Sukses

LIVE

Cerita Keajaiban dari Ponpes Al-Khoziny

Di balik duka mendalam tragedi ambruknya Ponpes Al-Khoziny di Sidoarjo, berikut kisah-kisah keajaiban santri yang berhasil selamat dari reruntuhan.

Diterbitkan 07 Oktober 2025, 07:00 WIB
Share
Copy Link
Batalkan
Jadi intinya...
  • Tragedi ambruknya Ponpes Al-Khoziny Sidoarjo menyisakan kisah haru santri selamat.
  • Santri seperti Zidan, Alfatih, dan Zahrawi selamat secara dramatis dari reruntuhan.
  • Tim DVI Polda Jatim terus mengidentifikasi korban meninggal dunia dari tragedi ini.

Liputan6.com, Jakarta - Di balik duka mendalam akibat tragedi ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur. Terselip kisah-kisah haru tentang santri yang berhasil selamat meski berada sangat dekat dengan reruntuhan.

Salah satunya dialami Zidan, putra dari Ahmad Zabidi, yang juga santri di Ponpes Al-Khoziny. Beruntung bagi Zabidi, anaknya bisa selamat dari tragedi, berbeda dengan sejumlah orang tua santri lainnya yang harus merelakan buah hati mereka.

Ahmad Zabidi menceritakan, saat musala lama ambruk, Zidan sempat berlari karena mengira ada gempa. Namun karena masih di lokasi bangunan, dia pun sempat ikut terjebak.

"Anak saya yang Zidan itu tidak bisa keluar, lalu dibuatkan lubang untuk jalan keluar oleh beberapa santri lainnya. Zidan pun selamat," ujar Zabidi, Sabtu 4 Oktober 2025.

Namun sebelum itu, Zidan juga sempat membantu santri-santri lainnya yang terjebak bangunan runtuh untuk keluar. Tetapi, ketika baru bisa membatu lima santri, Zidan sempat menyampaikan permintaan maaf kepada santri-santri lainnya yang terkena reruntuhan bangunan, bahwa ia tidak bisa menolong lagi, karena harus pergi lantaran khawatir ada bangunan yang roboh lagi.

"Jadi anak saya minta maaf ke teman-temannya. Dia bilang, Sepurane Yo, Rek. Aku wes ga isoh nolong (maaf ya, aku tidak bisa menolong lagi)," kata Zabidi menirukan anaknya.

Sementara berbeda lagi dengan anak Zabidi yang bernama Muhammad Ubaid Hamdani yang berusia 18 tahun. Sebelum tragedi tersebut, kata Zabidi, Ubaid sempat ikut membantu proses pengecoran musala yang ambruk itu.

Karena mendengar adzan, Ubaid turun dari lantai 3 dan istirahat. Dan saat istirahat itulah bangunan mendadak ambruk dan dia pun lolos dari maut.

Terkait anaknya yang ikut mengcor, Ahmad Zabidi pun tak mempermasalahkan. Baginya itu dianggap sebagai ladang pahala dan berkah, mengingat Ahmad Zabidi saat kecil, juga pernah mondok dan ikut kerja bakti membangun gedung pondok.

"Enggak masalah, itu ladang pahala. Toh, yang ikut membantu ngecor itu enggak semua. Kalau masih kecil-kecil ya enggak boleh," tutup Zabidi.

2 dari 5 halaman

Kisah Alfatih, Haical, dan Yusuf

Sementara itu, di lokasi yang sama, usaha evakuasi terus berlanjut, dan tiga santri lainnya berhasil diselamatkan dari reruntuhan musala. Ketiganya adalah Alfatih, Haical, dan Yusuf. Alfatih ditemukan dalam kondisi selamat dengan luka lecet ringan pada Rabu 1 Oktober 2025 malam dan langsung dibawa ke RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo untuk mendapatkan perawatan.

Menurut ayah Alfatih, anaknya sedang menunggu azan Ashar di musala ketika tertidur. Ia terbangun saat mendengar gemuruh bangunan roboh, lalu berusaha berlari, namun tertimpa reruntuhan dan sempat pingsan. “Anaknya sempat lari, tapi terus ketimpa. Katanya enggak sakit sama sekali,” ujar Abdul Hanan, Kamis 2 Oktober 2025.

Tubuh Alfatih ternyata terlindungi gundukan pasir, sementara wajahnya tertutup seng sehingga tidak tertimpa material berat. Saat petugas penyelamat mencongkel lantai, Alfatih terbangun dan perlahan merangkak keluar.

Selama tiga hari tertimbun, Alfatih mengaku seperti ditidurkan. Dia bermimpi berjalan di jalan gelap naik mobil pick up dan minum air dari selang.

Sepanjang proses evakuasi dilakukan, hati Hanan gundah gulana. Dia cemas menanti kabar putra tercinta. Doa terus dia panjatkan, termasuk pembacaan Surat Al-Kahf dengan harapan menjadi penjaga Alfatih di bawah reruntuhan.

"Saya takut dia enggak tenang, kehabisan energi kalau teriak-teriak, jadi saya baca surat itu terus tanpa putus,” katanya.

Hanan sempat menyesal karena keputusannya mengantar Alfatih ke pondok lebih awal. Andai sesuai jadwal, maka putranya akan terhindar dari musibah itu. Tetapi, dia tetap bersyukur karena anaknya selamat dah hanya luka ringan.

"Dia sempat cerita sebelum kejadian mimpi lihat gedung runtuh," ujar Hanan.

3 dari 5 halaman

Nyaris 72 Jam di Bawah Reruntuhan

Cerita bertahan hidup di bawah reruntuhan juga dialami Syehlendra Haical. Dia berhasil ditemukan hidup setelah nyaris 72 jam terjebak.

Dia berhasil ditarik keluar tim SAR pada Rabu 1 Oktober 2025 pukul 15.10 WIB. Bangunan yang rubuh membuatnya terhimpit di antara beton tebal, dengan oksigen terbatas. Tetapi semangatnya untuk hidup begitu besar. Dia terus menjawab saat dipanggil petugas. Sebagai tanda adanya kehidupan.

Setelah dievakuasi, Haical langsung dibawa ke RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo.

“Betul, pasien sudah di IGD. Saat ini sedang rontgen dan menjalani pemeriksaan medis menyeluruh,” kata Kepala Sub Bagian Humas rumah sakit, Perdigsa Cahya.

Perjuangan Yusuf (16) juga tak kalah dramatis. Dia terjebak di bawah reruntuhan selama 15 jam. Melalui celah beton, dia memberikan isyarat pada petugas hingga akhirnya berhasil diselamatkan.

4 dari 5 halaman

Selamat karena ke Kamar Mandi

Sementara itu, nasib baik masih dirasakan oleh Muhammad Zahrawi (17), santri asal Bangkalan, Madura, yang nyaris menjadi korban maut saat pondok pesantrennya runtuh. Zahrawi selamat karena meninggalkan shaf salat Ashar untuk pergi ke kamar mandi beberapa detik sebelum salat berjemaah dimulai.

Santri kelas 10 itu awalnya sudah bersiap mengikuti salat berjemaah di musala. Namun keputusan singkat untuk keluar sejenak ternyata menyelamatkan nyawanya, membuatnya termasuk salah satu dari santri yang lolos dari tragedi.

“Saya keluar shaf untuk pipis. Saat saya sampai di kamar mandi pipis, tiba-tiba terdengar suara gemuruh keras dari arah musala," kata Zahrawi.

Ketika dia kembali, kondisi musala sangat memilukan. Musala sudah rata dengan reruntuhan bangunan. Dia melihat jamaah yang tertimbun beton. “Saya sempat melihat tiga orang santri MTs tertimbun reruntuhan,” kata Zahrawi.

Tragedi ini meninggalkan duka mendalam. Zahrawi, yang selamat karena alasan sederhana, mengaku tak pernah menyangka hidupnya masih diselamatkan.

“Saya masih diberi umur panjang, terima kasih Ya Allah,” ujarnya.

Menurut Zahrawi, sebelum kejadian, seorang santri yang membantu pembangunan sempat mengingatkan bahwa bangunan mulai bergerak tidak stabil. Namun informasi tersebut tak sempat sampai ke pengurus, lantaran sebagian besar tengah melaksanakan salat Ashar.

5 dari 5 halaman

Update Tragedi Ponpes Ambruk

Sebagai informasi, Tim Disaster Victim Identification (DVI) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur, masih terus melakukan proses identifikasi terhadap korban tragedi Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny Buduran, Sidoarjo.

Terbaru, Tim DVI berhasil mengidentifikasi delapan kantong jenazah, yang terdiri dari tujuh jenazah dan satu body part

“Tim DVI Polda Jatim telah melaksanakan identifikasi terhadap delapan kantong jenazah yang terdiri dari tujuh jenazah dan satu body part. Dari delapan kantong tersebut, tujuh di antaranya cocok dengan nomor antemortem,” kata Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Kabid Dokkes) Polda Jatim Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) M Khusnan di Surabaya, Senin 6 Oktober 2025.

Ia merinci, korban yang berhasil diidentifikasi antara lain:

1. Moh. Royhan Mustofa (17) asal Jalan KH. Syadhali, Makhdi, RT 1, RW 2, Kelurahan Banyuayuh, Kamal, Bangkalan.

2. Abdul Fattah (18) asal Asem Manunggal.

3. Wasiyur Rohib (17) asal Jalan Gayungan 8 Gang Mawar 14/53 Surabaya.

4. Muhammad Aziz Pratama Yudistira (16) asal KP. Pulo Kapuk Mekar Mukti, Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat.

5. Moh Dafin (13) asal Jalan Banowati Selatan 11/20, RT 007, RW 001, Bulu Lor, Semarang.

6. Muhammad Ali Rahbini (19) asal Dusun Plasah, Birem, Tambelang, Sampang.

7. Sulaiman Hadi (15) asal Morleke, Kolla Modung, Bangkalan.

Kombes Khusnan menjelaskan, dua kantong jenazah bernomor PM RSB B033 dan B034 ternyata milik satu korban atas nama Moh Dafin. "Setelah hasil rekonsiliasi menunjukkan kecocokan antara bagian tubuh dan data keluarga," ucapnya.

Kabid DVI Polri, Kombes Pol Wahju Hidajati menambahkan, dari seluruh kantong jenazah yang diterima, tidak semuanya utuh.

"Ada yang terpisah antara badan dan anggota tubuh lainnya, namun hasil pencocokan memastikan itu satu orang,” ujarnya.

Hingga kini, total 17 korban telah berhasil diidentifikasi dari 59 kantong jenazah yang diterima tim DVI Polda Jatim. Proses identifikasi masih terus berlanjut dengan pemeriksaan lanjutan data antemortem dan postmortem.