Sukses

Mallanca, Ucapan Syukur Lewat Tradisi Adu Betis di Sulawesi Selatan

Tradisi unik ini juga dilakukan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan.

Liputan6.com, Makassar - Untuk mengakhiri masa panen raya sekaligus bentuk ucapan syukur atas hasil panen yang didapat, setiap tahunnya masyarakat Sulawesi Selatan melakukan tradisi adu betis atau yang lebih dikenal dengan sebutan mallanca. Umumnya, mallanca dilakukan oleh masyarakat Bugis, Makassar, dan Toraja.

Mallanca berasal dari kata 'lanca' yang berarti menyepak menggunakan tulang kering. Sementara itu, sasarannya adalah ganca-ganca atau bagian kaki di atas tumit.

Permainan yang biasanya dilakukan oleh sekumpulan pria ini, di Kecamatan Moncongloe, Bone, Sulawesi Selatan, tradisi ini diselenggarakan di makam Gallarang Moncongloe. Makam tersebut merupakan makam leluhur desa Moncongloe yang merupakan paman dari Raja Gowa, Sultan Alauddin.

Sebelum tradisi berlangsung, biasanya akan diadakan acara makan besar. Kumpulan pria yang akan mengikuti permainan adu betis ini kemudian akan dibagi ke dalam dua tim, yang tiap timnya terdiri dari dua anggota.

Dua orang dari masing-masing tim inilah yang nantinya akan menjadi penendang dan pemasang kuda-kuda. Tim yang memasang kuda-kuda harus memastikan tidak jatuh saat betisnya dihantam oleh kaki lawan.

Permainan yang dilakukan di dalam sebuah lingkaran besar ini biasanya berlangsung selama empat jam. Namun, hal yang perlu ditekankan adalah tradisi ini bukan sebuah kompetisi, sehingga tidak memiliki pemenang.

Tradisi adu betis ini hanya bertujuan untuk mengetahui kekuatan setiap pemain serta untuk mengingat jasa leluhur yang telah menjaga kerajaan Bone. Tradisi mallanca hanya dilakukan satu tahun sekali karena sawah di Moncongloe hanya panen setiap setahun sekali.

Jika diperhatikan, tradisi ini memiliki makna yang mendalam dan mengandung nilai-nilai yang bermanfaat. Tradisi ini sarat akan nilai kebersamaan yang tercermin dari kebersamaan masyarakat setempat saat bersama-sama memeriahkan tradisi ini.

Adu betis pada dasarnya juga merupakan sebuah bentuk kearifan lokal. Kearifan lokal ini terus dijaga sehingga dapat mempertahankan tradisi leluhur yang memiliki nilai solidaritas, patriotisme, serta kebersamaan.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.