Telat Bayar PBB, Siap-siap Kena Denda per Bulan

Ketentuan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 78/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan PBB.

oleh Nurmayanti diperbarui 19 Mei 2016, 11:13 WIB
Petugas menulis keterangan pada plang di depan PT DKB Dok Perkapalan Galangan I, Tanjung Priok, Jakarta, Senin (23/11). Langkah ini sebagai peringatan bagi para wajib pajak (WP) kelas menengah ke atas mencapai ratusan miliar (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memberikan sanksi bagi masyarakat yang terlambat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Berupa sanksi denda administrasi sebesar 2 persen per bulan dari PBB yang tidak atau kurang dibayar.

Ketentuan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 78/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan. Aturan ini merujuk ketentuan yang tertuang pada Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.

Melansir laman Setkab, Kamis (19/5/2016), dalam PMK menyebutkan Direktur Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) PBB dalam hal terdapat PBB terutang dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) PBB  yang tidak atau kurang dibayar setelah tanggal jatuh tempo pembayaran.


“STP PBB memuat PBB atau yang tidak atau kurang dibayar ditambah dengan denda administrasi sebesar 2 persen per bulan dari PBB yang tidak atau kurang dibayar,” bunyi Pasal 3 ayat (1) PMK itu.

Denda administrasi, menurut PMK ini, dihitung dari saat jatuh tempo sampai tanggal pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dari bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

“STP PBB diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun setelah saat berakhirnya tahun pajak,” bunyi Pasal 6 PMK itu.

Menurut PMK ini, jumlah PBB yang terutang dalam STP PBB harus dilunasi paling lambat 1 bulan sejak tanggal diterimanya STP PBB oleh Wajib Pajak, yaitu tanggal tanda terima dalam hal STP PBB disampaikan secara langsung, atau tanggal bukti pengiriman dalam hal STP PBB dikirim melalui pos atau jasa pengiriman lainnya.

Dalam PMK ini menegaskan, jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP PBB yang tidak dibayar pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa.

Dengan penerbitan PMK ini, maka ketentuan mengenai penerbitan kembali SPPT atau SKP PBB berdasarkan Surat Keputusan Keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (6), dan ketentuan mengenai tidak dapat diajukannya keberatan terhadap SPPT atau SKP PBB yang diterbitkan berdasarkan Surat Keputusan Keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (7) dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 10 PMK yang diundangkan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana, pada 13 Mei 2016 itu. (Nrm/Zul)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya