Sukses

KLHK Ambil Alih Lahan 1,1 Juta Hektare Hutan Jawa, Pakar Kehutanan di Blora Gusar

Sejumlah pakar kehutanan menolak Kementerian LHK atas penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) di Jateng, Jatim, Jabat, dan Banten.

Liputan6.com, Blora - Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menetapkan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten, menyisakan cerita. Sejumlah pakar kehutanan gusar dan menolak terkait keputusan tersebut.

"Yang jelas saya tolak KHDPK, karena apa, dengan kondisi perhutani sekarang di tanah jawa itu jujur secara ekologi tegakannya berkurang. secara sosial, nanti itu akan terjadi konflik," ujar Ketua Umum Serimba-PPHT, Eko Prasetianto kepada Liputan6.com, di Pendopo Sedulur Sikep, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora, Minggu (19/6/2022).

Demi menggelorakan penolakan keputusan tersebut, diakuinya yakni dengan cara menggandeng sejumlah elemen masyarakat. Termasuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Pemangku adat dan budaya, serta bekerjasama dengan serikat yang ada didalam tubuh Perhutani untuk menyamakan persepsi bersama-sama.

Ia juga mengaku siap turut serta audiensi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama-sama jika diinginkan.

"Insyaallah kalau memang dari teman-teman menginginkan kami mengikuti, kami akan mengikuti, karena kami juga bersama dengan Lembaga Bersahaja. Kebetulan kami dengan lembaga yang diketuai pak Hariadi Himawan sudah membuat nota kesepakatan untuk melakukan judicial review," ungkapnya.

Dalam kesempatan ini, Eko memberikan seruan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar hutan untuk turut mengamankan serta melestarikan hutan.

"Saya serukan kepada masyarakat sekitar hutan, amankan hutan lestarikan huta, jaga hutan ini supaya hubungan baik Perhutani dengan masyarakat desa hutan tetap harmonis," ucapnya.

Ketua Umum Lembaga Bersahaja, Hariadi Himawan menambahkan bahwa untuk menyikapi ketetapan KHDPK, langkahnya yakni dengan cara memperkuat kesadaran publik atas pentingnya hutan jawa.

"Publik harus sadar juga bahwa hutan jawa ini kalau sampai rusak, sampai tidak selamat, yang hancur peradaban. Karena apa, penduduk jawa sudah 152 juta sensus terakhir. Hutan jawa sendiri hanya tinggal 16,6 persen kan," kata Hariadi.

Eks dewan pengawas Perhutani ini mengatakan, pihaknya juga akan segera berkirim surat resmi kepada pemerintah terkait permasalahan yang bikin gusar banyak pihak yang peduli dengan hutan.

"Dan terakhir kemungkinan JR (judicial review)," ujar Hariadi.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Separuh Blora Kawasan Hutan

Pakar Kehutanan dari Alumni Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Pujiariyanto juga menyebut bahwa hampir separuh Kabupaten Blora adalah kawasan hutan. Dirinya menganggap setiap kebijakan apapun yang terkait hutan pasti akan berpengaruh dengan kehidupan masyarakat setempat.

"Oleh sebab itu, pak bupati nanti setelah audiensi baru akan memberikan keterangan resmi atau sikap resmi terkait pemerintah Kabupaten Blora," katanya.

Ia mengungkapkan bahwa langkah tersebut perlu dilakukan lantaran menyangkut dengan visi misi Bupati Blora. Serta, semata-mata berkaitan juga dengan kesejahteraan masyarakat Blora.

Jika melihat keputusan Menteri LHK Siti Nurbaya yang tertuang dalam SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang KHDPK, maka ada perubahan pengelolaan 1,1 juta hektare kawasan hutan di Jawa yang akan kembali dikelola oleh kementerian terkait.

"Kalau untuk Kabupaten Blora sendiri sampai saat ini belum tahu, berapa luas dari 9.426 hektare (46,23 persen) yang nantinya akan di KHDPK kan, kita belum tahu," terangnya.

Pujiariyanto, yang juga alumni Universitas Yamaguchi Jepang ini mencermati terbitan SK yang diterbitkan di Jakarta pada tanggal 5 April 2022 itu belum gamblang, lantaran belum menyertakan peta resminya pengambilalihan kelola hutan. Serta, baru menyebutkan luasan hektare wilayah hutan Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten yang diambil alih.

"Jadi untuk Kawasan Pemangku Hutan (KPH) masing-masing kabupaten itu belum tahu," katanya.

"Oleh sebab itulah, makanya kita juga pengen tahu kejelasannya seperti apa. Kita juga bersurat ke bu Menteri dan mudah-mudahan ini segera di respons," tambahnya, diketahui juga merupakan ASN yang menjabat sebagai Sekretaris Bappeda Blora.

Dalam kesempatan ini, Pujiariyanto menegaskan bahwa dirinya turut memberikan komentarnya bukan mewakili Pemerintah Kabupaten Blora, tapi sebagai salah satu rimbawan jebolan kehutanan yang mengetahui adanya rencana audiensi untuk Blora.

"Apakah kebijakan itu nanti bisa ditinjau kembali ataukah direvisi atau bahkan dicabut, karena melihat disituasi kabupaten ini sudah kurang kondusif," katanya.

Diketahui, pertemuan bertajuk 'Silaturahmi Sambung Rasa Selamatkan Hutan Jawa dari Kehancuran dan Kezaliman' ini dihadiri sejumlah pihak pemerhati hutan di pendopo sedulur sikep Desa Sambongrejo. Antara lain Ketua Umum Serimba-PPHT Eko Prasetianto, Ketua Umum Lembaga Bersahaja Hariadi Himawan, Dewan Pimpinan Pusat Sedulur Sikep Samin Pramugi Prawiro Wijaya dan perwakilan LMDH di Blora dan perwakilan karyawan Perhutani yang menolak ketetapan KHDPK.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.