Jelang Lebaran, Bogor Diserbu Pengemis Musiman

Kabupaten Bogor masih dianggap surga bagi para peminta-minta.

oleh Bima Firmansyah diperbarui 08 Jul 2015, 13:42 WIB
Sampai hari ini masih banyak gelandangan, pengemis di berbagai kota di dunia. Kota mana saja?

Liputan6.com, Bogor - Menjelang Hari Raya Idul Fitri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat diserbu ratusan gelandangan, pengemis, dan anak jalanan musiman. Sampai pekan ketiga ini, aparat gabungan telah mengamankan sekitar 384 pengemis dan 212 gelandangan dalam razia rutin di Ciawi, Megamendung, Cisarua, Sukaraja, Cileungsi, Cibinong, Bojonggede, dan Parungpanjang.

Kepala Bidang Kesejahteraan Sosial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Lenny Rachmawati mengatakan, jumlah tersebut terjadi peningkatan di banding sebelum Ramadan yang hanya terdata 252 gelandangan dan 100-an pengemis.

Sebagai wilayah penyangga ibukota negara, Kabupaten Bogor masih dianggap surga bagi para peminta-minta.

"Bahkan dari hasil interogasi banyak yang asalnya bukan pengemis malah alih profesi jadi meminta-minta," kata Lenny di Kantor Dinsos Kabupaten Bogor, Rabu (8/7/2015).

Dia mengatakan, maraknya gelandangan dan pengemis (gepeng) dan anak jalanan musiman setiap tahun karena Pemerintah Kabupaten Bogor belum punya payung hukum penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Jadi belum ada sanksi tegas bagi pemberi terhadap peminta-minta di jalanan, sehingga kedatangan gepeng baru sulit dikendalikan.

"Meski kita terus koordinasi dengan Satpol PP dan Polres untuk mengatasi gepeng, tapi tetap ada yang memberi. Sebenarnya kita tidak melarang untuk beramal tapi harus sesuai tempat," kata dia.

Lenny melanjutkan, bantuan bisa diserahkan bagi yayasan pendidikan anak jalanan, rumah singgah, rumah yatim, dan sebagainya yang kompeten mendidik anak asuh.

Dengan adanya payung hukum kebijakan sendiri, menurut Lenny, Pemkab bisa berlakukan tindak pidana ringan bagi pemberi pengemis.

Tanpa adanya payung hukum, anggaran penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) gepeng dan anak jalanan (anjal) pun diakui masih rendah. Dana sekitar Rp 188 juta terbatas untuk membina 40 anjal saja yang terseleksi.

Sementara dana untuk rehabilitasi tuna sosial Rp 173,27 juta mencakup pembinaan keterampilan gepeng, wanita tunasusila, dan penyandang masalah minoritas atau waria. Namun demikian, dia mengapresiasi total anggaran penanganan PMKS tahun ini naik jadi Rp 7 miliar dari tahun sebelumnya kurang dari Rp 4 miliar. (Mvi/Sss)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya