Sukses

Inasua, Metode Tradisional Fermentasi Ikan ala Masyarakat Maluku

Saat ini, bahan baku inasua sangat beragam, mulai dari ikan bobara, ikan kakatua, ikan kerong-kerong, ikan ekor kuning, hingga ikan gurara.

Liputan6.com, Maluku - Maluku Tengah memiliki kearifan lokal berupa pengolahan ikan yang diakui pemerintah sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) sejak 2015. Olahan ikan melalui proses fermentasi tersebut bernama inasua.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, inasua adalah produk fermentasi ikan khas masyarakat Teon, Nila, dan Serua yang saat ini bermukim di Maluku Tengah, Maluku. Olahan ikan ini dibuat melalui fermentasi spontan.

Metode inasua mengolah ikan tidak dengan cara dikeringkan, melainkan direndam dalam larutan garam. Awalnya, inasua dibuat dari ikan babi (Ruvettus tydemani weber), yakni ikan berminyak (oilfish) yang biasa ditemukan di sekitar Perairan Laut Banda.

Wilayah kain memanfaatkan ikan ini sebagai pencahar karena memiliki efek laksatif. Karena semakin sulit ditemukan, masyarakat pun menggantinya dengan ikan karang jenis lain.

Saat ini, bahan baku inasua sangat beragam, mulai dari ikan bobara, ikan kakatua, ikan kerong-kerong, ikan ekor kuning, hingga ikan gurara. Inasua bisa diolah dengan hanya menggunakan garam sebagai pengawet, tetapi bisa juga dengan menambahkan nira.

Inasua umumnya memiliki dua jenis, yakni inasua tanpa nira dan inasua nira. Inasua nira memiliki tekstur lebih lembut dengan aroma senyawa volatil khas, sedangkan inasua tanpa nira memiliki tekstur padat dan agak masir dengan rasa cenderung sangat asin dan kurang beraroma.

Selain itu, inasua nira memiliki masa simpan lebih panjang dibandingkan inasua tanpa nira. Inasua nira juga memiliki rasa lebih gurih karena memiliki kandungan asam glutamat lebih tinggi.

Inasua terdiri dari dua suku kata, yaitu 'ina' dan 'sua'. Ina berarti ikan, sedangkan sua berarti garam.

Saat ini, metode inasua juga sudah banyak dilakukan di Waipia karena masyarakat Teon, Nila, dan Serua telah bermukim di Waipia. Pembuatan inasua ini dilakukan karena kebutuhan mengkonsumsi ikan masyarakat setempat sangat tinggi, tetapi terkendala cuaca.

Pasalnya, saat musim angina, masyarakat tidak dapat melaut. Mereka pun menggunakan metode inasua untuk menyetok ikan agar lebih awet.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.