Sukses

Upaya Mengembalikan Spirit Sedulur Sikep Samin Surosentiko di Blora

Petilasan Mbah Samin Surosentiko bakal dibangun untuk mewariskan ajaran Samin Sedulur Sikep kepada generasi penerus.

Liputan6.com, Blora - Mungkin nama Samin Surosentiko sudah tidak asing lagi di telinga orang Indonesia, khususnya orang Jawa. Tapi Samin bukan lagi sekadar nama, dia telah menjadi gerakan yang mengajarkan sedulur sikep, yaitu ajaran perlawanan terhadap penjajah dalam bentuk yang lain selain kekerasan. Tidak heran jika banyak orang menaruh simpati pada ajaran Samin.

Berangkat dari nilai-nilai adiluhung sedulur sikep yang diwariskan Samin, para tokoh masyarakat di Blora ingin mengembalikan suasana rumah di Dukuh Ploso RT 08 RW 05, Desa Kediren, Kecamatan Randublatung, menjadi seperti dahulu, saat ajaran Samin ada dan berkembang.

"Di sini kan tempat petilasan rumahnya Mbah Samin Surosentiko," ungkap Gunretno, tokoh sedulur sikep mengawali ceritanya kepada Liputan6.com belum lama ini.

Gunretno mengatakan, sekitar 20 tahun lalu dirinya bertemu dengan seorang warga bernama Mbah Randim. Yang bersangkutan, kata Gunretno, merupakan orang yang punya warisan sebidang tanah di Desa Kediren.

"Mbah Randim itu anaknya Mbah Radimah. Mbah Radimah itu rujunya Mbah Samin Surosentiko," katanya.

Pada saat bertemu Mbah Randim kala itu, Gunretno mengaku sempat menanyakan bagaimana ceritanya soal status tanah peninggalan Mbah Samin yang tidak sampai ke anak cucunya.

"Lha tanah ini bisa di katakan jika dulunya di tukar dengan kerbau, istilahnya di jual," ungkapnya.

Mengetahui jawaban itu, selanjutnya Gunretno mencoba mengurus status tanah tersebut ke seorang bernama Mbah Karjan. Yang bersangkutan, kata dia, merupakan orang yang menukar kerbau tanahnya Mbah Samin.

"Ketika saya urus, ternyata cocok dengan apa yang dikatakan Mbah Randim. Terus saya punya niat (mengganti) karena ini tanah awalnya dari sedulur sikep," terangnya.

Menurutnya, dulu Mbah Samin perjuangannya sangat besar dan bukan sebatas untuk sedulur sikep saja. Melainkan bisa jadi panutan bagi semua orang yang turut berjuang bersama-sama melawan penjajahan kolonial Belanda.

Dia menambahkan, pada saat dirinya kala itu berkomunikasi ingin mengganti tanah peninggalan Mbah Samin, dari Mbah Karjan sempat tidak bisa menjawab dan mengaku ingin ditempati sendiri.

"Jadi, kemungkinan dari awalan itu saya hampir satu-satunya yang berpikir untuk nguri-nguri tempat ini," kata Gunretno.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Petilasan Samin Surosentiko

Gunretno lalu berupaya mengajak musyawarah lingkungan desa dan sejumlah warga Randublatung yang sepemikiran sama. Tentunya semata-mata agar tanah yang jadi cikal bakal itu bisa diganti atau dijual.

"Saya minta ke dulur-dulur untuk bilang ke Mbah Karjan ternyata ya tidak gampang," katanya.

Dirinya mengaku, sempat tidak mengira jika pada 15 Maret 2021 lalu, secara tiba-tiba tanah peninggalan Mbah Samin ini diberikan dan dipasrahkan secara sah. Dia bilang, tanggal dan bulan tersebut bertepatan dengan saat Mbah Samin diasingkan ke Sawah Lunto, Sumatera Barat, pada tahun 1907.

"15 Maret kemarin tanah ini dipasrahkan ke saya, yang masrahkan mbah Ngadimah beserta anak cucunya saat pada kumpul. Saya harus mengganti apa, gimana caranya, saya ikut. Ternyata itu disahkan," kata Gunretno.

Lebih lanjut, dirinya lalu mengajak musyawarah masyarakat dari berbagai kalangan yang sepemikiran, beserta sedulur sikep untuk menjadikan tempat bersejarahnya Mbah Samin sebagai lokasi yang dirawat kembali.

"Di sini akan dibuat pendopo pengayoman karena dulunya di saat banyak orang kecil pada sumelang pengayoman, ketemunya Mbah samin," ucap Gunretno.

"Kalau sudah ada pendopo kepikirnya di sini tidak ada yang akan berdiri jadi sesepuh. Mbah Samin sendiri bilang, sesepuh iki lhak seng tuwo, tuwo iku tuwo ning akondo. Kondo seng paling tuo kui kejujuran, lha kejujuran kui sopo wae seng iso gelem nglakoni (Sesepuh itu yang tua. Tua itu tua perkataan. Perkataan yang paling tua itu kejujuran, lha kejujuran itu siapa saja yang bisa melakukan," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.