Sukses

Sawi dan Kisah Perjuangan Pemuda Difabel Hidupi Keluarganya di NTT

Keterbatasan fisik bukanlah alasan untuk membatasi kita untuk bekerja apalagi menutup diri terhadap lingkungan

Liputan6.com, Sikka - Keterbatasan fisik bukan alasan untuk membatasi kita untuk bekerja, apalagi menutup diri terhadap lingkungan. Justru, keterbatasan lah yang harus menjadi motivasi dan semangat untuk bisa meraih kehidupan yang lebih baik.

Misalnya, seperti yang dilakukan Hendrikus Herlisiaanus (39), salah satu difabel di Dusun Namangjawa, Desa Namangkewa, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka, NTT. Dengan keterbatasannya, ia terus semangat berkarya demi hidup keluarganya.

Hendrik menyandang difabel sejak tahun 2004, akibat kecelakan saat membangun sebuah gereja. Karenanya, ia meninggalkan profesi sebagai tukang.

Ia sempat merantau ke Batam jadi pemetik di perkebunan buah. Akan tetapi, ia memutuskan pulang ke kampung dan menjadi petani sayur. Ia diizinkan oleh pemilik lahan yang tak jauh dari rumahnya.

Ditemui Liputan6.com, Sabtu (22/8/2020) di kebun sayurnya, Hendrikus mengaku tak mampu mengerjakan lahan lebih luas. Lahan kecil enam petak itu ditanami sayur sawi.

"Saya tidak bisa mencangkul lahan yang lebih besar, sebap saya hanya memiliki satu tangan saja. Sudah lama saya menanam sayur. Dulu waktu masih kecil belajar dari orangtua," ungkapnya.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Berkebun Dibantu Istri dan Anak Sulung

Biasanya ia dibantu istrinya Grace. Akan tetapi, belakangan ia bekerja sendiri lantaran sang istri harus mengurus anak mereka yang masih bayi.

Bukan hanya menanam sayur sawi untuk di jual tetapi ia juga menanam beberapa pohon terong dan kelor untuk dijadikan makanan sehari-hari. Bila hasilnya bagus, bisa ia jual ke pasar.

"Hasilnya lumayan, bisa untuk hidupi tiga orang anak," dia mengungkapkan.

Menurut pengakuannya, ia hanya menanam sawi sebab terbilang mudah. Menariknya, ia tak gunakan bahan kimia.

"Tanah ini subur. Lagi pula setiap habis panen jagung biasanya orang ikat sapi disini jadi kotorannya menyuburkan tanah," ujarnya.

Untuk menambah kesuburan, Hendrikus menggunakan air rendaman daunan hijau dan serbuk kayu. Hasilnya, tanaman sayur miliknya tumbuh subur.

Sayuran tersebut biasanya dijual anak sulungnya ke rumah-rumah tetangga. Kadang, sang istri, Grace menjualnya langsung ke pedagang di Pasar Wairkoja dan Pasar Alok.

3 dari 3 halaman

Butuh Pompa Air

Hanya memiliki tangan kanan, Hendrikus merasakan kesulitan saat menimba air untuk menyirami tanaman dan saat mencangkul. Dari mencangkul hingga menyiram tanaman ia hanya menggunakan tangan kirinya saja.

"Kalau ada dinamo saya tidak perlu timba lagi lalu siram menggunakan penyiram atau ember," ucapnya.

Ia berencana menanam juga beberapa jenis sayuran lain agar pelanggannya tak jenuh.

"Kadang pembeli datang bukan hanya membeli sayur sawi saja tetapi, mereka juga ingin membeli sayuran lain. Kalau untuk mencangkul tidak masalah, sudah terbiasa pakai satu tangan," katanya.

Ia berharap kepada pemerintah daerah untuk bisa membantunya mesin pompa air (dinamo), sehingga ia tidak kesulitan menimba air saat menyirami tanamam sayurnya.

"Saya tidak mampu beli, sebab uang dari hasil jualan sayur hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi saya tidak perna mendapat bantuan PKH dari pemerintah," dia menuturkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.