Terkuak, Eks Pekerja Twitter yang 'Lenyapkan' Akun Donald Trump

Ini sosok eks pekerja Twitter yang melenyapkan akun pribadi Donald Trump.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 01 Des 2017, 03:31 WIB
Presiden ke-45 Amerika Serikat, Donald Trump (AP Photo/Susan Walsh)

Liputan6.com, Berlin - Awal bulan ini, jagad maya dikejutkan oleh lenyapnya akun pribadi Donald Trump, @realDonaldTrump.

Akun Twitter pribadi sang presiden non-aktif selama kurang lebih 11 menit pada kurun waktu pukul 16.00 waktu AS.

Sehingga, selama 11 menit, ketika mencari akun @realDonaldTrump di Twitter, maka media sosial itu akan menampilkan pesan, "Maaf, laman yang Anda cari tidak ada!"

Berbagai spekulasi atas peristiwa itu beredar. Beberapa orang mengira, ada orang yang membajak akun Twitter pribadi sang presiden. Yang lain menduga, Donald Trump sendiri yang menon-aktifkan akunnya.

Akan tetapi, pihak Twitter segera menjelaskan, "Akun tersebut secara tidak sengaja telah di-nonaktifkan karena 'human error' yang dilakukan oleh salah satu karyawan kami."

Aksi 'nekat' itu diterima dengan baik oleh warganet yang kerap mengkritik akun Twitter Donald Trump.

Dikutip dari News.com.au pada Kamis (30/11/2017), sementara pelakunya terbang di bawah radar pada saat kejadian, kini dia akhirnya buka topeng kepada media, siapa sejatinya si 'pelenyap' akun Donald Trump.

Pria yang bertanggung jawab untuk menghapus Twitter Presiden Donald Trump adalah Bahtiyar Duysak.

 

2 dari 2 halaman

Siapakah Dia?

Mantan karyawan Twitter Bahtiyar Duysak yang sempat nonaktifkan akun Donald Trump (Sumber: Tech Crunch)

Meskipun lahir dan besar di Jerman, Duysak telah berada di AS dengan visa kerja dan studi.

Di hari terakhir dari masa tinggalnya, dia bekerja sebagai pekerja kontrak tetap Twitter di bagian pelanggan, di bawah divisi Trust and Safety. Sebuah divisi yang bertanggung jawab untuk menangani laporan tentang perilaku buruk pada platform microblogging itu.

Ketika dia menerima laporan buruk tentang akun Trump, ia mengaku secara otomatis menonaktifkan akun tersebut sebelum meninggalkan perusahaan untuk yang terakhir kalinya.

Duysak diberi label sebagai pahlawan, meski dia tidak menyukai julukan itu karena dia mengklaim bahwa insiden itu adalah "kesalahan".

Meski demikian, dia mengaku tidak khawatir dengan dampaknya karena dia tidak melanggar hukum apapun.

"Saya tidak meretas siapa pun. Saya tidak melakukan apapun yang tidak diizinkan," katanya kepada TechCrunch. "Saya tidak pergi ke situs manapun yang seharusnya tidak saya kunjungi. Saya tidak melanggar peraturan apapun."

Menurut mantan karyawan Twitter tersebut, perhatian media jauh lebih meresahkan daripada penyelidikan internal.

"Saya ingin melanjutkan kehidupan biasa. Saya tidak ingin lari dari media, "ujar pemuda itu. 

"Saya ingin berbicara dengan tetangga dan teman saya. Saya harus menghapus ratusan teman dan begitu banyak gambar, karena reporter menguntit saya. Saya hanya ingin melanjutkan kehidupan biasa," lanjutnya.

"Saya tidak melakukan kejahatan atau hal buruk apa pun, tapi saya merasa seperti Pablo Escobar dan perlahan hal itu menjadi sangat menyebalkan."

Duysak mengatakan bahwa dia sekarang akan mencari pekerjaan di bidang keuangan dan bukan teknologi, namun dia tidak menyimpan dendam terhadap Twitter atau Presiden Trump.

"Saya suka Twitter," katanya. "Dan aku mencintai Amerika."

Twitter sejak itu mengatakan bahwa pihaknya memperbaiki prosedurnya untuk memastikan kesalahan yang sama tidak terjadi lagi.

"Kami telah menerapkan pengamanan untuk mencegah hal ini terjadi lagi," tulis Twitter dalam pernyataannya.

"Kami tidak dapat membagikan semua detail tentang penyelidikan internal atau pembaruan kami terhadap tindakan pengamanan kami, namun kami menganggap ini serius dan tim kami bekerja untuk itu."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya