Sukses

5 Fakta Terkait Kasus Ribuan Mahasiswa Jadi Korban TPPO di Jerman, Dipekerjakan sebagai Kuli Angkut

Sebanyak 1.407 korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) modus program magang di luar negeri berhasil diselamatkan oleh Mabes Polri.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 1.407 korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) modus program magang di luar negeri berhasil diselamatkan oleh Mabes Polri. Hal itu seperti disampaikan Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko.

"Saat ini seluruh korban perlu diketahui sudah ada di Indonesia," ujar Trunoyudo kepada wartawan, Jumat 22 Maret 2024.

Tak butuh waktu lama, Polri pun menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan TPPO tersebut. Dua di antaranya akan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) jika tidak memenuhi panggilan pemeriksaan pada Rabu 27 Maret 2024.

"Yang dua tersangka (di) Jerman kita panggil yang kedua untuk hadir, besok pagi kemungkinan besar tidak hadir, dan nantinya kalau tidak hadir kita terbitkan DPO," tutur Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro saat dikonfirmasi, Selasa 26 Maret 2024.

Ada pun, awal mula kasus terbongkar berawal dari KBRI Jerman yang mendapat aduan dari empat orang mahasiswa setelah mengikuti program ferienjob di Jerman. Dengan melibatkan 33 universitas yang ada di Indonesia untuk diberangkatkan ke Jerman.

Setidaknya sebanyak 1.047 mahasiswa diberangkatkan oleh PT Cvgen dan PT SHB. Mereka lalu dibebankan biaya pendaftaran sebesar Rp150.000 ke rekening atas nama CV-Gen dan juga membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan loa (letter of acceptance) kepada PT SHB.

"Karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," ucap Djuhandhani.

Berikut sederet fakta terkait kasus TPPPO modus program magang di luar negeri dihimpun Liputan6.com:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Awal Mula Kasus

Awal mula kasus terbongkar berawal dari KBRI Jerman yang mendapat aduan dari empat orang mahasiswa setelah mengikuti program ferienjob di Jerman. Dengan melibatkan 33 universitas yang ada di Indonesia untuk diberangkatkan ke Jerman.

Setidaknya sebanyak 1.047 mahasiswa diberangkatkan oleh PT Cvgen dan PT SHB. Mereka lalu dibebankan biaya pendaftaran sebesar Rp150.000 ke rekening atas nama CV-Gen dan juga membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan loa (letter of acceptance) kepada PT SHB.

"Karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," ujar Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam keteranganya Selasa 26 Maret 2024.

Setelah loa tersebut terbit, kemudian korban harus membayar sebesar 200 euro kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas jerman (working permit) dan penerbitan surat tersebut selama satu sampai dua bulan.

Semua biaya itu nantinya menjadi persyaratan dalam pembuatan visa. Para mahasiswa, pun dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30.000.000 sampai Rp50.000.000 yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.

"Bukan hanya itu saja, para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja jerman dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa," tutur Djuhandhani.

"Mengingat para mahasiswa sudah berada di Jerman, sehingga mau tidak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut," tambah dia.

 

3 dari 6 halaman

2. Modus yang Digunakan

Setelah diusut ternyata program ferien job bukan merupakan bagian program MBKM (merdeka belajar kampus merdeka) dari Kemendikbud Ristek. Sementara itu, Kemenaker program ferienjob tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri.

"Yang mana program tersebut pernah diajukan ke kementerian namun ditolak mengingat kalender akademik yang ada di Indonesia tidak sama dengan kalender akademik yang ada di Jerman," kata Djuhandhani.

"Mekanisme program pemagangan dari luar negeri yaitu melalui usulan dari KBRI atau Kedubes negara terkait selanjutnya, jika dinilai bermanfaat dan sesuai dengan kebijakan yang ada di lingkungan Kemendikbud Ristek, maka akan diterbitkan surat endorsement bagi program tersebut," tambahnya.

Sementara untuk modus dari kelima tersangka ternyata menawarkan ke berbagai universitas yang ada di Indonesia tentang program ferien job yang merupakan program Magang

"Yang mana program ferien job tidak diakui oleh Kemendikbud Ristek. Namun tetap mengirimkan mahasiswa untuk magang mengikuti program ferien job yang kenyataannya dikerjakan layaknya buruh di negara Jerman," tuturnya.

Atas perbuatannya, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 4, Pasal 11, Pasal 15 UU No 21 Tahun 2007 tentang TPPO Jo Pasal 81 UU No 17 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran.

 

4 dari 6 halaman

3. Tetapkan Lima Tersangka, Polri Akan Tetapkan Dua DPO

Polri telah menetapkan lima tersangka kasus mahasiswa diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Jerman. Dua di antaranya akan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) jika tidak memenuhi panggilan pemeriksaan pada Rabu, 27 Maret 2024.

"Yang dua tersangka (di) Jerman kita panggil yang kedua untuk hadir, besok pagi kemungkinan besar tidak hadir, dan nantinya kalau tidak hadir kita terbitkan DPO," tutur Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro saat dikonfirmasi, Selasa 26 Maret 2024.

Djuhandhani menyatakan, pihaknya segera berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional (Div Hubinter) Polri terkait rencana penerbitan DPO dua tersangka.

"Sedangkan tiga tersangka saat ini dalam proses penyidikan, dengan berbagai pertimbangan tiga orang tersebut tidak kami tahan dan kita wajib lapor sampai saat ini terus berjalan," kata Djuhandhani.

 

5 dari 6 halaman

4. Polisi Sebut Mahasiswa Korban TPPO di Jerman Dipekerjakan sebagai Kuli Angkut

Ribuan mahasiswa terjebak kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok magang di Jerman. Bareskrim Polri mengungkap para mahasiswa Indonesia tersebut dipekerjakan tidak sesuai dengan jurusan perkuliahan mereka, sehingga masuk dalam dugaan eksploitasi.

"Mosok mahasiswa teknik di sana disuruh angkat-angkat barang-barang ini kan yang tidak masuk atau program magang. Disitulah terjadi eksploitasi, makanya kita bisa kenakan tindak pidana perdagangan orang," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro saat jumpa pers, Rabu 27 Maret 2024.

Djuhandani mengatakan, para mahasiswa tersebut dipekerjakan sepetti kuli angkut.

"Kemudian kalau dikatakan apasih pekerjaannya dia di Jerman sebagai buruh kasar dan lain sebagainya. Yang kita dapatkan keterangan. Mereka sebagai tukang angkat-angkat bahasanya di Indonesia sebagai kuli," kata dia.

Padahal, kata dia, mereka adalah mahasiswa jurusan elektro. Oleh sebab itu, Djuhandani mengatakan penyidik akan mendalami kasus TPPO ini apakah termasuk modus baru atau tidak. Karena, dia mengakui kalau kasus eksploitasi kepada mahasiswa ini merupakan kasus baru yang terbongkar.

"Baru kali ini terjadi salah satu modus baru bagi TPPO karena ini kami menyidik modus baru ini. Baru kita dapatkan yaitu dengan merubah program yang tidak ada hubungannya dengan program yang ada di Indonesia," ucap Djuhandhani.

Terlebih, Djuhandhani mengungkap meskipun program frein job ini legal di Jerman. Namun tidak sesuai dengan program magang yang dilaksanakan di Indonesia.

"Yang dianggap sebagai resmi dalam proses resminya itu banyak yang ditawarkan ataupun memalsukan keadaan saat itu. Seperti keadaan liburan dan seterusnya (di Indonesia)," tuturnya.

 

6 dari 6 halaman

5. Polri Ingatkan Universitas Jangan Mudah Tergiur Program Magang

Bareskrim Polri mengimbau kepada seluruh Universitas di Indonesia agar tidak mudah tergiur dengan program magang yang ditawarkan oleh pihak luar. Hal ini buntut kasus dugaan TPPO terhadap para mahasiswa yang magang di Jerman.

"Kami mengimbau kepada Universitas yang ada di Indonesia agar jangan mudah tergiur dengan program-program magang yang mengatasnamakan program MBKM (Merdeka Belajar - Kampus Merdeka)," kata Djuhandhani.

Selain itu, Djuhandhani juga mengimbau kepada pihak universitas jangan mudah tergiur dengan program magang di luar negeri yang bisa untuk menaikan akreditasi. Karena, jangan sampai akibat termakan bujuk rayu, mahasiswa yang menjadi korban.

"Baik melalui media sosial maupun perusahaan yang menjanjikan akreditasi bagi universitas. Ini jg mohon kiranya dari pihak universitas terus melaksanakan pengecekan manakala ada penawaran hal yang serupa," terang dia.

Sebab dalam kasus ini, lanjut Djuhandhani, ada sekitar 33 Universitas dengan 1.047 mahasiswa yang menjadi korban dalam program frien job dari dua perusahaan PT SHB dan CVgen. Namun data universitas itu masih dalam penyidikan sehingga belum bisa disampaikan ke publik.

Karena proses penyidikan dan penyelidikan masih berlangsung, khususnya di Polda Jambi yang telah menaikan kasus ke tahap penyidikan. Serta, Polda Sumatera Selatan dan Polda Sulawesi Selatan yang masih proses penyelidikan.

"Ini juga kita sedang mencari korban dari universitas mana yang disampaikan oleh KBRI itu berhubungan atau tidak. Kami tentu saja dengan hal itu belum bisa menyampaikan secara detail, kira-kira universitas mana," tandas Djuhandhani.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.