Sukses

6 Respons Mulai Koalisi Masyarakat Sipil, Politikus, hingga Menteri soal Kenaikan Pangkat Prabowo

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan kenaikan pangkat secara istimewa kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat Rapim TNI-Polri di Mabes TNI Jakarta Timur, Rabu (28/2/2024).

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan kenaikan pangkat secara istimewa kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat Rapim TNI-Polri di Mabes TNI Jakarta Timur, Rabu (28/2/2024). Prabowo kini menjadi Jenderal Kehormatan.

Adapun kenaikan pangkat yang diterima Prabowo ini sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 13/TNI/Tahun 2024 tentang Penganugerahan Pangkat Secara Istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan. Keppres ini diteken Jokowi pada 21 Februari 2024.

Sejumlah tanggapan pro dan kontra pun bermunculan usai kenaikan pangkat Prabowo yang kini menjadi Jenderal Kehormatan.

Salah satunya dari Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas 20 Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan lembaga. Mereka mengecam dan menolak kenaikan pangkat tersebut.

"Hal ini tidak hanya tidak tepat, tetapi juga melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998. Pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto merupakan langkah keliru," tulis siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil yang diterima wartawan, Rabu (28/2/2024).

"Gelar ini tidak pantas diberikan mengingat yang bersangkutan memiliki rekam jejak buruk dalam karir militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu," sambungnya.

Selain itu, politikus senior PDIP yang juga anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menegaskan, dalam militer saat ini tidak ada istilah pangkat kehormatan lagi.

Menurutnya, bila seorang prajurit TNI berprestasi dalam tugas atau berjasa, sesuai aturan dan UU diberikan tanda kehormatan atau tanda jasa.

"Dalam TNI tidak ada istilah pangkat kehormatan," kata Hasanuddin.

Hasanuddin menjelaskan, aturan pangkat di lingkungan TNI diatur dalam UU 34/2004 tentang TNI pada Pasal 27, di mana diatur kenaikan pangkat seperti hal tersebut sudah berhenti di era Orde Baru.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI yang juga Politikus Golkar Bobby Rizaldi menilai, kenaikan pangkat tersebut sangat pantas diterimanya.

"Ya tentu beliau pantas menerimanya, seperti Pak SBY, Pak Luhut , Pak Hendropriyono, dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar tanda jasa dan kehormatan," kata Bobby.

Berikut sederet respons sejumlah pihak terkait kenaikan pangkat Prabowo Subianto dihimpun Liputan6.com:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

1. Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Kenaikan Pangkat Prabowo

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas 20 Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan lembaga, mengecam dan menolak kenaikan pangkat kehormatan Jenderal TNI kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto yang diberikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi hari ini, Rabu (28/2/2024).

"Hal ini tidak hanya tidak tepat, tetapi juga melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998. Pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto merupakan langkah keliru," tulis siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil yang diterima wartawan.

"Gelar ini tidak pantas diberikan mengingat yang bersangkutan memiliki rekam jejak buruk dalam karir militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu," sambungnya.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pemberian kenaikan pangkat kepada Prabowo merupakan langkah politis transaksi elektoral dari Jokowi yang menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu.

"Perlu diingat bahwa berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP, Prabowo Subianto telah ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan termasuk melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis pro demokrasi pada tahun 1998,” jelas Koalisi Masyarakat Sipil.

Berdasarkan surat keputusan itu, Prabowo Subianto kemudian dijatuhkan hukuman berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan.

Pemberian pangkat kehormatan terhadap seseorang yang telah dipecat secara tidak hormat oleh TNI sejatinya telah mencederai nilai-nilai profesionalisme dan patriotisme dalam tubuh TNI.

Selain itu, apresiasi berupa pemberian kenaikan pangkat kehormatan ini pun justru bertentangan dengan janji Presiden Joko Widodo dalam Nawacitanya untuk menuntaskan berbagai kasus Pelanggaran berat HAM di Indonesia sejak kampanye Pemilu di tahun 2014 lalu.

"Terlebih, pada 11 Januari 2023, Presiden Joko Widodo telah memberikan pidato pengakuan dan penyesalan atas 12 kasus pelanggaran HAM berat salah satunya kasus penculikan dan penghilangan paksa yang telah ditetapkan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat sejak tahun 2006," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.

Dengan demikian, hal ini haruslah beriringan dengan konsistensi, komitmen, dan langkah nyata dari pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini dan mengadili para pelaku alih-alih melindungi mereka dengan tembok impunitas dan memberikan kedudukan istimewa dalam tatanan pemerintahan negara ini.

Pemberian gelar kehormatan bagi Prabowo Subianto juga dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap gerakan Reformasi 1998. Bagaimana mungkin pihak yang dulu ditumbangkan oleh Gerakan 98 justru diberikan penghargaan.

"Bahkan, Prabowo Subianto belum pernah diadili atas tuduhan kejahatan yang dia lakukan. Jadi, nama Prabowo Subianto masih masuk dalam daftar hitam terduga pelaku kejahatan kemanusiaan karena belum pernah diputihkan atau dibersihkan melalui sidang pengadilan yang terbuka melalui Pengadilan HAM ad hoc yang digelar untuk mengadili kasus penculikan dan penghilangan aktivis 1997-1998,” ungkap Koalisi Masyarakat Sipil.

Serangkaian tindakan Jokowi yang kerap memberikan apresiasi dan karpet merah bagi terduga pelaku kejahatan HAM di Indonesia, disebut telah memperkuat belenggu impunitas di Tanah Air. Hal itu kembali menunjukan, bahwa human rights vetting mechanism tidak pernah dijalankan secara serius dalam sistem politik dan pemerintahan di Indonesia.

"Padahal, memeriksa latar belakang atau rekam jejak personil yang akan menduduki jabatan-jabatan publik atau yang disebut juga vetting mechanism, merupakan elemen kunci dari reformasi sektor keamanan yang efektif, tapi tidak pernah berjalan di Indonesia sejak Indonesia bertransisi dari kepemimpinan otoriter ke demokrasi dan supremasi sipil pada 1998,” lanjutnya.

Koalisi Masyarakat Sipil juga menegaskan, pemberian gelar kehormatan terhadap Prabowo Subianto akan merusak nama baik institusi TNI lantaran bagaimana mungkin seseorang yang diberhentikan oleh TNI di masa lalu akibat bersinggungan dalam kejahatan kemanusiaan malah diberi gelar kehormatan.

Artinya, Jokowi dinilai telah memaksa TNI untuk menjilat ludah sendiri demi kepentingan politik keluarga. Presiden tidak hanya mempolitisasi TNI, melainkan meruntuhkan marwah dan martabat institusi yang telah dibangun oleh banyak prajurit dengan darah dan air mata.

"Kami memandang sudah seyogyanya TNI tidak ditarik-tarik dan dilibatkan dalam cawe-cawe politik praktis dengan melantik seorang jenderal pelanggar HAM dengan pangkat kehormatan. Kami mengingatkan agar alat pertahanan keamanan negara seperti TNI dan Polri untuk tetap netral dan tidak berpihak dalam arah politik apapun," beber Koalisi Masyarakat Sipil.

Pemberian gelar kehormatan kepada Prabowo Subianto pun diyakini semakin memperpanjang rantai impunitas.

"Tindakan kejahatan yang dilakukan atau melibatkan prajurit militer pun akan dianggap sebagai hal normal, karena terduga pelakunya alih-alih diproses hukum namun malah diberi gelar jenderal kehormatan," tutup Koalisi Masyarakat Sipil.

Adapun yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil adalah Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), IMPARSIAL, Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Asia Justice and Rights (AJAR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), ELSAM, HRWG, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Centra Initiative, Lokataru Foundation, Amnesty International Indonesia, Public Virtue, SETARA Institute.

Migrant CARE, The Institute for Ecosoc Rights, Greenpeace Indonesia, Public Interest Lawyer Network (Pil-NET Indonesia), KontraS Surabaya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Banten (LBH Keadilan), Lembaga Pengembangan Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPSHAM), dan Federasi Kontras.

 

3 dari 7 halaman

2. Kata SETARA Institute

SETARA Institute menilai, kenaikan pangkat kehormatan Jenderal TNI kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto yang diberikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi hari ini, Rabu (28/2/2024), merupakan langkah politik yang tidak sah dan melecehkan.

