Sukses

Gula Kelapa Jumbo Tasikmalaya Manis Menggoda

Gula kelapa jumbo Tasikmalaya sungguh istimewa, dari ukuran hingga rasa.

Liputan6.com, Tasikmalaya - Bentuk dan rasa gula kelapa asal daerah Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat, ini memang berbeda. Setidaknya jika dibandingkan gula kelapa dan gula kawung (aren) daerah lainnya di Indonesia.

Rasa manis sedikit gurih karena bahan dasarnya dari nira kelapa, dengan bentuk jumbo sebab takarannya dari mangkuk, memang keluar dari pakem biasa cetakan gula aren yang menggunakan potongan berbentuk bulat dari bambu atau paralon.

Sehingga hal itu menjadi daya tarik tersendiri bagi pembeli gula. Tak aneh gula kelapa jumbo hasil olah tangan Atep Kurniawan dan Sumiarsih dari Kampung Cikalong, Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasik, Jawa Barat, ini memang perlu dicoba.

"Boleh Kang silakan dicoba," ujar dia sambil menyorongkan dua bongkah gula kelapa matang saat disambangi Liputan6.com di gubuk tua pengolahannya beberapa waktu lalu.

Gula kelapa hasil olah tangan tradisional masyarakat Tasik Selatan, Jawa Barat, ini memang telah lama dikenal manis dan gurih. Penyulingan dari tandan pohon kelapa produktif dua kali dalam sehari, mampu menghasilkan sekitar 100 liter air nira kelapa untuk diolah.

"Jadi ini bukan air nira aren, tapi kelapa," ujar dia menegaskan perbedaan sumber gula kelapa dan gula kawung.

Dalam satu wajan bejana besar untuk sekali pengolahan gula kelapa, dibutuhkan minimal 100 liter nira kelapa dadakan. "Biasanya dari dua kali proses paling jadi sekitar 14 kilo gula matang," ujar Sumiarsih, sang istri menambahkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harus Teliti dan Tepat

Dalam satu hari, Atep bersama istri yang membantu penggodokan di rumah, hanya bisa menghasilkan sekitar 15 kilogram gula kelapa sehari. "Kalau musim hujan cukup riskan untuk naik, tapi bagaimana lagi, nira yang terkumpul wajib diolah (menjadi gula)," ungkapnya.

Tidak ada rahasia tersembunyi dalam pengolahan nira kelapa yang diperoleh secara turun temurun itu. Namun, untuk menghindari kegagalan, campuran air kapur dan batang pohon nangka muda, wajib ada dalam setiap kali mengolah.

"Jika kapur dan batang nangka tidak ada, adonan akan bening layaknya air," ungkap dia.

Ayah dua anak ini menuturkan, pekerjaan memanjat dan mengolah nira kelapa yang sudah dilakoninya belasan tahun ini, memang membutuhkan konsentrasi dan ketepatan waktu. Terlambat sedikit dalam mengolah bahan nira, hasil dari memanjat pohon yang dijalaninya dua kali dalam sehari itu akan sia-sia.

"Naik (memanjat) pertama pukul 05.00 pagi hingga pukul 09.00, sedangkan naik kedua dimulai pukul 14.00 sampai pukul 17.00 nanti," ujarnya.

Untuk dua kali penyulingan nira, Atep sedikitnya mesti memanjat hingga 40 pohon kelapa produktif pada dua kali proses itu. "Pokoknya habis turun, langsung diolah, kalau dibiarkan dulu (menjadi basi), diolah pun sulit mengendap menjadi gula," kata dia.

 Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.