Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Lalu Hadrian Irfani angkat bicara soal rencana penulisan ulang sejarah oleh Pemerintah.Hadrian mengingat, penulisan ulang harus objektif dan lewat pendekatan kritis agar tidak hany menjadi alat kekuasaan.
"Ini penting, agar sejarah tidak menjadi alat pembenaran kekuasaan semata, melainkan menjadi cermin reflektif yang membimbing bangsa ke arah yang lebih baik dan dewasa secara politik dan budaya," ujar Hadrian pada wartawan, Jumat (9/5/2025). Â
Menurut Hadrian, proses penulisan ulang sejarah harus melibatkan sejarawan yang kredibel secara akademik. "Tentu dengan melibatkan sejarawan secara akademik dan terbuka, penulisan ulang ini bisa memperbaiki distorsi sejarah dan memberikan ruang bagi suara-suara yang selama ini terpinggirkan," kata Hadrian.
Advertisement
Politikus PKB itu juga mengingatkan, penulisan sejarah juga harus menyertai atau mengakui peran atau kontribusi minoritas dalam kebangsaan.Â
"Bisa saja selama ini, sejarah nasional banyak ditulis dari sudut pandang penguasa atau ideologi tertentu, sehingga seringkali mengabaikan kontribusi kelompok minoritas, daerah terpencil, atau tokoh yang tidak sejalan dengan pemerintah," kata dia
Hadrian menegaskan, harus ada transparansi dalam proses penulisan ulang sejarah oleh pemerintah.
"Penyusunan sejarah harus dilakukan secara transparan, melibatkan para ahli yang kredibel, serta mempertimbangkan berbagai perspektif agar hasilnya objektif dan mencerminkan kebenaran sejarah secara utuh," pungkas dia.Â
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, umat Katolik di seluruh dunia menyaksikan peristiwa bersejarah: seorang warga Amerika Serikat terpilih menjadi Paus.
Revisi Buku Sejerah oleh Kemenbud
Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan bahwa pihaknya melibatkan kurang lebih 100 sejarawan dalam merevisi buku sejarah Indonesia.
"Kita melibatkan para ahli sejarah, hampir 100 lebih sejarawan. Dipimpin oleh Prof. Dr. Susanto Zuhdy sejarawan senior dari Universitas Indonesia," terang Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon saat ditemui di sebuah acara di Jakarta Selatan, Selasa, 6 Mei 2025.
Ia menambahkan bahwa, dalam buku sejarah Indonesia versi terbaru akan memuat sejumlah revisi, penambahan, dan pelurusan berdasarkan kajian akademik para ahli. Salah satu yang sedang digodok adalah terkait sejarah penjajahan Belanda di Indonesia yang kerap disebut selama 350 tahun.
Fadli mengatakan Belanda tidak menjajah Indonesia selama 350 tahun.
Advertisement