Sukses

KPAI Minta Bawaslu Awasi Pelibatan Anak dalam Pilkada 2018

Dalam pemilu atau pilkada, anak kerap dilibatkan dalam kampanye pasangan calon.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk mengawasi pelibatan anak dalam kegiatan politik di pilkada serentak 2018. Dalam hal ini, keterlibatan anak saat kampanye.

"Ada beberapa poin yang kita pandang sebagai pelanggaran atau penyalahgunaan pemilu. Satu, anak dimanfaatkan untuk money politic atau aktivitas lainnya yang bisa dimaknai money politic. Misalnya sebar sodakoh, sembako," ujar Ketua KPAI Susanto, di kantor Bawaslu, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (9/2/2018).

"Kedua, anak yang sebenarnya belum 17 tahun tapi diidentifikasi sebagai katakanlah sudah 17 tahun. Ini kan juga merupakan tindakan pidana. Ketiga, menggunakan fasilitas anak untuk kepentingan pemilu. Taman bermain, sekolah, pesantren," lanjut Susanto.

Susanto juga mengatakan, pelanggaran lain yang umum terjadi, misalnya menjadikan anak sebagai juru kampanye atau jurkam dan mengeksploitasi anak untuk materi kampanye.

"Misalnya anak dijadikan jurkam. Ini tidak boleh. Lalu, bukan dijadikan jurkam tapi dari materi kampanyenya bisa dimaknai sebagai eksploitasi. Misalnya, calon pimpinan daerah tertentu membawa anak dalam satu potret tertentu dijadikan materi kampanye," kata Susanto.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

UU Larang Pelibatan Anak

Susanto menjelaskan, sesuai Pasal 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik.

Senada dengan Susanto, Ketua Bawaslu Abhan menuturkan, Undang-Undang Pilkada melarang pelibatan anak dalam kegiatan politik termasuk kampanye. Sayangnya, ujar Abhan, sampai saat ini masih belum ada aturan tegas untuk memberi sanksi pada siapa pun yang melanggarnya.

Abhan menjelaskan, jika terjadi sanksi administrasi maka Bawaslu akan menindaknya. Tetapi jika yang terjadi adalah pelanggaran pidana, Bawaslu akan merekomendasikan kepada pihak yang berwenang untuk menindaknya.

"Bagi sanksi administrasi kami akan melakukan tindakan misalnya ketika ada kampanye, anak dijadikan jurkam atau menyanyikan slogan-slogan pasangan calon, itu akan kami tindak tegas melalui koordinasi dengan tim pasangan calon, " ucap Abhan.

" Tetapi terkait sanksi-sanksi lain karena di Undang-Undang Pilkada tidak mengatur, kalau itu bukan pidana umum, kami rekomendasikan kepada penyidik untuk melakukan lebih lanjut tindak pidana. Ataupun nanti KPU punya kewenangan untuk memproses pidana terkait eksploitasi anak untuk kepentingan politik, " imbuhnya.

Sebagai informasi, data yang diperoleh KPAI dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih usia anak (17-18 tahun) sekitar 10 juta orang, sedangkan usia anak yang pernah menikah dan memiliki hak pilih sekitar 5.000 orang dari total Daftar Penduduk Potensial (DPP) yakni 160.765.143 pemilih atau sekitar 16,028 persen adalah kategori pemilih anak.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.