Harga Emas Diramal Masih Suram hingga 2019

diprediksi harga emas pun akan berada di level US$ 1.160 pada 2015 dan mampu menembus US$ 1.300 per ounce pada 2020

oleh Vina A Muliana diperbarui 03 Des 2015, 20:20 WIB
Ilustrasi Emas (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas diramal belum bangkit dari keterpurukan hingga 2016. Bahkan harga logam mulai diprediksi bakal tertekan hingga di bawah US$ 1.000 per ounce.

Dilansir dari Morningstar, Kamis (3/12/2015), kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS atau The Fed akan mengurnagi minat investor untuk membeli emas sehingga harga terus tertekan. Sementara deflasi yang terus menerus juga menjadi faktor yang mempengaruhi rendahnya harga emas,

Diharapkan pembelian perhiasan emas bisa menutupi turunnya permintaan emas batangan di 2017. Harga diprediksi belum pulih pada 2018 dan 2019, meski pembelian perhiasan meningkat di China dan India.


Namun pada 2020, harga emas bakal naik menjadi US$ 1.300 per ounce. Pasar cenderung berfokus pada suku bunga dan prediksi inflasi untuk meramalkan harga emas di masa yang akan datang.

Selama beberapa dekade, permintaan investor menjadi faktor utama dalam menentukan naik dan turunnya harga emas. Naiknya permintaan investor menyebabkan sentimen positif untuk emas. Namun ketika tingkat inflasi dan ekspektasi bergeser dan permintaan investor menurun, harga emas turun.

Sebelumnya pada hari ini, harga emas merosot ke level terendah dalam enam tahun yaitu ke level US$ 1.051,26 per ounce.

Hal tersebut diakibatkan komentar Gubernur The Fed Janet Yellen soal rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS dapat dilakukan pada Desember 2015. Ini berimbas pada dolar AS perkasa sehingga menekan harga emas.(Vna/Ndw)

 
 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya