Sukses

Gran Max Rakitan Daihatsu Indonesia Pernah Ditolak Dealer Jepang

Gran Max buatan Astra Daihatsu Motor sudah diekspor ke Jepang. Mobil niaga tersebut juga di-rebadge menjadi Toyota Lite Ace dan Mazda Bongo.

Liputan6.com, Jakarta - Gran Max buatan Astra Daihatsu Motor sudah diekspor ke Jepang. Mobil niaga tersebut juga di-rebadge menjadi Toyota Lite Ace dan Mazda Bongo.

Harga berkisar dari 1.975.000 yen hingga 2.347.000 yen versi boks. Angka setara Rp 262 juta – Rp 311 juta. Lalu unit dengan bak terbuka berlabel 1.787.000 yen sampai 2.129.000 yen. Nilainya Rp 237 juta – Rp 283 jutaan. Namun produk ADM ini sempat mendapat penolakan dari dealer di sana lantaran beberapa hal.

“Di balik kesuksesan itu, Gran Max sempat ditolak oleh dealer di sana. Sebab mutu dipertanyakan dan mereka belum mengenal Indonesia yang dianggap antah berantah. Kami pernah dapat tugas dari Jepang (prinsipal, Red) untuk bikin satu video soal keunggulan Indonesia. Kemudian dikirim video itu yang ditonton oleh dealer-dealer di Jepang. Mereka pun datang ke sini untuk melihat proses produksi ADM. Dan akhirnya percaya standar kualitas bagus, kami bisa ekspor dan mereka menerima. Dari 2007 sampai sekarang, malah tambah merek Mazda Bongo, selain Toyota. Itu sangat membahagiakan bagi kami sebagai orang Indonesia dan Daihatsu,” terang Amelia Tjandra, Marketing Director Astra Daihatsu Motor (ADM) dalam diskusi virtual (11/9).

Spesifikasi Model Ekspor

Rupa kendaraan nyaris mirip dari unit di Indonesia, walau banyak beda fitur. Pemompa daya memakai mesin bensin 1,5 liter 4 silinder segaris. Sistem pembakaran injeksi menghasilkan tenaga maksimum 71 kW (95,6 Tk) di 6.000 rpm. Lanjut momen puntir tersedia 134 Nm (13,7kgm) sejak 4.400 rpm. Distribusi tenaga pakai girboks manual lima percepatan, serta otomatis 4-speed konvensional. Opsi sistem geraknya ialah 2WD (FR) plus 4WD.

Mobil produksi Astra [Daihatsu ](Gran Max buatan Astra Daihatsu Motor sudah diekspor ke Jepang. Mobil niaga tersebut juga di-rebadge menjadi Toyota Lite Ace dan Mazda Bongo. "")Motor ini mengadopsi tata letak midship enjin tepat di bawah kursi depan. Distribusi bobot depan-belakang diklaim ideal, mudah mencapai stabilitas tatkala melesat kencang. Bahkan di tikungan tajam sekalipun. Radius putar minimum 4,9 meter, seharusnya membuat mobil lebih mudah bergerak atau parkir di jalan sempit.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dua Warna

Lantas kapasitas muatan 750 kg untuk Gran Max kargo, kemudian 800 kg di Grand Max pikap (varian gerak 2WD). Untuk pasar Jepang, tersedia dua warna bodi: putih dan silver metalik. Ia didagangkan di sana sebagai opsi penunjang kebutuhan konsumen niaga. Sebab saat ini hanya tersedia Hijet, atau kembaran Hi-Max yang diskontinu di sini.

Gran Max memiliki panjang ruang maksimum 2.045 mm (untuk dua penumpang). Lantainya rendah dengan ketinggian 620 mm. Model bukaan dua pintu belakang lebar, memudahkan untuk memuat dan menurunkan barang. Nah, sedangkan varian pikap disiapkan bagi penggunaan berbagai industri. Karena panjang mobil 2.480 mm, ruang platform datar juga lebar.

 

3 dari 4 halaman

Harga Mahal

Harga tergolong mahal dan itu tergolong wajar. Sebab perusahaan membekali fitur lebih lengkap. Di sana mobil berbekal Smart Assist. Berisi fungsi pengereman guna menghindari tabrakan, misalnya pejalan kaki di malam hari. Kemudian accidental start suppression, ketika kendaraan tidak disengaja menginjak pedal gas mendadak. Tersemat pula lane supports safety, departure warning function, preceding vehicle start notification, serta auto high beam. Perangkat keselamatan lain berupa VSC & TRC, lampu LED. Emergency stop signal juga diadopsi. Kata perusahaan, kendaraan komersial ringan ini bakal dipakai di industri konstruksi, jasa logistik, pertanian. Dan sudah ada permintaan tetap dari fleet market.

“Memang harga jauh berbeda. Kalau di Jepang fiturnya tentu lebih banyak. Karena pemerintah sana mengharuskan perangkat seperti itu, ada Smart Assist. Kemudian demand (kebutuhannya) ada. Jadi kami sebagai produsen ya comply (memenuhi) dengan konsekuensi banderol lebih tinggi. Sedangkan di Indonesia, kami menilai masyarakat maupun pasar belum butuh fitur seperti itu. Apalagi pemerintah juga tidak mengharuskan perusahaan menyuguhkan paket lengkap,” pungkas Amelia.

Sumber: Oto.com

4 dari 4 halaman

Infografis DISIPLIN Protokol Kesehatan Harga Mati

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.