Sukses

Wamenkumham RI: Perlu Aturan Hak Cipta Kecerdasan Artifisial 

Kecerdasan artifisial terus berkembang dan meningkat seiring perkembangan zaman. Namun kecerdasan artfisial saat ini sering disalah gunakan sehingga perlu hukum yang jelas untuk mengaturnya.

Liputan6.com, Yogyakarta - Pemerintah dan DPR diharapkan membuat aturan tegas soal perlindungan sekaligus penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan kecerdasan artifisial melalui perubahan peraturan perundang-undangan maupun lewat interpretasi penafsiran hukum.

Demikian yang mengemuka dalam Webinar Fakultas Hukum UGM yang bertajuk Kecerdasan Artifisial dan Tantangannya terhadap Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual , Kamis (14/10).

Wamenkumham RI Edward O.S Hiarej menuturkan UU tentang Hak Cipta yang ada belum memikirkan soal perlindungan kecerdasan artifisial sehingga perlu terobosan dalam konteks perlindungan hak kekayaan intelektual. Menurutnya setiap UU membutuhkan penafsiran dan interpretasi bila terdapat penemuan hukum baru di mana pelanggaran tersebut tidak ditemukan dalam aturan yang ada. 

“AI (kecerdasan artifisial) saat ini berada pada fase di mana pembentuk UU tidak memikirkan peristiwa konkret tapi harus ada refleksi filsafati yang tidak lain adalah melindungi segenap kepentingan,”katanya.

Dekan Fakultas Hukum UGM Dahliana Hasan, mengatakan perkembangan kecerdasan artifisial dan teknologi informasi semakin  maju dan sudah marak digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat seperti penggunaan deteksi wajah untuk membuka smartphone hingga layanan data pada transaksi belanja online. 

“Namun dari sisi hukum banyak tantangan dihadapi terhadap hak kekayaan intelektual,” katanya.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perkembangan Kecerdasan Aritifisial

Panji Wasmana, perwakilan dari Microsoft Indonesia, mengatakan kecerdasan artifisial mulai berkembang sejak 2016 lalu dimana AI mampu mengenali objeknya lewat deteksi wajah, kemampuan baca teks hingga kemampuan merespon bahasa. 

 “Saat ini kita hampir tidak bisa membedakan respon manusia maupun mesin,”katanya.

Meski teknologi AI memiliki kemampuan membangun persepsi lewat pembacaan visi dan percakapan para warganet, lalu kemampuan melakukan rekognisi  dengan mendalami makna tersirat dalam sebuah percakapan.

Namun begitu, teknologi AI juga meninggalkan persoalan yang perlu diatur dan dicermati oleh pemerintah lewat regulasi tentang transparansi dan keamanan data pribadi agar betul-betul digunakan dengan sebaik-baiknya oleh industri dan lembaga pemerintah.

Ia menyebutkan dalam kemampuan AI deteksi wajah di awal sebelumnya tidak semuanya dibuat bisa mewakili wajah untuk semua populasi ras di muka bumi.

Tidak hanya itu, soal teknologi deteksi wajah dan kemampuan pengenalan pola suara dan bahasa seharusnya dahulunya sulit diakses bagi mereka yang berkebutuhan khusus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.