Harga Daging di Supermarket Lebih Murah, Ini Alasannya

Tingginya harga daging di pasar tradisional dinilai karena rantai pasok yang tidak efisien

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 04 Jul 2016, 09:30 WIB
Pedagang memotong daging sapi di Pasar Senen, Jakarta, Senin (25/1). Peraturan Pemerintah yang membebankan pajak 10% untuk setiap penjualan sapi impor berdampak pada naiknya harga daging sapi di sejumlah pasar tradisional. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Tingginya harga daging di pasar tradisional dinilai karena rantai pasok yang tidak efisien. Jika terus dibiarkan, maka pasar tradisional atau pasar becek bakal kalah karena dengan supermarket.

Menteri Perdagangan Thomas Lembong menerangkan, rantai pasok pasar tradisional tidak efisien. Pasalnya, rantai pasok pasar tradisional menggunakan daging segar yang tidak bertahan lama.

"Kami dapat banyak pelajaran satu hal yang sebelumnya tidak menyadari, namanya rantai pasok yang beku dari ujung-ujung yang semakin saya yakin ada solusi di situ," kata dia saat berkunjung di Redaksi Liputan6 SCTV Tower, seperti ditulis Senin (4/7/2016).

Dia menuturkan, rantai pasok yang efisien justru telah diterapkan oleh supermarket atau pasar modern. Maka tak heran jika harga daging di sana mencapai Rp 90 ribu per kg.

"Banyak orang nggak tahu sebetulnya di gerai retail modern sudah banyak daging Rp 90 ribu per kg. Kenapa? Karena mereka sangat efisien dari rantai pasoknya, punya pemotongan sendiri, sistem pengemasan," kata dia.

Maka dari itu, supaya efisien maka rantai pasok harus diubah menggunakan daging beku. Thomas mengatakan, sistem pendingin mesti diterapkan dari rumah pemotongan hewan (RPH) sampai pasar tradisional.

"Saya khawatirnya kalau pasar rakyat tidak memodernisasi ikut memasang gudang pendingin lagi-lagi menjadi pasar tradisional akan kalah dengan supermarket."

"Enggak ada pilihan. Demikian juga produsen peternakan sapi RPH harus berubah sistem daging beku," kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya