Sukses

Ekspresi Bekas Kepala BPN Maros Saat Dijebloskan ke Penjara

Andi Nuzulia yang bertindak selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) dituntut pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 200 juta. Sedangkan Hartawan Tahir dan Hamka dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Liputan6.com, Maros - Berbeda saat menjalani hukuman di tingkat banding, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Maros (BPN Maros), Andi Nuzulia tampil mengenakan hijab syari saat dieksekusi tim Kejaksaan Negeri Maros (Kejari Maros), Jumat 30 November 2018.

Ia dieksekusi bersama dua rekannya masing-masing Hartawan Tahir selaku mantan Kepala Sub Seksi Pendaftaran BPN Maros dan Hamka selaku mantan Kepala Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah BPN Maros.

Ketiganya dieksekusi berdasarkan putusan inkrah Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi.

"Perbuatan ketiganya dinyatakan terbukti bersalah dan telah merugikan negara dalam proyek pembebasan lahan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin," kata Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Maros, Agung Riyadi.

Dalam putusannya, MA menjatuhkan vonis berbeda terhadap tiga terpidana tersebut. Andi Nuzulia yang berpenampilan syari saat dieksekusi, dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 tahun, denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.

Sedangkan kedua rekannya, masing-masing Hamka dan Hartawan Tahir divonis 4 tahun 6 bulan penjara subsider 6 bulan kurungan serta denda Rp 200 juta. Apabila tidak mampu membayar denda diganti masa penahanan selama 6 bulan kurungan.

"Ketiganya langsung kami jebloskan ke Lapas Klas 1 Makassar untuk menjalani masa hukuman," terang Agung.

Ketiga terpidana korupsi tersebut sempat menghirup kebebasan selama kurang lebih sebulan karena masa penahanan dari MA sudah selesai sementara putusannya belum turun. Ketiganya dieksekusi kembali setelah putusan MA diterima Kamis 29 November 2018 dan telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah.

Putusan MA sendiri lebih ringan dari tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Maros sebelumnya.

Andi Nuzulia yang bertindak selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) dituntut pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 200 juta. Sedangkan Hartawan Tahir dan Hamka dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kronologi Korupsi

Proyek pembebasan lahan bandara berlangsung sejak tahun 2013. Dimana anggaran pembebasan lahan untuk 60 hektar berawal hanya senilai Rp 185 miliar. Namun belakangan jumlahnya membengkak menjadi Rp 520 miliar setelah tim pembebasan lahan merekomendasikan sejumlah lahan warga yang masuk area pembebasan.

Dari hasil penyidikan, tim penyidik menemukan proses verifikasi lahan yang dimaksud diduga fiktif. Dimana ditemukan banyak warga mendapat pembayaran ganti rugi lahan tapi tak sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Salah satunya hanya bermodal surat keterangan garapan yang tidak sesuai mekanisme atau diperoleh dengan cara tak benar.

Sehingga dari temuan tersebut, penyidik akhirnya menetapkan 9 orang tersangka yang dimana semuanya telah melalui proses pidana di Pengadilan Tipikor Makassar dan telah dijatuhi hukuman yang beragam.

Sembilan orang tersangka tersebut, masing masing mantan Kepala BPN Kabupaten Maros, Andi Nuzulia. Hamka (Kepala Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah). Hartawan Tahir (Kasubsi Pendaftaran).Muhtar (Juru Ukur), dan Hijaz Zainuddin (mantan Kasi Survey Pengukuran dan Pentaan Kota).

Selain itu, tersangka lainnya ada Camat Mandai Maros, Machmud Osman, Kepala Dusun Bado bado, Rasyid dan seorang Kepala UPTD Maros, Sitti Rabiah.

Hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel dinyatakan bahwa dalam proyek pembebasan lahan bandara seluas 60 hektar tepatnya berlokasi di Dusun Baddo-baddo, Desa Baji Mangai, Kabupaten Maros tersebut, ditemukan terjadi kerugian negara sebesar Rp 317 miliar.

3 dari 3 halaman

ACC Sulawesi Dukung Penyidikan Korupsi Pembebasan Lahan Bandara Sultan Hasanuddin

Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi mendukung upaya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar dalam melanjutkan penyidikan dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.

Lembaga binaan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad itu berharap Kejati mendalami keterlibatan pihak lain yang tergabung dalam tim pembebasan lahan.

Abdul Muthalib, Direktur Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi mengatakan hal itu penting untuk menelusuri informasi terbaru dalam proyek pembebasan lahan bandara yang dinyatakan bermasalah dan menimbulkan kerugian negara hingga ratusan miliar.

Informasi tersebut, beber Muthalib, diantaranya adanya dugaan perikatan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dilevel tim pembebasan lahan yang melibatkan tiga institusi negara sebelum terjadi pembayaran yang kemudian dinyatakan tidak tepat sasaran hingga merugikan keuangan negara.

"Apa isi dari MoU ini harus dibuka. Jangan sampai isinya memenuhi unsur perjanjian yang terkait dengan arahan pembayaran kepada pihak yang dimaksud. Ini harus diusut dan Kejati harus transparan dalam hal ini ,"ucap Muthalib via telepon.

Tiga institusi negara yang dikabarkan terlibat dalam perjanjian MoU yang bertujuan sebagai acuan dilakukan kegiatan pembayaran ganti rugi lahan sambung Muthalib yakni melibatkan perwakilan Kejati Sulselbar, Angkasa Pura dan BPKP Sulsel.

"Jadi informasinya yang kami dapat ada tim bersama dibentuk sebelum dilaksanakan tahapan pembayaran. Dimana tim bersama tersebut ada Kejati Sulselbar, BPKP Sulsel dan Angkasa Pura sendiri. Jadi mereka berfungsi memberikan arahan kepada tim pembebasan untuk membayar atau tidak membayar," jelas Muthalib.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.