Sukses

HEADLINE: Tol Layang Jakarta-Cikampek Bergelombang Bikin Waswas, Amankah untuk Dilewati?

Jalan tol layang Jakarta-Cikampek II (elevated) dibuka untuk pengguna jalan mulai Minggu, 15 Desember 2019, pukul 06.00 WIB. Untuk sementara waktu, jalan tol ini dioperasikan tanpa tarif.

Liputan6.com, Jakarta - Jalan tol layang Jakarta-Cikampek II (elevated) dibuka untuk pengguna jalan mulai Minggu, 15 Desember 2019, pukul 06.00 WIB. Untuk sementara waktu, jalan tol layang ini dioperasikan tanpa tarif.

"Pengguna jalan, khususnya yang menempuh jarak jauh, dapat mulai menggunakan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II (elevated) yang membentang dari Simpang Susun Cikunir hingga Karawang Barat tanpa tarif untuk sementara waktu," terang Corporate Communication & Community Development Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk., Dwimawan Heru dalam siaran persnya.

Heru juga mengingatkan kembali akses pengguna jalan untuk dapat melewati jalan tol layang terpanjang di Indonesia ini.

"Untuk arah Cikampek, pengguna jalan dapat melalui Jalan Tol Dalam Kota dari arah Halim/Cawang dan masuk ke Jalan Tol Jakarta-Cikampek II (elevated) melalui akses di Km 10 Jalan Tol Jakarta-Cikampek bawah," jelas Heru.

Sedangkan untuk pengguna jalan dari arah Jalan Tol JORR dari arah Jatiasih, Heru menjelaskan bahwa pengguna jalan dapat masuk melalui akses Km 45 Jalan Tol JORR, sementara untuk pengguna jalan dari arah Rorotan masuk di akses Km 46 Jalan Tol JORR.

"Sedangkan untuk pengguna jalan yang menuju arah Jakarta dapat masuk di Karawang Barat melalui akses Km 48 Jalan Tol Jakarta-Cikampek bawah yang nantinya dapat keluar di Simpang Susun Cikunir Km 10 Jalan Tol Jakarta-Cikampek bawah arah Halim/Cawang, keluar ke Jalan Tol JORR arah Jatiasih dengan membayar tarif Jalan Tol JORR di gerbang tol (GT) Cikunir 6 serta keluar ke Jalan Tol JORR arah Rorotan dengan membayar tarif Jalan Tol JORR di GT Cikunir 8," beber Heru.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Jalan Aspal Bergelombang

Belum lama ini, Liputan6.com berkesempatan menjajal melintasi tol layang sepanjang ‎36,4 kilometer (km) tersebut. Tol layang itu ‎sejajar dengan jalur Light Rapid Transit atau Lintas Rel Terpadu (LRT). Dengan posisi di atas, tentunya bisa terlihat bangunan yang berada di sepanjang Tol Jakarta-Cikampek.

‎Untuk kenyamanan pengendara, tol layang ini sudah teraspal serta dilengkapi garis marka jalan dan lampu penerangan jalan untuk malam hari. Selain itu juga terdapat pembatas beton setinggi 1,5 meter.

Meski sudah teraspal, jalan tol layang masih terasa be‎rgelombang sehingga kendaaran mengalami guncangan terlebih jika kecepatan tinggi. Hal ini tentunya membuat kenyamanan berkendara berkurang.

Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Sugiyartanto mengakui bahwa pengerjaan kontruksi penyambungan dua sisi jembatan atau expansion joint (siar muai) jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated belum begitu sempurna. Sehingga hal ini mengakibatkan kontur menjadi sedikit bergelombang.

"Di mana yang expansion sambungan itu tidak akan sempurna. Tapi kita upayakan semaksimal mungkin," katanya saat ditemui di Cikarang, Jawa Barat, Kamis (12/12). Demikian seperti dikutip dari Merdeka.com.

Sebagai informasi, expansion joint merupakan bahan yang dipasang di antara sambungan yang terdapat di badan jembatan. Sambungan ini berfungsi untuk mengakomodasi gerakan yang terjadi saat dilintasi kendaraan.

 

3 dari 7 halaman

Konstruksi Bergelombang Tidak Ekstrim untuk Dilewati

Sugiyartanto meminta agar pengendara yang akan melintasi jalan tol layang harus tetap menjaga batas aman kecepatan, yaitu 60 kilometer per jam (km/jam). Hal ini untuk meminimalisir dampak buruk yang mungkin terjadi.

"Beberapa kali saya coba kecepatan rata-rata 80 km/jam seperti design speed tidak begitu terasa. Kalau kendaraan kecil atau shockbreaker tidak begitu maksimal perbedaan pasti ada, hanya masalah kenyamanan," jelasnya.

Terkait konstruksi Tol Layang Jakarta-Cikampek yang bergelombang, Kementerian Perhubungan memandang hal ini tidak ekstrim untuk dilintasi kendaraan.

Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Sety‎adi, konstruksi Tol Layang Jakarta-Cikampek dibuat bergelombang karena menyesuaikan dengan infrastrutur sekitar, yaitu Tol Jakarta-Cikampek dan moda transportasi Light Rapid Transit atau Lintas Rel Terpadu (LRT) yang berada di sisi kiri ruas tol ke arah Cikampek.

‎"Memang ada di bawah itu ada jalan, ada deketnya itu LRT," kata Budi, di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (16/12/2019).

Menurut Budi, meski konstruksi bergelombang, tetapi kontur jalan‎ tidak terlalu tinggi, sehingga tidak dirasakan ekstrim bagi kendaraan yang melintas.

"Tapi kalau menurut saya enggak terlampau tinggi banget lah perbedaannya. Enggak begitu terasa, itu yang ekstrim di media sosial saja," ujarnya.

‎Namun Budi mengakui, sambungan jembatan (expansion joint) pada Tol Layang Jakarta-Cikampek masih dirasakan kendaraan yang melintas, sehingga membuat kendaraan berguncang.

‎"Memang ada sebagian masyarakat hasil survei masih merasakan agak kurang enak di expansion joint kurang nyaman," tandasnya.

 

4 dari 7 halaman

Membahayakan Pengendara

Rasa kurang nyaman itu dirasakan pengguna tol layang tersebut. Salah satunya bernama Mardi Susanto (53 tahun) yang melintas di tol layang itu pada Minggu 15 Desember 2019 sekitar pukul 21.00 WIB. Pria yang bermukim di Cibubur itu mengaku seperti banyak melewati polisi tidur di sepanjang tol layang itu.

"Kalau untuk kecepatan 60 km/jam mobil terasa terbang-terbang. Tadi malam sempat merasakan ada satu (sambungan) yang cukup dalam jadi berasa gubrak. Cekungannya cukup dalam," katanya kepada Liputan6.com usai melakukan perjalanan panjang dari Yogyakarta.

Meski jalan tol layang tersebut telah dilengkapi dengan penerangan, namun hal tersebut tidak terlalu membantu visibilitas pengendara untuk mengetahui kondisi expansion joint.

"Karena malam jadi enggak bisa lihat secara detail (kondisi expansion joint) walau ada lampu jalan," ujarnya.

Menurutnya, mobil masih mudah dikendalikan saat melaju dalam kecepatan 60 km/jam. "Ngeri kalau 80 km/jam, dan sayang mobilnya (kalau terus menerus menerjang expansion joint). Apalagi 100 km/jam, ngak berani."

Dirinya juga menyoroti pintu masuk yang berada di sisi kiri jalan. Menurutnya, kondisi ini bisa membahayakan pengguna jalan yang belum hafal pintu masuk tol layang yang berada menjelang Karawang Barat.

"Kalau mau masuk jalan tol layang kecil amat, ada di kiri tulisannya dan tidak diinfo dari jauh. Bahaya tuh buat bus, bisa dipotong mobil kalau maksa masuk. Saya pikir juga tanjakannya ada di kanan. Kita antri di kanan enggak tahu (pintu masuk) ada di kiri."

"Akhirnya terjadi antrian panjang. Itu mungkin karena belum tahu, jadi kondisi truk dan mobil jadi nyilang. Truk di kiri mau ke kanan, mobil di kanan mau masuk (pintu tol layang) di kiri. Bahaya!" Mardi menambahkan.

 

5 dari 7 halaman

Masih Dalam Batas Aman

Kondisi jalan yang bergelombang atau tidak rata, membuat masyarakat yang hendak melewati ruas jalan ini merasa khawatir, apakah jalan ini aman untuk dilewati atau tidak?

Dijelaskan Sony Susmana, Trainer dari Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), sejatinya tujuan jalan tol ini untuk mengurangi kemacetan di bawah. Pasalnya, kondisi jalan tol Jakarta-Cikampek sudah berlebih, karena akses keluar kota hanya satu.

