Sukses

PVMBG Beberkan Penyebab Longsor di Hegarmanah Bandung Barat

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM telah memeriksa kondisi tanah pascalongsor di Kampung Hegarmanah.

Liputan6.com, Bandung - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM telah memeriksa kondisi tanah pascalongsor di Kampung Hegarmanah RT 02 RW 04, Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, pada Selasa (11/2/2020). Diketahui, titik longsor juga berdekatan dengan lereng badan jalan Tol Cipularang KM 118+600B.

Seperti diketahui, longsor yang membawa lumpur dan tanah di Kampung Hegarmanah mengakibatkan dua rumah rusak, tiga hektare sawah rusak, dan penduduk di bagian bawah terdiri 80 kepala keluarga dan badan jalan tol km 118+600B terancam. 

Kepala PVMBG Kasbani mengatakan hasil penyelidikan titik longsor yang berada pada ketinggian 755 meter di bawah permukaan laut itu bertipe longsoran yang berkembang menjadi aliran bahan rombakan dan aliran tanah.

Gerakan tanah tersebut terjadi pada perbukitan dengan kemiringan lereng 22-25 derajat dan arah gerak longsoran N186°E. Dimensi Longsoran memiliki lebar gawir mahkota 43,73 meter, panjang landaan longsoran 312 meter, dengan sudut gawir sekitar 65 derajat. Adapun total luas area terdampak 16.030 meter persegi.

"Secara umum longsor disebabkan beberapa faktor. Mulai dari tanah pelapukan yang tebal dan memiliki porositas dan permeabilitas tinggi, kemiringan lereng yang curam atau lebih dari 20°, sistem drainase yang tidak berfungsi dan tata guna lahan yang berupa lahan basah atau adanya persawahan," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (18/2/2020).

Selain itu, lanjut Kasbani, genangan air yang berada di utara seluas 4.079 meter persegi, yang mengakibatkan munculnya mata air atau rembesan baru di badan jalan tol sebelah selatan menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah.

Menurut Kasbani, kondisi daerah longsoran yang dulunya merupakan daerah aliran sungai di mana masih terlihat adanya morfologi cekungan dari Digital Elevation Model (DEM).

Sebelum longsor pada 11 Februari, kata dia, sempat ada kejadian longsor 2019 di bagian utara jalan tol yang menyebabkan saluran tersumbat sehingga menimbulkan terjadinya genangan air. Rembesan dari genangan air inilah yang mengakibatkan meningkatnya muka air tanah dan tekanan pori sehingga tahanan lereng menjadi lemah. 

"Hal ini membuat kondisi tanah dan batuan menjadi jenuh air yang menyebabkan bobot masanya bertambah dan kuat gesernya menurun, tanah tidak stabil dan mudah bergerak," katanya.

Menurutnya, daerah ini masih berpotensi untuk bergerak baik longsoran tipe cepat maupun longsoran tipe lambat berupa rayapan jika tidak ada mitigasi baik non struktural maupun struktural.

Untuk menghindari terjadinya longsor susulan yang lebih besar dan jatuhnya korban jiwa PVMBG merekomendasikan beberapa hal. Mulai dari mengeringkan genangan air baik di utara dan selatan jalan tol serta membersihkan dan memperbaiki saluran drainase yang tersumbat serta melakukan evaluasi gorong-gorong yang masih berada diatas lembah.

"Selama dilakukan penanganan mitigasi struktural penahan lereng perlu dilakukan pembatasan beban kendaraan di jalan tol. Kemudian melakukan perbaikan dan pembuatan sistem drainase yang kedap air yang mengikuti alur air pada area persawahan yang berada di hulu (utara) hingga bagian permukiman di hilir (selatan)," ujarnya.

Selain itu, kata dia, perlu dilakukan penyelidikan geologi teknik untuk memproteksi lereng dengan rekayasa vegetasi atau rekayasa engineering yang bisa berupa sheetpile atau borepile.

"Sosialisasi terhadap masyarakat dan pengguna jalan dalam rangka peningkatan kewaspadaan dan kapasitas masyarakat," ujarnya.

 

 

Simak video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.