Sukses

Menakar Vonis Pelajar SMK Pencuri Ponsel di Bengkulu

Benarkah G penjahat, pelaku kriminal yang harus berhadapan dengan proses hukum di PN Bengkulu dan terancam hukuman berat?

Liputan6.com, Bengkulu - G (17), pelajar salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Kaur harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Kota Bengkulu pada Kamis 17 Februari 2022. G didakwa melanggar Pasal 363 ayat 1 ke 4 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan.

Tidak main-main, ancaman hukuman pasal tersebut adalah hukuman 7 tahun penjara karena dia secara sengaja berdua dengan temannya berinisial R terbukti mencuri telepon seluler atau ponsel temannya pada malam hari di kamar kontrakan di kawasan Pintu Batu Kota Bengkulu.

Benarkah G penjahat, pelaku kriminal yang harus berhadapan dengan proses hukum di PN Bengkulu dan terancam hukuman berat? Apakah tidak ada kata maaf untuk G? Berikut hasil penelusuran Liputan6.com untuk kasus yang menyita perhatian publik di Bengkulu dalam beberapa hari ini.

G, adalah pelajar SMK di Kabupaten Kaur yang berdampingan langsung dengan Provinsi Lampung. Jarak tempuh dari kediamannya ke Kota Bengkulu memakan waktu 6 jam melalui jalur perjalanan darat. G kurang mendapat kasih sayang dari sang Ayah, karena ibu dan ayahnya sudah berpisah rumah. Ibundanya sendiri, Y, harus membesarkan dan menyekolahkan 3 orang anak dengan sekuat tenaga.

Gio yang praktik magang di salah satu bengkel sepeda motor harus menjalankan program magang selama beberapa bulan. Untungnya, bengkel tempatnya magang mau mengeluarkan biaya untuk membantu pelajar yang datang dari luar kota untuk sekadar biaya makan.

G datang bersama B, korban pencurian, ke Bengkulu untuk menjalankan program Praktik Kerja Lapangan (PKL) sebagai salah satu syarat pelajar SMK dalam menempuh pendidikan menengah atas.

Sumber Liputan6.com menyebutkan, G sempat mengalami sakit dan beberapa waktu tidak masuk magang. Artinya, dia tidak mendapat biaya makan dan harus mengadu kepada orangtuanya.

Ibunda G yang juga mengalami sakit harus datang ke Bengkulu untuk melihat kondisi sang buah hati. Karena keterbatasan ekonomi, dia hanya menjenguk dan menitipkan uang sekadar untuk makan seadanya.

"Ibunya hanya meninggalkan uang 27 ribu rupiah saja, itupun untuk makan selama satu minggu," jelas sumber Liputan6.com yang tidak mau disebut identitasnya.

Menurutnya, apa yang dilakukan G, dengan mencuri ponsel rekannya itu, tentu saja karena kondisi dan keterpaksaan, karena tuntutan perut lapar.

Setelah G ditangkap dan diperiksa kepolisian, upaya damai sudah dilakukan. Keterangan perdamaian tertanggal 31 Januari 2022 sudah ditandatangani dengan legalitas yang diakui Ketua RT II, ketua RW 01 dan Lurah Kelurahan Pintu Batu Kota Bengkulu juga sudah diserahkan kepada penyidik kepolisian.

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ibunda Mohon Pengampunan

Ibunda G, Y mendapat kabar melalui saluran telepon bahwa anaknya sudah dipindahkan dari kantor polisi ke Lembaga Pemasyarakatan khusus anak. Dengan kondisi yang baru saja sembuh dari sakit, tiba di Bengkulu pada hari Rabu dan menerima surat pemberitahuan, bahwa anak kesayangannya akan diadili di meja hijau PN Bengkulu pada keesokan harinya.

"Saya ini orang bodoh tidak mengerti soal hukum, mau bertanya kepada siapa dan saya takut salah," ungkap Y.

Dia pun mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Bengkulu untuk bertanya dan memohon supaya anaknya diampuni dan tidak harus berhdapan dengan persidangan. Karena, dia mengaku sudah menyerahkan surat perdamaian dengan korban. Bahkan sudah mengganti Handphone Budi yang dibelinya dengan harga Satu Juta Tiga Ratus Ribu Rupiah itu.

"Pak Jaksa mengatakan sudah tidak bisa dan meminta kami mengikuti saja prosesnya," ujar Yuliharni.

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Bengkulu Ricky Ramadhan mengaku sudah berupaya untuk memberlakukan Restorative Justice untuk G. Namun, karena keterbatasan waktu mereka tidak bisa memenuhi prosedur tersebut. Menurutnya, waktu penahanan hanya 5 hari. Mereka terpaksa melimpahkan berkas ke pengadilan untuk disidangkan.

"Kami berupaya menghubungi keluarga tersangka dan korban, tetapi kami menunggu dalam 4 hari tidak datang, akhirnya berkas kami limpahkan," jelas Ricky.

Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Agnes Triani turun tangan menengahi masalah ini. Menurutnya, upaya untuk memberikan fasilitas Restotayive Justice sudah dilakukan. tetapi terkendala beberapa hal. Salah satunya adalah ancaman hukuman lebih dari lima tahun. Meskipun sudah ada perdamaian dan suratnya sudah diserahkan kepada penyidik kepolisian, tetapi aturan kejaksaan, harus ada kesepakatan antara keluarga korban dan tersangka di hadapan Jaksa Penuntut Umum.

"Meskipun upaya Restorative Justice gagal, kami pastikan akan melakukan penuntutan dengan hati nurani," janji Agnes Triani.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.