Sukses

Sejarah Perjalanan Batik Solo yang Berawal dari Keraton

Terus mengalami perkembangan, batik Solo pun hadir dalam bentuk ragam inovasi hingga diterima di panggung mode masa kini

Diperbarui 01 Mei 2025, 00:00 WIB Diterbitkan 01 Mei 2025, 00:00 WIB

Liputan6.com, Solo - Solo merupakan salah satu kota yang terkenal dengan batiknya. Keberadaan batik yang hingga sekarang masih sangat populer di Solo telah melalui perjalanan panjang penuh sejarah.

Batik Solo berawal dari ranah keraton. Terus mengalami perkembangan, batik Solo pun hadir dalam bentuk ragam inovasi hingga diterima di panggung mode masa kini.

Mengutip dari laman Indonesia Kaya, batik mengalami perkembangan pesat di masa Mataram Islam. Usai perjanjian Giyanti pada 1755, batik keraton berkembang secara mandiri di Yogyakarta dan Surakarta.

Perkembangan batik di masing-masing keraton pun memiliki gaya khasnya. Paku Buwana IV memperkenalkan gaya Surakarta yang kemudian lebih dikenal sebagai batik Solo.

Batik Solo dari Kasunanan Surakarta memiliki beberapa motif, seperti sawat (sayap atau ekor garuda) yang melambangkan mahkota raja, meru (gunung dalam mitologi Hindu) untuk kebesaran atau keagungan, naga (ular besar) sebagai perlambangan angin atau angkasa, serta geni (api) sebagai nyala api.

Tak hanya di Kasunanan Surakarta, batik Solo juga memiliki jenis atau motif lain yang berkembang di Pura Mangkunegaran, seperti buketan pakis, sapanti nata, ole-ole, wahyu tumurun, parang kesit barong, parang sondher, parang klitihik glebag, seruni, dan liris cemeng.

 

2 dari 2 halaman

Ke Luar Keraton

Seiring berjalannya waktu, batik mulai menjalar ke lingkungan luar keraton. Para saudagar batik mulai mengelola dan menjual batik.

Umumnya, mereka mengambil ragam hias batik keraton dan memodifikasinya dengan selera pasar. Hal ini sejalan dengan berkembangnya teknik pembuatan batik, misalnya dari yang semula teknik cap dari kayu beralih ke tembaga.

Perkembangan ini membuat pertumbuhan yang sangat pesat terhadap batik. Dari sini pula, lahir sentra industri atau dikenal sebagai Kampung Batik Laweyan di Laweyan dan Kauman.

Laweyan mulai dikenal sebagai sentra industri batik pada pertengahan abad ke-19. Beragam motif batik juga berkembang di Laweyan.

Saat ini, ada lebih dari 250 motif batik Solo yang sudah dipatenkan. Batik khas Solo ini memiliki ciri khas berupa warnanya yang lebih terang dan tak terikat kuat dengan motif keraton.

Sementara itu di Kauman, tradisi membatik dengan motif-motif keraton masih terus dilestarikan oleh para abdi dalem. Kauman yang saat ini juga menjadi salah satu sentra batik merupakan permukiman para abdi dalem Keraton Kasunanan pada masa lalu, tepatnya di sebelah barat alun-alun keraton.

Para istri abdi dalem menjalankan usaha batik sebagai pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan keluarga maupun pesanan dari keraton. Sejak saat itu, bisnis batik berkembang di kawasan Kauman.

Produksi batik yang diproduksi abdi dalem memiliki standar motif klasik yang diproduksi khusus untuk pakaian para bangsawan dan raja. Sementara untuk pasar umum, mereka menciptakan motif batik yang berbeda tetapi tetap memancarkan aura kemewahan khas bangsawan.

Seni batik di Kampung Kauman terbagi menjadi tiga jenis, yakni batik tulis dengan motif klasik, batik cap murni, dan batik kombinasi tulis-cap. Hingga kini, kawasan Laweyan dan Kauman masih menjadi sentra batik Solo sekaligus destinasi wisata di Kota Surakarta.

Penulis: Resla