"Bahwa secara yuridis, kenaikan pangkat kehormatan itu tidak sah dan ilegal. UU Nomor 34 tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia tidak mengenal bintang kehormatan sebagai pangkat kemiliteran. Bintang sebagai pangkat militer untuk Perwira Tinggi hanya berlaku untuk TNI aktif, bukan purnawirawan atau pensiunan," tutur Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan kepada wartawan, Rabu (28/2/2024).

Dia mengulas, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, maka Bintang yang dimaksud adalah sebagai Tanda Kehormatan, yang menurut Pasal 7 Ayat (3) dalam bentuk Bintang Gerilya, Bintang Sakti, Bintang Dharma, Bintang Yudha Dharma, Bintang Kartika Eka Pakçi, Bintang Jalasena, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa.

"Bukan bintang sebagai pangkat kemiliteran perwira tinggi bagi purnawirawan militer," ucap dia.

Secara lebih spesifik, sambung Halili, jika merujuk kepada Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 18 Tahun 2012, pemberian kenaikan pangkat itu juga merupakan tanda tanya besar. Dalam ketentuan umum peraturan itu disebutkan, Kenaikan Pangkat Istimewa diberikan kepada PNS dengan prestasi luar biasa baik.

Sedangkan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) diberikan kepada Prajurit yang mengemban penugasan khusus dengan pertahanan jiwa dan raga secara langsung, dan berjasa dalam panggilan tugasnya.

"Dalam dua kategori ini, tentu Prabowo tidak masuk kualifikasi sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan tersebut," kata Halili.

Selain itu, bintang kehormatan sebagai pangkat militer perwira tinggi itu disebutnya bermasalah jika diberikan oleh Presiden Jokowi kepada Prabowo. Pasalnya, Ketum Gerindra itu pensiun dari dinas kemiliteran lantaran diberhentikan melalui KEP/03/VIII/1998/DKP dan Keppres Nomor 62 Tahun 1998, bukan karena memasuki usia pensiun.

"Dengan demikian, keabsahan pemberian bintang kehormatan itu problematik. Sebuah kontradiksi jika sosok yang diberhentikan dari dinas kemiliteran kemudian dianugerahi gelar kehormatan kemiliteran," ungkapnya.

Selanjutnya, Halili menyatakan pemberian gelar kehormatan Jenderal Bintang Empat kepada Prabowo merupakan langkah politik Jokowi yang menghina dan merendahkan korban serta pembela HAM, terutama dalam Tragedi Penculikan Aktivis 1997-1998.

Dugaan keterlibatannya dalam kasus penculikan aktivis jelas dinyatakan oleh lembaga ad hoc kemiliteran resmi yang dibentuk negara, yakni Dewan Kehormatan Perwira (DKP) dengan rekomendasi pemberhentian Prabowo dari dinas kemiliteran, dan kemudian dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden.

"Negara jelas menyatakan bahwa Prabowo merupakan pelanggar HAM, berdasarkan keputusan Negara. Maka langkah politik Jokowi tersebut nyata-nyata bertentangan dengan hukum negara tentang pemberhentian Prabowo dan pada saat yang sama melecehkan para korban dan pembela HAM yang hingga detik ini terus berjuang mencari keadilan," tukas dia.

Lebih lanjut, dari sisi etika kepublikan pun langkah Jokowi memberikan bintang kehormatan dinilai bermasalah.

Presiden seharusnya lebih memikirkan nasib sebagian besar rakyat yang saat ini tengah mengalami kesulitan ekonomi serius akibat naiknya harga beras dan sembako lainnya.

"Bukan mengambil langkah politik untuk memberikan Bintang Kehormatan bagi Prabowo dengan pertimbangan dan untuk kepentingan politik, yaitu menanam jasa kepada Prabowo yang diproyeksikan oleh Joko Widodo menjadi Presiden RI selanjutnya," Halili menandaskan.

 

4 dari 7 halaman

3. Respons PDIP

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan kenaikan pangkat secara istimewa kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat Rapim TNI-Polri di Mabes TNI Jakarta Timur, Selasa (28/2/2024).

Terkait hal itu, Anggota Komisi I DPR RI Sturman Panjaitan mempertanyakan kenaikan pangkat tersebut.

"Waduh, apa enggak salah tuh, kok maksa banget ya," kata dia saat dikonfirmasi, Rabu (28/2/2024).

Politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini mengingatkan, Ketua Umum Gerindra itu pernah diberhentikan saat menjadi TNI aktif. Oleh Karena itu, aneh rasanya jika tiba-tiba mendapatkan kenaikan pangkat menjadi jenderal bintang 4.

"Sudah diberhentikan dari dinas aktif, kok tiba-tiba diberi pangkat jenderal bintang 4, maksa banget ya," ungkap Sturman.

Sementara itu, Politikus PDIP TB Hasanuddin mengingatkan Prabowo diberhentikan sebagai anggota TNI lewat Keputusan Presiden atau Keppres Presiden BJ Habibie.

Oleh karenanya, kata dia, itu memberi pangkat baru harus lebih dahulu mencabut Keppres yang lama dan mengeluarkan Keppres yang baru.

"Ketika Pak Prabowo diberhentikan sebagai prajurit TNI, seorang perwira tinggi itu diberhentikan oleh Kepres, jadi kalau mau memberikan lagi pangkat baru maka harus mencabut Kepres yang lama dan dikeluarkan lagi Kepres yang baru," ujar Hasanuddin di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024).

TB Hasanuddin menyebut, membuat aturan baru tidak boleh menabrak aturan yang sudah ada.

"Jadi tidak serta merta, lalu membuat aturan baru, jadi semua aturan di republik ini tolong sesuaikan dengan aturan UU yang dibuat baik oleh pemerintah ataupun DPR yang mewakili rakyat," jelas Hasanuddin.

Lalu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkit masa reformasi atau saat Prabowo diberhentikan sebagai TNI.

"Ya kita harus mencermati ketika reformasi berjalan. Kadang diawali dengan kerusuhan massal," kata Hasto.

Hasto mengingatkan, seharusnya pemberian pangkat harus berdasar hal penting atau fundamental.

"Apa yang dilakukan dengan pemberian gelar dan pangkat kehormatan tentu saja menyentuh hal-hal yang sangat fundamental," kata dia.

Oleh karena itu, ia menilai pemberian pangkat Peabowo bertentangan dengan fakta-fakta reformasi

"Dan bertentangan dengan seluruh fakta-fakta yang ditemukan yang mengawali proses reformasi," jelas Hasto.

 

5 dari 7 halaman

4. Golkar Nilai Prabowo Pantas Terima Kenaikan Pangkat

Anggota Komisi I DPR RII Bobby Rizaldi menilai, kenaikan pangkat tersebut sangat pantas diterimanya.

"Ya tentu beliau pantas menerimanya, seperti Pak SBY, Pak Luhut , Pak Hendropriyono, dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar tanda jasa dan kehormatan," kata Bobby saat dikonfirmasi.

Politikus Golkar itu menyebut, Prabowo sangat berdedikasi selama bertugas di TNI dan juga selama menjadi Menhan.

"Dedikasi beliau selama bertugas dinas aktif di militer dan juga melaksanakan kebijakan-kebijakan pertahanan sebagai anggota kabinet Presiden Jokowi, sudah cukup untuk kualifikasi," tandas dia.

Senada, Ketua Komisi 1 DPR RI yang juga Politikus Golkar Meutya Hafid, menyebut dengan rekam jejak dan prestasi yang sangat banyak, sudah layak Prabowo mendapat penghargaan itu.

"Menhan Prabowo Subianto bukanlah orang baru dalam pertahanan Indonesia, banyak prestasi yang ditorehkan saat menjadi Prajurit TNI hingga Menteri Pertahanan RI karena itu Pak Prabowo Subianto layak mendapatkan Jenderal Kehormatan dari Presiden Joko Widodo. Penganugerahan Jenderal Kehormatan kepada Menhan Prabowo bukanlah ujug-ujug, tetapi sudah menjadi wacana sejak beliau diangkat menjadi Menhan di 2019, sehingga sudah melalui proses yang panjang," klaim Meutya.

"Masyarakat bisa melihat kok, Pak Prabowo merupakan tokoh di TNI dan banyak berkontribusi bagi pertahanan Indonesia. Semasa menjadi Prajurit TNI telah berhasil melakukan Operasi Mapenduma di Papua," lanjut Meutya Hafid.

 

6 dari 7 halaman

5. Penjelasan Panglima TNI

Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menjelaskan terkait prosedur pemberian kenaikan pangkat istimewa kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto yang kini menyandang pangkat Jenderal kehormatan Purnawirawan.

Penjelasan itu disampaikan Agus atas Tanda Kehormatan Bintang Yudha Dharma Utama yang didapat Prabowo merupakan usulan sejak tahun 2022 silam.

"Menhan bapak Prabowo Subianto telah dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Yudha Dharma Utama yang ditetapkan dengan Keppres Nomor 13/TK/TAHUN 2022 tanggal 28 Januari 2022," kata Agus saat dihubungi, Rabu (28/2/2024).

Selama itu, kata dia, proses pengusulan Tanda Kehormatan Bintang Yudha Dharma Utama kepada Prabowo telah melalui proses pengusulan, verifikasi dan pertimbangan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

"Sesuai Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/34/V/2011 tanggal 10 Mei 2011, Bintang Yudha Dharma Utama ini hanya diberikan kepada Menhan dan Panglima TNI," ucap Agus.

Maka, sebagaimana Pasal 33 ayat 1 dan 3, Undang Undang Nomor 20 Tahun 2009 Prabowo pun berhak diberikan pengangkatan dan kenaikan pangkat secara istimewa. Sebagaimana Surat Panglima TNI Nomor R/216/II/2024 tanggal 16 Februari 2024.

Yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keppres Nomor 13/TNI/Tahun 2024 tanggal 21 Februari 2024 tentang Penganugerahan Pangkat Secara Istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan.

"Panglima TNI merekomendasikan penganugerahan Jenderal TNI Kehormatan. Maka pada hari ini, Presiden memberikan Kenaikan Pangkat Secara Istimewa kepada Menhan bapak Prabowo Subianto," ucap Agus.

Tak lupa, Agus juga mengucapkan selamat atas penganugerahan yang didapat Prabowo sebagai jenderal TNI Kehormatan. Atas jasa dan dedikasinya selaku Menteri Pertahanan ( Menhan) dalam memperkuat TNI.

"Saya ucapkan selamat dan sukses kepada Bapak menteri pertahanan yang sudah dianugerahi kenaikan pangkat secara istimewa menjadi jenderal TNI kehormatan," kata dia.

"Atas jasa-jasa beliau dan dedikasi yang tinggi dalam menjaga keutuhan negara RI, dan membangun kekuatan TNI yang profesional. Semoga beliau selalu ada dalam lindungan Allah SWT dalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai," tambah Agus.

 

7 dari 7 halaman

6. Erick Thohir Beri Ucapan Selamat

Menteri BUMN Erick Thohir nampak mengunggah momen bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Dia turut menyampaikan selamat atas disematkannya gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo.

Diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan kenaikan pangkat secara istimewa kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

"Selamat Pak Prabowo atas gelar Jenderal Kehormatan yang diberikan Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi)," tulis Erick Thohir melalui akun Instagram pribadinya @erickthohir, Rabu (28/2/2024).

Erick menilai, penghargaan ini layak diterima Prabowo atas kontribusinya yang cukup banyak di Indonesia. Dia turut mengaku bangga atas penyematam gelar kehormatan tersebut.

"Ini adalah penghargaan yang layak untuk dedikasi dan kontribusi Pak Prabowo yang begitu besar untuk dunia militer dan pertahanan Indonesia. Bangga!," sambung Erick.

Melalui unggahannya itu, Erick memperlihatkan momen kebersamaan antara dia, Menhan Prabowo, dan Presiden Jokowi. Salah satunya saat momen Erick dan Jokowi disupiri oleh Prabowo.

Diketahui, hal itu terjadi ketika ketiganya menyambangi pabrik milik PT Pindad di Kabupaten Malang, Jawa Timur pada Juli 2023 lalu. Erick juga mengunggah sejumlah momen serupa lainnya.

Mulai dari saat berada di dalam sebuah mobil yang keduanya nampak semringah. Di samping itu, ada pula momen Erick dan Prabowo usai menandatangani sebuah perjanjian kerja sama.

Kementerian yang dipimpin kedua orang tersebut memang kerap menjalin kerja sama. Utamanya berkaitan dengan Holding BUMN Industri Pertahanan atau Defend ID.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.