Waspada, Beredar Mi Instan Berbahan Limbah Selama Ramadan

Makanan ringan jenis mi instan berbahan limbah produksi beromzet belasan juta rupiah ini beredar selama Ramadan.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 05 Jun 2017, 11:43 WIB
Makanan ringan jenis mi instan berbahan limbah produksi beromzet belasan juta rupiah ini beredar selama Ramadan. (Liputan6.com/Dian Kurniawan).

Liputan6.com, Sidoarjo - Momen bulan Ramadan kerap dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, salah satunya seperti yang terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur. Tiga tempat usaha produksi makanan ringan jenis mi instan berbahan limbah produksi beredar selama Ramadan.

Ketiga tempat usaha yang juga tidak mengantongi izin edar dan izin BPOM itu kemudian digrebek Satreskrim Polresta Sidoarjo. Ketiga tempat industri rumahan itu milik Bashori (42) asal Desa Keret, Kecamatan Krembung, milik Ali Murtadho (37), dan M. Basori (49) yang sama sama berasal dari desa Gampang, Kecamatan Prambon.

"Berdasarkan laporan masyarakat, bahwa di kawasan tersebut banyak beredar mie instan berbahan dari sisa produksi," ucap Kasatreskrim Polresta Sidoarjo, Kompol Muhammad Harris saat merilis tangkapan di Mapolresta Sidoarjo, Jumat 2 Juni 2017.

Menurutnya, ketiga usaha tersebut memproduksi makanan ringan berbahan mi instan dari sisa produksi yang dibeli dari PT. KAS Gresik. Limbah tersebut kemudian diolah sedemikian rupa dengan dicampur bumbu rica-rica, balado, krispy, dan lain-lain.

"Snack tersebut, diberi nama 'Mickey Joss' dan 'Mie Sedap Cha-Cha'. Snack tersebut sengaja dipasarkan di beberapa kota, baik Surabaya maupun Sidoarjo," katanya.

Dia menjelaskan, bahan yang digunakan oleh oknum tersebut tidak layak konsumsi karena mi yang sudah keluar dari pabrik itu rekomendasinya hanya untuk pakan ternak. Namun oleh mereka diolah menjadi makanan manusia.

"Mereka beroperasi sudah 9 tahun," ucapnya.

Omzet dari hasil produksi ketiga rumah produksi ini terhitung besar. Per bulan bisa mencapai sekitar Rp 12 juta. Sedangkan per tahunnya mencapai Rp 244 juta. Jika dikalikan selama mereka beroperasi bisa mencapai miliaran rupiah.

Akibat perbuatannya kini para pelaku harus mempertanggungjawabkan peredaran produk berbahaya mereka selama Ramadan ini. Mereka dijerat dengan Pasal 134 Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman pidana dua tahun atau denda paling besar Rp 4 miliar.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya