Sukses

Komentari Kasus Predator Seksual di Bandung, Anggota DPR Farhan: Jangan Dipolitisasi

Percepatan pengesahan RUU TPKS tersebut agar menumbuhkan kesadaran hukum dalam pikiran masyarakat secara proporsional.

Liputan6.com, Cirebon - Kasus predator seksual yang terjadi di Bandung maupun beberapa daerah lain memicu anggota DPR RI Muhammad Farhan mendesak segera mengesahkan RUU TPKS atau Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Farhan menilai, para pelaku tidak hanya harus dijerat maksimal hingga kebiri untuk memutus mata rantai potensi pelecehan, tetapi juga harus dibatasi mobilitas fisik dan mobilitas sosialnya. Pasalnya, dampak perbuatan bejat pelaku merusak kondisi sosial para korban.

"Pelaku kejahatan kekerasan seksual harus menanggung beban jangka panjang, sebagai bentuk pertanggungjawaban jawaban sosial, karena korban kejahatan kekerasan seksual harus menanggung dampak jangka panjang," ujar Farhan dalam keterangan persnya, Senin (13/12/2021).

Menurut dia, terungkapnya kasus kekerasan seksual menjadi momentum untuk para legislator di senayan mengesahkan RUU TPKS.

Percepatan pengesahan RUU TPKS tersebut, jelas dia, agar menumbuhkan kesadaran hukum dalam pikiran masyarakat secara proporsional.

"Kesadaran hukum masyarakat sudah meningkat dan tidak ada alasan lagi menunda pengesahan RUU TPKS," tegasnya.

Pada kasus predator seksual yang terjadi di Bandung, kata dia, pihak yang perlu diberi ganjaran hukuman adalah pelaku. Dia menyebutkan, dalam RUU TPKS disebutkan ada pasal pemulihan korban.

Farhan menekankan Pemerintah Daerah (Pemda) hadir memberi perlindungan kepada para korban dengan intensif.

"Perlu kita apresiasi upaya DP3AKB Provinsi Jabar 7 dan ibu Atalia Kamil yang gerak cepat memberi perlindungan dan pemulihan korban, bahkan jauh sebelum kasus ini diangkat di media sosial. Perlindungan psikologis dan pemenuhan kesehatan ibu dan anak (yang masih di kandungan maupun yang sudah lahir) menjadi prioritas utama," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jangan Dipolitisasi

Sementara itu, pemenuhan hak korban sebagai anak, baik kepada sang ibu yang masih belum dewasa, termasuk anak-anak yang dikandung dan yang sudah lahir, Farhan mengajak masyarakat berkolaborasi dengan dinas terkait untuk membantu korban kekerasan seksual.

"Hindari politisasi kasus ini, apalagi sampai dihubungkan dengan Pilpres 2024. Sangat tidak manusiawi," terangnya.

Farhan menilai, dari semua pemberatan hukuman, ada satu hal yang belum diberlakukan. Yakni, pembinaan dan rehabilitasi bagi pelaku setelah menjalani hukuman.

Rehabilitasi dan pembinaan kepada pelaku, akan memberi ketentuan pembatasan mobilitas fisik dan mobilitas sosial pelaku.

"Tujuannya untuk memberikan efek jera, bahwa perilaku kekerasan seksual akan membawa dampak jangka panjang kepada kehidupan para pelaku tersebut," ujar dia.

Namun demikian, Farhan menyayangkan pidana tentang kekerasan seksual tidak termasuk dalam kategori extraordinary crime.

"Sehingga tidak bisa berlaku surut, akibatnya perilaku kejahatan kekerasan seksual tidak bisa diusut sampai ke tindakan sang pelaku di masa lalu," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.