Sukses

Keringat Prajurit TNI di Balik Terang Kampung Kriku Papua

Sungai Bewan Mati menjadi satu-satunya penghidupan bagi warga Kampung Kriku, Kabupaten Keerom. TNI di perbatasan mengoptimalkan sungai ini.

Liputan6.com, Jayapura - Kisah TNI di perbatasan selalu berbeda. Mereka membawa inspirasi, heroisme, dan nasionalisme yang berbeda. Kisah kali ini berasal dari perbatasan Indonesia-Papua Nugini, tepatnya di sungai Bewan Mati.

Sungai Bewan Mati berarti sungai yang tak pernah kering, meski musim kemarau sekali pun. Sungai ini menjadi satu-satunya penghidupan bagi warga Kampung Kriku, Distrik Arso Timur Kabupaten Keerom. Kabupaten yang terletak di perbatasan Indonesia dan Papua Nugini.

Derasnya aliran sungai dan berkah dari alam sekitarnya ternyata menjadi satu-satunya energi terbarukan untuk penerangan.

Adalah Satuan Tugas (Satgas) TNI Pamtas RI-PNG Yonif Para Raider 501 Kostrad yang bertugas di wilayah sektor utara Kabupaten Keerom, membuat ide cemerlang untuk membuat kincir air dari aliran air Sungai Bewan Mati.

Energi listrik yang diproduksi kincir air menggunakan generator 1000 watt dengan penyimpanan di dua aki. Tak sampai di situ saja, Satgas juga membuat tiga generator tambahan untuk menambah penerangan, agar dapat dialirkan kepada 34 kepala keluarga di kampung itu.

Dansatgas Yonif Para Raider 501 Kostrad, Letkol Inf Eko Antoni Chandra, menuturkan awal pembuatan PLTA kincir air berasal dari pengamatan Tim Satgass 501 yang datang ke Papua, untuk memeriksa kekurangan yang ada di kampung sekitar pos. Kampung Kriku salah satunya. Walaupun memiliki potensi besar, tapi belum dikelola maksimal.

"Tim langsung menentukan langkah membantu warga. Apalagi sungai dengan aliran deras itu hanya difungsikan untuk keperluan sehari-hari. Bahkan pada beberapa bagian, sungai dipenuhi ilalang dan tanaman liar," kata Letkol Eko Antoni.

Sebelum memulai membuat kincir, untuk mendapatkan aliran air maksimal, air di sungai itu dibendung dengan menggunakan karung goni yang diisi pasir dan diperkuat dengan menggunakan kayu sebagai penahan.

Selanjutnya dilakukan pemasangan pipa berdiameter 20 cm untuk menghasilkan aliran air yang kuat dan mampu memutar kincir air. Putaran kincir air akan menggerakan generator dan menghasilkan listrik ke rumah warga.

"Tahapan awal pembuatan, anggota TNI Para Raider 501  mencoba menerangi listrik balai kampung dan gereja. Lambat laun listrik dapat menerangi seluruh rumah warga," kata Letkol Eko Antoni.

 

Saksikan video menarik berikut ini:  

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penantian Puluhan Tahun

Antoni menyebutkan beberapa tahun terakhir, warga mengaku ada bantuan solar cell untuk penerangan listrik dari pemerintah. Hanya saja fasilitas itu digunakan untuk lampu jalan. Padahal warga ingin rumahnya juga dialiri listrik.

Data dari PLN setempat menyebutkan dari 13 distrik di Kabupaten Keerom yang terletak di perbatasan, baru 3 distrik yang dialiri listrik

Kampung Kriku berada di tengah perkebunan sawit. Jarak yang harus ditempuh dari Kota Jayapura sekitar 2-3 jam dengan kendaraan roda empat. Akses jalan ke Kampung Kriku hanya sebatas pengerasan batu, belum diaspal.

Kampung yang terbentuk sejak 2014, hanya memiliki satu marga yakni marga Bewangkir. Sepanjang jalan menuju ke Kampung Kriku terhampar luas perkebunan kelapa sawit pada kanan dan kiri jalan. Kampung ini memang terkenal dengan produksi sawit, walau ada beberapa warga yang mengerjakan lahannya untuk menanam sayur mayor, tomat, cabai dan cokelat.

Sem Bewangkir, 40 tahun, salah satu warga Kampung Kriku mengaku senang karena kampungnya dialiri listrik. Walaupun kampung itu mengelola dana desa hingga Rp 1 miliar lebih per tahunnya, tapi warga setempat masih memfokuskan penggunaaan dana desa untuk infrastruktur jalan dan pembangunan rumah layak huni serta MCK.

"Dengan penerangan di kampung ini, kami serasa berada di kota besar. Malam hari tak lagi gelap," kata Sem.

Sem kemudian mengucap selamat tinggal kepada pelita-pelita sumber terang yang selama ini digunakan. Ucapan yang pantas karena penantian puluhan tahun.

"Selamat tinggal pelita-pelita lama, kami tunggu penerangan bahkan sebelum kampung ini terbentuk, tak pernah ada cahaya listrik yang bisa kami nikmati," kata Sem sambil tersenyum.

 

3 dari 3 halaman

Kiprah Tentara Butuh Dukungan Pusat

Sem mengaku ikut dalam pembuatan kincir air bersama dengan Yonif Para Raider 501 Kostrad. Meski sederhana, manfaat yang dirasakan cukup besar bagi warga Kriku.

Ondoafi atau Kepala Suku Kampung Kriku, Elias Bewangkir optimis dengan adanya penerangan yang masuk ke kampungnya dapat menjadi terobosan bagi sektor lainnya, misalnya pendidikan dan kesehatan serta peningkatan ekonomi warga.

Elias mengaku penduduk di Kampung Kriku tak ada yang bekerja sebagai PNS, karena kebanyakan warga tak mampu menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.

"Tapi dengan adanya listrik, semoga anak-anak lebih giat belajar dan mewujudkan cita-cita yang tertunda. Tak ada kata menyerah," jelasnya.

Hingga kini, belum ada sekolah yang dibangun di kampung itu. Jika ingin bersekolah, anak-anak di Kampung Kriku harus ke kampung Kibay yang jaraknya sekitar 1 jam perjalanan darat. Sekolah yang ada di kampung Kibay hanya PAUD dan SD. Sementara, jika anak-anak ingin melajutkan pendidikannya ke SMP dan SMA harus ke Arso Kota yang jaraknya sekitar 2 jam perjalanan.

Untuk layanan kesehatan, semua terfokus di Puskesmas Arso Kota. Namun, warga Kampung Kriku masih beruntung, sebab setiap minggu masih ada petugas yang berkunjung ke kampung itu untuk melaksanakan tugasnya.

"Kebutuhan pendidikan dan kesehatan tak sederas aliran Sungai Bewan Mati yang menjadi berkah bagi kami," kata Elias.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.