Ini Upaya Perhutani Atasi Sengketa Lahan

Manajemen Perum Perhutani menandatangani Nota Kesepahaman dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk bekerja sama atasi sengketa lahan.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 21 Mar 2014, 14:00 WIB
Sebuah rumah petani dibangun di lokasi perambahan hutan untuk membuka lahan baru di salah satu kawasan perbukitan, Kecamatan Jagong Jaget, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Manajemen Perum Perhutani menyebutkan, saat ini terdapat 115 ribu hektar (ha) lahan perhutani masih bermasalah terutama terkait sengketa lahan. Hal itu berkaitan penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan prosedur.

Guna menandatangani masalah itu, Perum Perhutani menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengambil alih lahan negara itu lewat sertifikasi.

"Kerja sama ini diharapkan ada sinkronisasi, identifikasi gelar kasus sekaligus mediasi data pertanahan terkait bidang tanah yang bermasalah, data fisik maupun yuridisnya" kata Direktur Perum Perhutani, Bambang Sukamananto, di Jakarta, Jumat,(21/3/2014).

Ia menjelaskan, secara yuridis lahan atau bidang tanah yang dikelola oleh Perhutani diatur lewat Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan Undang-undang (UU) Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria.

Pihaknya mengatakan lahan wilayah kerja atau kawasan hutan Perhutani seluas 2,4 juta ha. Jumlah tersebut tersebar di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Selain itu, untuk aset Perum Perhutani berupa rumah dinas dan aset tanah seluruhnya 25.909.258 meter persegi. Dari jumlah ini, sebanyak 4,86 juta meter persegi belum bersertifikat.

Ia menyadari, untuk mengambil alih lahan tersebut bukanlah langkah yang mudah. Pihaknya telah berupaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan melibatkan instansi berwenang. "Ini tugas yang berat, peninggalan zaman dulu" kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya