Sukses

Saksi Kunci Dikabarkan Meninggal, Bagaimana Nasib Kasus Korupsi DAK di Enrekang?

Penyidik Pidsus Kejati Sulsel tetap bersikukuh menuntaskan penyidikan kasus dugaan korupsi penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang meski saksi kunci inisial D dikabarkan meninggal dunia.

Liputan6.com, Enrekang - Saksi kunci inisial D dalam kasus dugaan korupsi penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang, Sulsel dikabarkan telah meninggal dunia.

Meski demikian, tim penyidik bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) tetap bersikukuh akan menuntaskan penyidikan kasus korupsi DAK tersebut hingga pada titik penentuan tersangka.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Idil mengatakan jika dirinya belum mengetahui kabar terkait meninggalnya saksi kunci yang dimaksud dari tim penyidik.

"Tidak dihentikan penyidikan masih berjalan," kata Idil, Selasa (4/2/2020).

Ia menjelaskan bahwa penanganan sebuah perkara bisa dihentikan ketika perkara yang dimaksud bukan perkara pidana dan tidak cukup bukti. Selain itu, lanjut dia, bisa juga dihentikan demi hukum karena tersangka meninggal, perkara kedaluwarsa, nebis in idem dan terjadi pencabutan aduan jika awalnya perkara tersebut merupakan delik aduan.

"Tapi kalau perkara DAK Enrekang ini masih berjalan di tahap penyidikan," terang Idil.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dugaan Keterlibatan Makelar Pipa

Forum Advokasi Rakyat (Fakar) Sulawesi mendukung upaya Kejati Sulsel untuk segera merampungkan proses penyidikan dan menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 39 miliar di Kabupaten Enrekang.

"Saya kira penegasan Kajati kemarin untuk segera merampungkan penyidikan dan menentukan tersangka itu patut didukung. Karena kasus ini memang sudah lama ditangani di era Kajati Tarmizi sebelumnya," kata Hendrianto, Ketua Fakar Sulsel via telepon.

Ia berharap penyidik dalam kasus ini, turut mengusut keberadaan makelar yang berperan menciptakan dugaan mark-up harga pipa dalam proyek yang menggunakan anggaran DAK tersebut.

"Kita menanti hasil penyidikan terkait itu. Karena di lapangan kami menemukan indikasi adanya keterlibatan seseorang yang boleh dikatakan sebagai makelar sehingga menciptakan kemahalan harga pipa yang digunakan dalam proyek," terang Hendrianto.

Sebelumnya, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan yang saat itu dijabat oleh Gery Yasid juga menegaskan kepada penyidik agar memaksimalkan penyidikan terhadap adanya indikasi mark-up harga pipa yang digunakan dalam proyek DAK senilai Rp 39 miliar tersebut.

"Itu saya sudah tekankan ke Aspidsus agar mendalami adanya indikasi kemahalan harga pipa yang digunakan dalam kegiatan proyek yang dimaksud. Saya tekankan fokus ke situ," singkat Gery di Kantor Kejati Sulsel kala itu.

Hal yang sama juga ditegaskan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Firdaus Dewilmar. Ia mengaku telah menginstruksikan anggotanya segera merampungkan penyidikan seluruh kasus korupsi yang merupakan tunggakan era Kajati Sulsel, Tarmizi. Di antaranya kasus dugaan korupsi proyek DAK Rp 39 miliar di Kabupaten Enrekang.

"Saya sudah minta itu juga segera dituntaskan dan sampai saat ini masih berjalan. Kalau adanya keterlibatan makelar pipa dalam kasus DAK Enrekang ini, saya sudah dengar dan memerintahkan penyidik mendalaminya," kata Firdaus di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Jumat 24 Januari 2020.

Ia mengaku telah sepakat melakukan penyidikan bersama dengan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat guna membantu percepatan penuntasan kasus tunggakan yang dimaksud.

Seperti, kata dia, terkait kasus dugaan korupsi DAK senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang, di mana penyidik Kejati Sulsel merampungkan penyidikan dengan melibatkan pihak Kejari Enrekang

"Ada yang diperiksa di sini (Kejati Sulsel) dan ada juga diperiksa di sana (Kejari setempat). Kita lihat bobotnya, kalau berat itu dikerjakan di sini (Kejati Sulsel)," jelas Firdaus.

Ia menargetkan penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi DAK senilai Rp 39 miliar di Kabupaten Enrekang tersebut, sesegera mungkin dilakukan.

"Jadi sekarang ini, penyidik sedang mengebut penyidikan untuk penetapan tersangka utamanya," tegas Firdaus.

 

3 dari 3 halaman

Kronologi Kasus Korupsi DAK Senilai Rp39 M di Kabupaten Enrekang

Diketahui, Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) resmi meningkatkan status kasus dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang ke tahap penyidikan, Selasa 27 Agustus 2019.

Peningkatan status penanganan kasus DAK Enrekang tersebut, setelah melalui proses ekspose yang berlangsung selama tiga jam.

"Naik ke penyidikan kan tidak serta merta. Tapi ditemukan alat bukti yang cukup dan telah lalui proses ekspose yang alot," ucap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel yang saat itu masih dijabat oleh Salahuddin.

Tahap selanjutnya, kata Salahuddin, tim penyidik kembali menyusun agenda pemeriksaan saksi-saksi yang sebelumnya telah diperiksa di tahap penyelidikan.

"Penyidik lakukan pendalaman kembali keterangan saksi-saksi dalam tahap penyidikan ini untuk mengetahui kedepannya siapa nantinya yang patut bertanggungjawab atas kegiatan yang diduga merugikan negara tersebut," beber Salahuddin.

Dana Alokasi Khusus (DAK) bantuan Pemerintah Pusat senilai Rp 39 miliar tersebut, diperuntukkan untuk membiayai proyek pembangunan bendung jaringan air baku Sungai Tabang yang berlokasi di Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulsel.

Anggaran DAK tersebut kemudian dimasukkan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Enrekang di tahun anggaran 2015.

Namun dalam pelaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Enrekang (Pemkab Enrekang) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) Kabupaten Enrekang memanfaatkan anggaran tersebut dengan kegiatan yang berbeda. Yakni anggaran yang dimaksud digunakan membiayai kegiatan irigasi pipanisasi tertutup dan anggarannya pun dipecah menjadi 126 paket pengerjaan.

Pemkab Enrekang diduga telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2015 yang mengatur tentang peruntukan anggaran DAK yang dimaksud.

Selain itu, 126 paket pengerjaan yang dibiayai menggunakan anggaran DAK tersebut juga diduga fiktif. Dimana ditemukan beberapa kejanggalan. Diantaranya proses pelelangan, penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) hingga Surat Perintah Pencairan Anggaran (SP2D) dari kas daerah ke rekening rekanan, lebih awal dilakukan sebelum tahap pembahasan anggaran.

Proses lelang hingga penerbitan surat perintah pencairan anggaran dilakukan pada 18 September 2015. Sementara pembahasan anggaran untuk pengerjaan proyek hingga pengesahannya nanti dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2015.

Laporan kegiatan anggaran DAK tersebut diduga dimanipulasi atau laporan fiktif yang dilakukan oleh rekanan bekerjasama dengan panitia pelaksana dalam hal ini Dinas PUPR Kabupaten Enrekang guna mengejar pencairan anggaran sebelum tanggal 31 Desember 2015.

Progres pekerjaan dilapangan baru mencapai sekitar 15% - 45%. Bahkan ada yang masih sementara berlangsung hingga awal tahun 2016. Tak hanya itu, hampir 126 paket pengerjaan yang menggunakan DAK tersebut, diketahui tidak berfungsi. Sehingga tak dapat diambil azas manfaatnya oleh masyarakat Enrekang secara luas.

Hingga saat ini, terdapat 9 paket pengerjaan pipa yang bahan meterilnya masih terdapat di lokasi dan tak ada proses pengerjaan. Bahkan 6 paket pengerjaan pemasangan pipa lainnya pun diketahui anggarannya telah dicairkan namun pengerjaan tak dilaksanakan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.