Sukses

Suku Bunga Acuan Bank Indonesia Naik, Emiten Ini Menadah Cuan

Pengamat Pasar Modal Lanjar Nafi menilai kenaikan suku bunga BI tersebut mengejutkan. Lalu apa emiten yang mendapatkan manfaat dari kenaikan suku bunga acuan?

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang kembali menaikkan suku bunga acuan menjadi 6 persen berpotensi menguntungkan sejumlah emiten. Lantas, emiten sektor apa saja yang diuntungkan kebijakan tersebut?

Pengamat Pasar Modal Lanjar Nafi menilai kenaikan suku bunga BI tersebut mengejutkan. Ini mengingat dari survei Bloomberg hanya 1 dari 31 ekonom yang memperkirakan kenaikan tersebut dan keputusan tersebut merupakan kenaikan suku bunga pertama sejak Januari. 

"BI mengambil tindakan ini untuk mendukung Rupiah karena meningkatnya risiko dari konflik di Israel dan Palestina. Sementara BI mempertimbangkan inflasi masih dalam kendali sehingga ketidakpastian di pasar keuangan memerlukan respons kebijakan yang lebih kuat yakni kenaikan suku bunga," kata dia kepada Liputan6.com, ditulis Senin (22/10/2023).

Menurut ia, dengan kenaikan suku bunga Bank Indonesia tersebut sektor keuangan dan sektor konsumer diyakini bakal diuntungkan. 

Sebab, bank-bank dan lembaga keuangan mungkin mengalami keuntungan nantinya karena mereka dapat menaikkan suku bunga pada pinjaman dan deposito, yang pada gilirannya dapat meningkatkan margin keuntungan mereka.

Selain itu, untuk sektor konsumer, kenaikan suku bunga dapat membantu menjaga stabilitas Rupiah terhadap USD, yang dapat mencegah depresiasi mata uang dan inflasi yang tinggi. Hal itu dapat menguntungkan sektor konsumen dengan daya beli dapat bertahan dan biaya produksi atau pembelian produk import yang lebih stabil.

Bagi para investor, ia merekomendasikan saham BBCA, BBRI, BMRI, UNVR, ICBP, MAPI untuk dapat dipertimbangkan. 

Sementara itu, Pengamat Pasar Modal Desmond Wira mengatakan, kenaikan suku bunga acuan kemungkinan akan membuat saham-saham perbankan mengalami koreksi dalam jangka pendek. Namun, secara jangka panjang saham perbankan masih cukup prospektif.

"Kenaikan suku bunga acuan berpotensi mengurangi jumlah konsumen yang mengambil kredit baru," kata dia.

Desmond merekomendasikan akumulasi beli saham-saham perbankan berkapitalisasi besar (big caps) ketika sedang koreksi. Saham-saham demikian masih tergolong menarik untuk investasi secara jangka panjang.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menelisik Prospek Emiten Properti dan Otomotif di Tengah Kenaikan Suku Bunga BI

Sebelumnya diberitakan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) 25 basis poin menjadi 6 persen dari sebelumnya sebesar 5,75 persen. Lantas, emiten apa saja yang terdampak oleh kenaikan suku bunga BI?

Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Axell Ebenhaezer menilai naiknya suku bunga tersebut menjadi sentimen negatif untuk emiten-emiten properti dan juga otomotif. Ini mengingat mayoritas pembelian properti dan kendaraan otomotif di Indonesia menggunakan kredit. 

"Suku bunga yang lebih tinggi akan membuat para konsumer berpikir dua kali untuk membeli, alhasil berdampak negatif terhadap penjualan emiten properti dan otomotif. Jadinya, kinerja para emiten untuk kedua sektor ini di kuartal IV 2023 kemungkinan menurun tipis QoQ dibanding kuartal III 2023," ujar dia kepada Liputan6.com, ditulis Minggu (22/10/2023).

Dia bilang, sentimen paling penting yang perlu dicermati para investor ke depan adalah kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) dan pergerakan bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) yang memiliki dampak besar terhadap nilai tukar USD atau IDR (Rupiah). Sebab, hal itu menjadi faktor penting dalam penentuan kebijakan moneter BI ke depannya. 

 

 

3 dari 4 halaman

Prediksi Kinerja Sektor Properti dan Otomotif

Sementara itu, Pengamat Pasar Modal Desmond Wira mengatakan, emiten properti atau otomotif biasanya terkena dampak negatif usai suku bunga acuan meningkat. Sebab, mayoritas penjualan kendaraan di Indonesia melalui sarana kredit.

Menurut ia, penjualan properti maupun otomotif biasanya mengalami penurunan saat suku bunga BI naik. Sehingga, ia menilai kemungkinan kinerja dua sektor tersebut pun menurun.

"Selain bunga naik, pelemahan Rupiah juga menjadi beban tambahan karena spare part kendaraan berpotensi naik harganya. Hal ini semakin menambah turunnya minat beli konsumen," kata dia.

Dia bilang, sebaiknya investor mengurangi porsi saham sektor otomotif dan properti di tengah kenaikan suku bunga. 

 

4 dari 4 halaman

Suku Bunga BI Naik jadi 6% di Oktober 2023

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) 25 basis poin menjadi 6 persen dari sebelumnya sebesar 5,75 persen.

"Rapat RDG Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers, Kamis (19/10/2023).

Sama halnya dengan BI7DRR, suku bunga Deposit Facility juga dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen dari sebelumnya 5,00 persen, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75 persen dari sebelumnya 6,50 persen.

 Perry menegaskan, kenaikan tersebut untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkat tingginya ktidakpastian global, sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor.

"Sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3,0±1 persen pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024," ujarnya.

Sementara itu, kebijakan makroprudensial longgar diperkuat dengan efektivitas implementasi kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dan menurunkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial untuk mendorong kredit pembiayaan lebih lanjut bagi pertumbuhan ekonomi nasioanl.

Demikian pula, digitalisasi sistem pembayaran terus ditingkatkan untuk memperluas inklusi ekonomi dan keuangan digital, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini