomi juga dinilai masih sejalan dengan APBN 2018. 

"Dari sisi keseimbangan primer, outlooknya untuk seluruhan 2018 adalah Rp 64,8 triliun negatif. Namun ini lebih kecil awal sebesar Rp 87,3 triliun. Itu yang kita lihat berdasarkan, pertama, kurs yang berubah. Kita perkirakan di semester II sekitar Rp 14.200 secara rata-rata. Harga minyak sudah mencapai di atas USD 70 yaitu USD 73 (per barel) dan dari sisi growth adalah 5,2 persen," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya