Sukses

Kelompok Hak Sipil Muslim Tuntut Facebook Terkait Ujaran Kebencian

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah kelompok hak sipil Muslim menggugat Facebook dan eksekutifnya, yang menuduh CEO Mark Zuckerberg membuat pernyataan "palsu dan menipu" kepada kongres, ketika dia mengatakan perusahaan telah menghapus ujaran kebencian dan materi lain yang melanggar aturan.

Gugatan yang diajukan oleh Muslim Advocates di Washington, DC, Amerika Serikat (AS) ke Pengadilan Tinggi, mengklaim Zuckerberg dan eksekutif senior lainnya terlibat dalam kampanye terkoordinasi untuk meyakinkan publik, perwakilan terpilih, pejabat federal dan pemimpin nirlaba di ibu kota negara itu, bahwa Facebook adalah produk yang aman.

Gugatan tersebut mengklaim Facebook berulang kali diperingatkan tentang ujaran kebencian dan seruan untuk melakukan kekerasan di platform-nya. Perusahaan juga dituduh tidak melakukan apa pun atau aksinya dalam menangkal ujaran kebencian dianggap sangat sedikit.

"(Facebook) membuat pernyataan palsu dan menipu tentang penghapusan konten yang penuh kebencian dan melanggar undang-undang perlindungan konsumen District of Columbia dan larangan penipuan," demikian isi gugatan itu sebagaimana dilansir New York Post, Senin (12/4/2021).

"Setiap hari, orang dibombardir dengan konten berbahaya yang melanggar kebijakan Facebook tentang perkataan yang mendorong kebencian, penindasan, pelecehan, organisasi berbahaya, dan kekerasan. Serangan kebencian dan anti-Muslim sangat menyebar di Facebook," klaim Muslim Advocates.

 

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pernyataan Facebook

Facebook dengan tegas mengatakan tidak mengizinkan ujaran kebencian di platform-nya dan terus bekerja sama dengan para ahli, nirlaba dan pemangku kepentingan untuk membantu memastikan Facebook adalah tempat yang aman bagi semua orang.

Perusahaan menambahkan, pihaknya juga telah berinvestasi dalam hal teknologi kecerdasan buatan guna menghapus perkataan yang mendorong kebencian dan secara proaktif mendeteksi 97 persen dari apa yang dihapusnya.

Di sisi lain, Facebook menolak berkomentar di luar pernyataan tersebut, dan tidak menjawab tuduhan yang dilayangkan Muslim Advocates.

Salah satunya terkait isi gugatan yang mengutip penelitian dari profesor Megan Squire dari Universitas Elon, yang menerbitkan penelitian tentang kelompok anti-Muslim di Facebook.

 

3 dari 3 halaman

Kebijakan Ujaran Kebencian Facebook

Kebijakan ujaran kebencian Facebook melarang penargetan seseorang atau grup dengan "ucapan atau citra yang tidak manusiawi", seruan untuk melakukan kekerasan, rujukan ke subhumanitas dan inferioritas serta generalisasi yang menyatakan inferioritas.

Kebijakan itu berlaku untuk serangan atas dasar ras, agama, asal kebangsaan, kecacatan, afiliasi agama, kasta, orientasi seksual, jenis kelamin, identitas gender, dan penyakit serius.

Namun dalam satu contoh pada 25 April 2018, Squire melaporkan ke Facebook sebuah grup bernama Purge Worldwide. Masih menurut gugatan tersebut. Deskripsi grup itu berbunyi: "Ini adalah grup anti Islam, sebuah temat untuk berbagi informasi tentang apa yang terjadi di bagian dunia Anda."

Facebook kemudian menjawab bahwa mereka tidak akan menghapus grup atau konten tersebut. Gugatan itu mengutip contoh lain dari grup dengan nama seperti "Kematian untuk Membunuh Anggota Sekte Muslim Islam" dan "Najis Islam" yang tidak dihapus Facebook meskipun sudah dilaporkan.

Padahal, kebijakan Facebook melarang "referensi atau perbandingan dengan 'kenajisan'" atas dasar agama. Dalam kasus terakhir, Facebook memang menghapus beberapa kiriman dari grup, tetapi tidak dari grup itu sendiri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.