Sukses

Kisah Keluarga Miskin Tinggal di Atas Makam dan Kesulitan Bayar Rp11 Juta ke RS di Banyumas

Keluarga terkejut karena biaya pengobatannya mencapai Rp11 juta.

Liputan6.com, Banyumas - Muchamad Akhtar Aji, bocah 12 tahun dari Kelurahan Pasir Kidul RT 2 RW 3, Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas, hanya bisa berbaring lemas di atas kasur. Anak keluarga miskin itu didiagnosis menderita penyakit meningitis (radang selaput otak) dan ensefalitis (radang organ otak).

Kisah sulung dari Handoyo dan Siti Mutmainah itu viral di media sosial lantaran berutang Rp11 juta di rumah sakit swasta untuk biaya berobat. Selain itu, dia dan keluarganya yang miskin itu tinggal di rumah gubuk yang dibangun di area permakaman.

Adik Handoyo, Solehudin, menuturkan penyakit yang diderita Akhtar ialah gejala demam berdarah sekitar satu setengah tahun silam. Setelah berobat dua kali, dia dinyatakan sembuh.

Selanjutnya, pada pada akhir Desember 2019 lalu tiba-tiba kondisi tubuh Akhtar memburuk. Dia mengalami panas, nafsu makan menurun, dan mual yang diikuti muntah setiap kali makan.

"Keluarga membawanya berobat. Saat itu dokter menduga karena lambung luka dan kekurangan cairan," ujar Solehudin, Kamis, 27 Februari 2020.

Pasca-berobat, kondisi Akhtar tidak kunjung membaik. Berat badannya terus turun hingga mencapai 25 kg, sangat terlihat kurus bagi remaja yang tingginya sekitar 150 cm.

Pada 4-5 Februari 2020, kondisi Akhtar semakin parah. Keluarga miskin ini membawa Akhtar ke salah satu rumah sakit swasta di Purwokerto, Banyumas. Di rumah sakit itu Akhtar mengalami kejang.

"Setelah menjalani pemeriksaan di rumah sakit, baru ketahuan ternyata Akhtar menderita meningitis dan ensafilitis," kata Soleh.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Berutang Rp 11 Juta

Akhtar mondok di rumah sakit selama 15 hari pada tanggal 5-20 Februari 2020. Keluarga terkejut karena biaya pengobatannya mencapai Rp11 juta.

Ayahnya yang bekerja sebagai tukang rongsok tidak memiliki uang sebanyak itu untuk membayar. Keluarganya pun tidak memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan BPJS untuk menanggung biaya pengobatan.

"Beruntung ada kebijakan CSR dari rumah sakit sebesar Rp2 juta. Kemudian ada saudara, tetangga, dari lingkup RT dan kelurahan yang membantu," kata Soleh.

Usai viral, keluarga Akhtar ramai dikunjungi para dermawan dan berbagai lembaga sosial. Dinas terkait pun langsung turun memeriksa kenapa keluarga Akhtar tidak memiliki KIS.

Saat Liputan6.com berkunjung, Kapolsek Purwokerto Barat, AKP Hariyanto SH, tengah memberikan bantuan dari pihak kepolisian. Kapolsek melalui Babhinkamtibmas pun turut mengawal agar hak keluarga Akhtar untuk mendapatkan KIS dan pengobatan lanjutan terus berjalan.

"Kami turut prihatin dengan kondisi Akhtar dan keluarga. Jika keluarga membutuhkan sarana akomodasi untuk perjalanan berobat dan kepengurusan administrasi, kami dari Polsek Purwokerto Barat siap membantu," katanya.

Solehudin menuturkan, keluarga Handoyo baru mengetahui tidak mendapatkan KIS karena kesalahan administrasi. Perubahan NIK saat pindah domisili menyebabkan dia tidak terdaftar di program jaminan kesehatan milik pemerintah.

"Setelah Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan pihak Kelurahan turun, KIS itu langsung diupayakan sehingga Akhtar bisa terus mendapatkan pengobatan," kata Soleh.

3 dari 3 halaman

Tinggal di Atas Tanah Permakaman

Rumah keluarga Handoyo berupa gubuk sederhana yang dibangun dari bambu, kayu, dan, triplek dengan ukuran sekitar 3x5 meter. Rumahnya terdiri dari dua lantai yang disambung dengan tangga bambu biasa.

Lantai bawah digunakan untuk tempat berkumpul, makan, dan menerima tamu. Sementara lantai dua untuk tidur empat anggota keluarga mereka.

Tidak ada kaca jendela di rumah mereka, hanya ditutupi kain korden biasa. Saat hujan deras seperti bulan-bulan ini, sudah pasti rumah tampuh air hujan dan angin dingin merangsek ke dalam rumah.

"Rumahnya kondisinya seperti ini, tanah ngontrak ke pemilik area permakaman. Ini area permakaman keluarga," kata kakek Akhtar, Munadi, saat menemani Liputan6.com.

Sangat sulit bagi keluarga jika harus tinggal di rumah dan membopong Akhtar naik turun tangga bambu. Karena kondisi tersebut, saat ini Akhtar tinggal di rumah kakeknya yang masih satu wilayah RT.

Dengan turunnya berbagai lembaga sosial, Munadi berharap keluarga putranya itu bisa tinggal di rumah yang nyaman. Minimal, ada bantuan agar rumah Handoyo bisa dibangun menjadi rumah layak huni.

"Kasihan dua anak masih kecil, naik turun tangga bambu sendiri, takut mereka jatuh. Kalau hujan juga pasti rumah bocor," ujarnya.

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.