Sukses

Polda Metro Kirim Surat ke Imigrasi, Minta Ketua KPK Firli Bahuri Dicegah Keluar Negeri

Pencegahan terhadap Firli keluar negeri ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan dalam memproses kasus yang menjeratnya.

Liputan6.com, Jakarta Polda Metro Jaya telah mengirimkan surat ke Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Surat yang dikirimnya ini bertujuan untuk melakukan pencekalan terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

"Pada hari ini, hari Jumat, pagi tadi. Penyidik kembali telah membuat surat, mengirimkannya dan telah diterima pada pagi hari ini. Di mana surat tersebut ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI," kata Dir Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jumat (24/11).

"Terkait dengan permohonan pencegahan ke luar negeri atas nama tersangka FB selaku ketua KPK RI untuk 20 hari ke depan," sambungnya.

Pencegahan terhadap Firli keluar negeri ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan dalam memproses kasus yang menjeratnya.

"Untuk kepentingan penyidikan yang saat ini sedang dilakukan penyidikannya oleh penyidik," ujarnya.

Diketahui, Ketua KPK Firli Bahuri dipersangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 65 KUHP.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak kemudian membeberkan, sanksi pidana maupun denda sebagaimana yang diterangkan di dalam pasal tersebut.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terancam Pidana Seumur Hidup

Adapun, Pasal 12 huruf e tentang Undang Undang tentang pemberantasan tindak korupsi pegawai negeri atau penyelenggaraan negara yang dimaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Kemudian, Pasal 12 huruf B ayat 1 berbunyi setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dan kewajibannya ataupun tugasnya dan terkait dengan Pasal 12 huruf B ayat 1.

"Pada Pasal 12 huruf B ayat 2 disebutkan bahwa pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana yang dimaksud ayat 1, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 Miliar," kata Ade saat konferensi pers, Kamis (23/11) dini hari.

Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini