Sukses

Lawan TPPO dengan Program Desa Binaan, Dirjen Imigrasi: NTT Kantong Pekerja Migran

Salah satu yang diupayakan Ditjen Imigrasi adalah pembuatan paspor yang lebih diperketat, khususnya kepada wanita berusia 17 sampai dengan 45 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Silmy Karim berupaya memerangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan program Desa Binaan. Untuk di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), menurutnya sangat perlu upaya keras lantaran merupakan wilayah kantong pekeja migran.

"Saya dan Pak Dirintel ada program Desa Binaan. Ini juga Kakanim, Kaupt, diberikan tugas membina Desa Binaan. Korban TPPO adalah korban ketidaktahuan, jangan sampai kita menjadi bagian yang memberangkatkan,” tutur Silmy di Kupang, NTT, Kamis (7/3/2024).

Desa Binaan merupakan wilayah yang mendapatkan edukasi dalam hal pengetahuan seputar pekerja migran. Dengan begitu, mereka tidak akan terjebak dengan modus kerja di luar negeri yang nyatanya TPPO.

"Karena NTT merupakan salah satu daerah yang menjadi kantong pekerja migran, dan ini ingin kita pastikan bahwa calon pekerja migran itu memahami hal-hal yang kiranya akan menjadi permasalahan di kemudian hari karena kesalahpahaman, ketidaktahuan, sehingga desa binaan ini kita juga melibatkan pemda ntt sampai ke tingkat yang paling rendah yaitu desa untuk bersama-sama memberikan pemahaman kaitan dengan bahayanya kejahatan pidana TPPO,” jelas dia.

Salah satu yang diupayakan Ditjen Imigrasi adalah pembuatan paspor yang lebih diperketat, khususnya kepada wanita berusia 17 sampai dengan 45 tahun.

Silmy mengakui, penerbitan paspor merupakan hak setiap warga negara, namun upaya antisipasi sangat diperlukan demi melawan TPPO.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perlu Ada Kontrak Kerja

"Harapannya ketika Desa Binaan ini bisa berjalan, penduduk yang ingin menjadi pekerja migran itu sudah punya referensi, peka untuk bagaimana sesuai dengan prosedur, sesuai dengan aturan, sehingga tidak dirugikan ketika mereka bekerja di luar negeri,” kata dia.

Silmy juga mengatakan, untuk bekerja di luar negeri, harus jelas status kontrak kerjanya. Hal itu penting karena ketiadaan kontrak kerja dapat menjadi jaminan untuk pembayarannya. 

"Kemudian siapa yang mau menjamin hak-haknya, kemudian kalau mereka ada di luar negeri harus kontak siapa ketika ada masalah, ini kan perlu diatur. Mereka perlu paham supaya tidak terjebak di dalam kejahatan TPPO,” Silmy menandaskan. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.