Sukses

Pakar Hukum Sebut Pelimpahan Berkas Perkara Firli Bahuri Tak Gugurkan Praperadilan

Sebelumnya, penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melimpahkan tahap satu berkas perkara pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL) dengan tersangka ketua KPK nonaktif Firli Bahuri ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menerima pelimpahan berkas perkara atas nama tersangka Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Pakar Hukum Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad menyatakan, hal itu tidak menggugurkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dia pun merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 102/PUU-XIII/2015 terkait hakikat praperadilan dan semangat yang terkandung dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP.  

MK dalam putusan itu berpendapat, oleh karena hakikat dari perkara permohonan praperadilan adalah untuk menguji apakah ada perbuatan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP dan Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 dan perlindungan Hak Asasi Manusia dari tersangka, sehingga tidaklah adil apabila ada permohonan praperadilan yang pemeriksaannya sudah dimulai atau sedang berlangsung menjadi gugur, hanya karena perkara telah dilimpahkan dan dilakukan registrasi oleh pengadilan negeri. 

"Padahal ketika perkara permohonan praperadilan sudah dimulai atau sedang berjalan, hanya diperlukan waktu paling lama tujuh hari untuk dijatuhkan putusan terhadap perkara permohonan praperadilan tersebut," tutur Suparji kepada wartawan, Senin (18/12/2023). 

Suparji menyampaikan, ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum agar tidak terjadi dualisme hasil pemeriksaan, yaitu antara pemeriksaan sah yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum dengan pemeriksaan yang diduga adanya tindak pidana oleh pemohon, sehingga diajukan praperadilan. 

"Oleh karena itu, demi kepastian hukum dan keadilan, perkara praperadilan dinyatakan gugur ketika perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama terhadap perkara pokok yang dimohonkan praperadilan," jelas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pakar Hukum: Tidak Boleh Ada Satu Perkara Pidana Diperiksa secara Bersamaan

Menurutnya, MK membedakan antara perkara praperadilan yang diperiksa saat sidang dengan perkara pokok yang diproses setelah sidang pertama dibuka. 

"Bagaimanapun, pada hakikatnya, tidaklah boleh ada satu perkara pidana yang diperiksa secara bersamaan, yakni diperiksa di praperadilan sekaligus juga diperiksa pada saat setelah sidang pertama," katanya. 

Suparji menyebut, jika sidang pertama pokok perkara dimulai, maka permohonan praperadilan barulah dapat menjadi gugur. Putusan MK Nomor 102/PUU-XIII/2015 itu dinilai bersifat erga omnes, yakni berlaku sebagai Undang-Undang. 

"Maksud norma sidang pertama, secara normatif, makna sidang pertama dijelaskan dalam Pasal 152 ayat (1) KUHAP yang menyatakan, dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang’," ujar dia. 

Sedangkan dalam Pasal 152 ayat (2) KUHAP, lanjut Suparji, menyatakan bahwa hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memerintahkan kepada penuntut umum agar memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan. 

"Dengan demikian, makna sidang pertama adalah hari sidang yang pertama kali dilaksanakan berdasarkan surat penetapan hakim. Ketika hakim menjatuhkan palu sidang sebanyak tiga kali, maka sekaligus itulah tanda kepastian hukum gugurnya praperadilan yang dimohonkan oleh tersangka. Sebab, itulah tanda suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri," bebernya. 

Suparji menegaskan, pelimpahan Tahap I berkas perkara Firli Bahuri dari penyidik ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tidak menyebabkan gugurnya praperadilan. 

"Sehingga Hakim Praperadilan dapat mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan FB untuk membatalkan penetapan tersangka oleh penyidik," Suparji menandaskan.

3 dari 3 halaman

Berkas Firli Bahuri Tebalnya Sekitar 0,85 Meter

Sebelumnya, penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melimpahkan tahap satu berkas perkara pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dengan tersangka ketua KPK nonaktif Firli Bahuri ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. 

Terlihat, ada beberapa berkas yang berada di atas meja panjang berkelir cokelat muda. Satu berkas yang sangat mencolok, sebab tinggi mengalahkan berkas-berkas lainnya. 

Ya itu, adalah berkas Firli Bahuri karena ada Fotonya mengenakan jas hitam tertempel di sampul halaman depan. 

"Segini tebalnya sekira 0,85 meter," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak dalam keterangannya, Jumat (15/12/2023). 

Ade mengkonfirmasi, berkas perkara atas nama tersangka Firli Bahuri telah dikirimkan ke JPU Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk kepentingan penelitian berkas perkara. Tahap satu berlangsung pada Jumat, 15 Desember 2023 sekitar pukul 09.30 WIB. 

"Dokumen kegiatan terlampir," ujar dia. 

Dalam kasus ini, Ade menyebut, 104 orang saksi telah dimintai keterangan. Selain itu, juga memeriksa 11 orang ahli seperti ahli hukum pidana sampai ahli psikologi forensik. 

"Ahli hukum pidana empat orang, ahli hukum acara dua orang, ahli/Pakar Mikro ekspresi satu orang, ahli digital forensik satu orang, ahli multimedia satu orang, ahli kriminologi satu orang dan ahli psikologi forensik satu orang," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini