Sukses

X Alias Twitter Dinilai Gagal Cegah Ujaran Kebencian hingga Islamofobia

Berdasarkan sebuah penelitian terbaru dari Center for Countering Digital Hate (CCDH), Twitter alias X dilaporkan gagal dalam memoderasi ujaran kebencian, mulai dari konspirasi antisemit, pemuja Hitler hingga merendahkan umat Islam dan Palestina.

Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan sebuah penelitian terbaru dari Center for Countering Digital Hate (CCDH), Twitter alias X dilaporkan gagal dalam memoderasi ujaran kebencian. Mulai dari konspirasi antisemit, pemuja Hitler, hingga merendahkan umat Islam dan Palestina (Islamofobia). 

Per 31 Oktober 2023, melalui alat pelaporan X, setiap postingan di platform tersebut dilaporkan membahas dan update terhadap informasi mengenai konflik yang sedang berlangsung.

Dengan alat pelaporan X atau Twitter tersebut, pengguna bisa menandai postingan yang mengandung ujaran/simbol/logo kebencian, penghinaan, stereotip rasis atau seksis, dehumanisasi, dan diskriminasi.

Dilansir Tech Crunch, Kamis (16/11/2023), CCDH telah mengumpulkan 200 sampel postingan dari 101 akun X yang menampilkan tweet mengandung ujaran kebencian.

Adapun sebanyak 196 dari 200 sampel postingan tersebut, terpantau masih online. Sementara satu akun ditangguhkan setelah dilaporkan dan dua akun “dikunci”.

Dan dari 101 akun di aplikasi X yang dijadikan sampel, sebanyak 82 akun adalah akun terverifikasi berbayar dengan centang biru.

Dari contoh postingan yang disertakan dalam laporan CCDH, beberapa di antaranya kini diberi label yang bertuliskan “Visibilitas terbatas: Postingan ini mungkin melanggar aturan X terhadap Perilaku Kebencian.” 

Konten lainnya, termasuk postingan yang mempromosikan konspirasi antisemit dan menggunakan bahasa yang tidak manusiawi untuk menormalisasi kekerasan terhadap Muslim, tetap online tanpa label.

“X berusaha meyakinkan pengiklan dan masyarakat bahwa mereka mampu menangani ujaran kebencian. Namun, penelitian kami menunjukkan bahwa ini hanyalah kata-kata kosong,” kata CEO Center for Countering Digital Hate, Imran Ahmed. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Elon Musk Ubah Pedoman Keselamatan X

Dalam pedoman keselamatannya, X menyatakan bahwa pengguna “tidak boleh menyerang orang lain berdasarkan ras, etnis, asal kebangsaan, kasta, orientasi seksual, gender, identitas gender, afiliasi agama, usia, disabilitas, atau penyakit serius.” 

Kini, di bawah kepemimpinan Elon Musk, perusahaan telah mengurangi tenaga kerja moderasi konten, membatalkan kebijakan keselamatan yang melindungi kelompok marginal, dan mengizinkan pengguna X yang sempat di-banned kembali aktif di platform tersebut.

Bahkan, pada 2023 ini, X mengajukan gugatan terhadap CCDH , dengan tuduhan bahwa organisasi nirlaba tersebut menggunakan data di platformnya tanpa izin dan dengan sengaja merusak bisnis periklanan perusahaan tersebut. 

CCDH menyatakan bahwa X menggunakan ancaman hukum untuk membungkam penelitiannya, yang menjadi faktor utama dalam sejumlah laporan tentang lemahnya moderasi konten X di bawah kepemimpinan Elon Musk.

Pada hari yang sama ketika CCDH merilis laporan barunya, X menerbitkan postingan blog yang menggembar-gemborkan sistem moderasi kontennya selama konflik yang sedang berlangsung di Israel dan Gaza. 

Perusahaan mengatakan bahwa mereka telah mengambil tindakan terhadap lebih dari 325.000 konten yang melanggar Ketentuan Layanannya. Tindakan tersebut mencakup pembatasan jangkauan postingan, penghapusan postingan, atau penangguhan akun.

3 dari 4 halaman

Uni Eropa Peringatkan Elon Musk Mengenai Cara Twitter Tangani Hoaks Soal Konflik Hamas dan Israel

Sebelumnya, pejabat di Komisi Uni Eropa memberi peringatan ke Elon Musk tentang banyaknya misinformasi yang tersebar di platform X alias Twitter, mengenai konflik antara kelompok Hamas dan tentara Israel.

Komisioner Uni Eropa Thierry Breton mengirimkan surat yang sifatnya darurat. Isinya mempertanyakan cara perusahaan menangani misinformasi dan tanggung jawab X di bawah undang-undang Digital Services Act.

Mengutip Engadget, Rabu (11/10/2023), surat tersebut dikirimkan seiring para peneliti dan pengecek fakta memperingatkan mengenai gelombang misinformasi di X alias Twitter terkait serangan Hamas ke Israel.

Sebelumnya, langkah Elon Musk di Twitter adalah menghilangkan headlines alias judul berita dari link yang dibagikan di Twitter. Hal ini ia lakukan karena menilai foto dan tweet cenderung lebih estetik dibandingkan jika ada judul beritanya.

Langkah Elon Musk ini membuat pengguna jadi lebih sulit menemukan berita terpercaya. Pengguna yang telah terverifikasi juga sering berbagi video viral dari konten yang sama sekali tak terkait konflik tetapi menyebutnya sebagai adegan dari konflik Hamas Israel yang telah berlangsung.

4 dari 4 halaman

Hoaks Video Hamas Tembak Israel, Ternyata dari Video Game

Brenton secara khusus juga menyoroti penyebaran gambar dan informasi palsu yang dimanipulasi dan beredar di Twitter alias X. Misalnya, penggunaan ulang gambar lama dari konflik tak terkait atau rekaman militer yang sebenarnya berasal dari video game.

Ia pun menyoroti soal kebijakan kepentingan publik yang baru diubah oleh Twitter, yakni menghilangkan judul berita di unggahan link.

Menurutnya, perubahan itu justru membuat banyka pengguna tak merasa yakin dengan jenis konten yang diizinkan di platform tersebut.

Brenton juga berkata, X tidak merespon dengan tepat permintaannya untuk mengatasi konten yang kemungkinan ilegal di platformnya.

"Ketika Anda menerima pemberitahuan konten ilegal di Uni Eropa, Anda harus segera dan objektif dalam mengambil tindakan serta menghapus konten jika diperlukan," kata Brenton.

Sejauh ini, Twitter alias X tidak merespon permintaan komentar mengenai hal ini. Namun Elon Musk membalas permintaan itu di akun Twitternya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.