"Kalau jalan ini digunakan dengan bijak, tidak masalah. Kewajiban pemerintah untuk menyiapkan fasilitas yang kalau bisa super, ya super. Itu jalan, sebenarnya memenuhi syarat," jelas Sony kepada Liputan6.com melalui sambungan telepon, Senin (16/12/2019).

Jika berbicara kekurangan, kata Sony, semua juga pasti ada kekurangan, dan tidak terkecuali jalan tol ini. Paling utama adalah masalah bumpy atau jalan bergelombang yang banyak ditemukan sepanjang jalan, baik itu di sambungan atau di beberapa sudut.

"Pertanyaannya, aman tidak? Aman, kalau kita pakai akal sehat. Pemerintah sudah merilis kecepatan maksimal 60 km/jam. Tapi dari kacamata safety, 80 km/jam untuk menyalip masih aman," tegasnya.

Namun, sebagai pengemudi, tidak akan pernah tahu kondisi sesungguhnya di depan, atau keseimbangan kendaraan yang bisa saja hilang.

"Kebiasaan orang Indonesia kan bisa beli mobil tidak bisa merawat. Di atas 80 km/jam itu memang rasanya tidak enak sekali di jalan tol ini. Pakai akal sehat, bisa kontrol kendaraan," pungkasnya.

 

6 dari 7 halaman

Pembenahan akan Dilakukan

Batas kecepatan kendaraan yang melintas di tol layang dibatasi 60 km/jam untuk minimal dan maksimal 80 km/jam. Batas kecepatan tol layang memang lebih rendah dibanding jalur bebas hambatan di sejumlah wilayah yang mencapai 100 km/jam.

Hal itu mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Menyadari masih banyaknya kekurangan pada Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek, Kementerian Perhubungan meminta Jasa Marga melakukan beberapa perbaikan.

Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setyadi, salah satu hal yang mesti dibenahi adalah penempatan water barrier pada ruas tol tersebut, sehingga membuat penyempitan.

"Dari sisi keselamatan memang ada beberapa yang perlu perbaikan Jasa Marga. Water barrier yang terkesan sempit," kata Budi, di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (16/12/2019).

Selain itu, kata Budi, masih ada marka jalan di Tol Layang Jakarta-Cikampek yang belum dihapus. Dirinya menilai hal ini bisa membingungkan pengemudi kendaraan yang ingin melintasi ruas tol tersebut.

"Sign atau RPJJ yang diarahkan saya usulkan pakai neon box sehingga di malam hari kelihatan," tuturnya.

 

7 dari 7 halaman

3 Hal yang Wajib Diperhatikan Saat Melintasi Jalan Tol Layang

Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek masih dianggap penggunanya bergelombang dan tidak rata, terutama di expansion joint. Untuk mencegah terjadinya risiko buruk dalam berkendara, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh setiap pengendara.

"Tol ini juga ada jalan tikungan, tapi tidak tajam landai. Lalu, jalan ini juga seperti roller coaster (naik-turun) tapi tidak parah. Secara keseluruhan, dalam perspektif safety kondisi tadi masih acceptable, bilamana para pengemudi melakukan apa yang sudah dilakukan pemerintah (berkendara sesuai aturan)," jelas Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting atau JDDC, Jusri Pulubuhu,i saat berbincang dengan Liputan6.com melalui sambungan telepon, Senin (16/12/2019).

Pengemudi diharapkan mampu mengikuti peraturan berlalu-lintas, dengan batas kecepatan 60-80 km/jam.

"Kalau kecelakaan terjadi, pasti bukan karena infrastruktur. Tapi karena ketidaktertiban dalam berlalu lintas. Karena infrastruktur masih bisa ditoleransi, meskipun bergelombang dan kenyamanan tidak enak, sakit perut," tegasnya.

Sebelumnya, pasti kondisi kendaraan harus laik, terutama suspensi baik dan rem.

"Kalau kita masalah, berhenti di jalur darurat juga tidak aman. Sebaiknya mobil fit," tegasnya.

Terakhir, selalu antisipatif kesalahan orang lain. Jika pengemudi hendak melakukan manuver, baik itu pengereman atau mendahului kendaraan lain, pastikan kondisinya aman.

"Jadi, jelas sekali sesuai rambu-rambu, jalur kanan hanya untuk menyalip. Jika kita disiplin, dan tidak sedang menyalip jangan di jalur kanan, kembali ke jalur kiri. Usahakan dalam kondisi darurat berhenti di kiri, dan jangan di kanan," pungkas Jusri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.