Cegah Penyalahgunaan Anak di Pilkada, KPAI Buka Posko Pengawasan

KPAI menggandeng Bawaslu dalam upaya mewujudkan gelaran pemilu yang ramah anak.

oleh Rezki Apriliya Iskandar diperbarui 09 Feb 2018, 14:34 WIB
Anak-anak membawa lilin sambil mendoakan Jokowi agar bisa menang Pemilu yang jatuh 9 April 2014 (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Masa kampanye pilkada serentak 2018 tinggal menghitung hari. Tepatnya 15 Februari 2018 nanti, awal masa kampanye akan digelar di 171 daerah di Indonesia.

Pilkada ini cukup menyita perhatian publik karena diharapkan bisa melahirkan pimpinan kepala daerah yang berkualitas dan sesuai dengan pilihan publik.

Pesta demokrasi 5 tahunan ini akan melibatkan partisipasi publik, tak terkecuali anak yang rentan disalahgunakan untuk kegiatan politik. Padahal, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, melarang anak disalahgunakan untuk aktivitas politik.

Pasal itu berbunyi "setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik".

Karena itu untuk mengantisipasinya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk memperhatikan dan memasukkan isu pengawasan perlindungan anak dari penyalahgunaan dalam proses pilkada dan memastikan hak partisipasi anak bisa berjalan dengan baik.

KPAI menilai partisipasi itu bisa berjalan, jika anak mendapat informasi yang cukup serta pendidikan atau pelatihan terkait hak-hak politiknya.

KPAI pun menggandeng Bawaslu dalam upaya mewujudkan gelaran pemilu termasuk pilkada, pileg, dan pilpres yang ramah anak.

 

2 dari 2 halaman

Indikator Pemilu Ramah Anak

Anak - anak di Kampung Sinau Kota Malang, Jawa Timur, diajari membuat kerajinan tangan (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Ketua KPAI Susanto menuturkan, ada dua indikator yang menunjukkan pemilu itu ramah anak. Pertama, tidak menyalahgunakan anak dalam kegiatan politik dengan 15 indikator, termasuk misalnya terlibat dalam money politic, anak dieksploitasi untuk kepentingan kampanye dan lainnya.

Kedua, memasukkan isu perlindungan anak menjadi materi kampanye.

"Ini penting karena ini bagian dari indikator untuk mewujudkan kualitas peradaban ke depan. Tanpa kualitas anak hari ini, tentu peradaban ke depan tidak akan terpotret dengan baik," ujar Susanto di Kantor Bawaslu, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (9/2/2018).

"Pemilu sesungguhnya bukan hanya proses demokrasi tapi bagian dari instrumen untuk mewujudkan kualitas Indonesia ke depan, " lanjut Susanto.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya