Niat Tangkap 'Khalifah' ISIS, AS Gelar Sayembara Rp 300 Miliar

Keberadaan kelompok ISIS kian meresahkan dunia. AS pun turun tangan memburu tokoh utamanya dengan memberikan imbalan. Menanti 'pengkhianat'.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 26 Sep 2014, 13:54 WIB
Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS yang paling dicari Amerika Serikat. (News.com.au)

Liputan6.com, Baghdad - Keberadaan kelompok Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) kian meresahkan dunia. Demi menumpas para militan itu, Amerika Serikat pun menggelar sayembara, untuk memburu tokoh utamanya yakni Abu Bakr al-Baghdadi.

Dalam upaya itu, seperti dikutip dari News.com.au, Jumat (26/9/2014), Departemen Luar Negeri AS menawarkan imbalan bagi mereka yang bisa memberikan informasi yang mengarah pada penangkapan sang pemimpin ISIS. Mereka menggelontorkan dana US$ 10 juta atau sekitar Rp 120 miliar.

Imbalan untuk Abu Bakr al-Baghdadi sebagai orang paling dicari AS merupakan yang kedua tertinggi. Setelah Ayman al-Zawahiri,  dokter pribadi Osama bin Laden yang mengancam akan menyerang kedutaan besar AS di Kenya dan Tanzania dan terkait serangan 11 September (9/11). Imbalan untuk informasi dirinya dihargai $ 25 juta atau sekitar Rp 300 miliar.

Selama ini, ISIS termasuk militan yang rajin menggunakan media sosial. Untuk merekrut pengikut, menyebarluaskan pengaruh, dan memamerkan kesadisan mereka, salah satunya pemenggalan terhadap 2 jurnalis AS dan 1 pekerja sosial Inggris. Tetapi hal itu juga jadi titik lemah mereka.

AS menilai, ISIS rentan terhadap pengkhianatan oleh orang dalam yang dapat mengirim postingan sederhana tentang keberadaan pemimpin melalui Twitter. Karena tergiur dengan imbalan yang diberikan.

Sejauh ini, pemerintah AS menjanjikan untuk membayar imbalan kepada warga negara manapun yang mampu memberikan informasi kredibel terkait al-Baghdadi. Jumlah uang yang akan diberikan sebagai hadiah itu bisa saja melampaui yang dijanjikan, jika data yang dikuak ternyata sangat berguna.

Imbalan terbesar hingga saat ini yang diberukan AS adalah US$ 30 juta atau sekitar Rp 360 miliar, yang diterima warga Irak. Ia memberikan informasi yang membantu pasukan AS menemukan dan membunuh anak-anak mantan presiden Irak Saddam Hussein -- Uday dan Qusay di Mosul pada tahun 2003.

Al-Baghdadi, yang namanya mencerminkan asal-usulnya dari Irak, juga dikenal sebagai Abu Du'a  jarang terlihat di depan umum. Terakhir ia muncul pada awal Juli, memimpin doa di Masjid Agung di Mosul, kota di Irak utara yang telah dikuasai ISIS. Ia menarik perhatian tak hanya karena kemunculan dan apa yang ia sampaikan, tapi juga jam mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. Mungkin Rolex.

Menurut Departemen Luar Negeri AS, teroris berusia 45 tahun itu sedang merencanakan misi bom bunuh diri terhadap pemerintah, militer dan juga warga Irak. Ia kemungkinan sedang bergerak antara Mosul dan Raqqa di Suriah, meskipun serangan udara yang dipimpin AS minggu ini di Raqqa memiliki kemungkinan memaksa pimpinan ISIS beroperasi dari markas lain.

Sementara itu, pemerintah Australia hingga saat ini belum memiliki program imbalan untuk informasi tentang teroris ISIS itu.

"Pemerintah Australia mengharapkan siapa pun yang memiliki informasi tentang teroris atau kegiatannya agar segera melaporkan," demikian pernyataan Kejaksaan Agung Australia. (Ein)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya