Sukses

Pemerintah Sahkan Revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020, Ini 4 Poin Krusialnya

Sebagai langkah melindungi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta menciptakan equal playing field dalam perdagangan di Indonesia, pemerintah mengesahkan Permendag Nomor 31 Tahun 2023.

Liputan6.com, Jakarta Sebagai langkah melindungi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta menciptakan equal playing field dalam perdagangan di Indonesia, pemerintah mengesahkan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Aturan tersebut merupakan hasil revisi Permendag 50/2020 Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang sebelumnya berlaku.

 Revisi Permendag tersebut bertujuan untuk mendukung pemberdayaan UMKM serta pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik dalam negeri, melindungi konsumen, mendorong perkembangan perdaganganan melalui sistem elektronik, serta memperhatikan perkembangan teknologi yang dinamis.

Selain itu, revisi Permendag tersebut juga mengatur kembali ketentuan mengenai perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik.

Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki pun mengatakan bahwa revisi tersebut dihadirkan untuk melindungi UMKM di Tanah Air agar produk domestik memiliki daya saing.

"Pemerintah perlu menghadirkan equal playing field, fair trade baik untuk offline maupun online. Karena produk UMKM sudah digempur dengan predatory pricing alias beragam produk impor yang dijual dengan harga yang tidak masuk akal. Imbasnya, ada banyak produsen dan UMKM yang sudah gulung tikar," katanya.

Sebagai informasi, revisi Permendag tersebut juga mengatur tentang kewajiban menjalankan praktik usaha yang sehat serta memuat empat poin krusial yang dapat mengatur alur perdagangan yang sehat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

4 Poin Krusial

Dalam revisi Permendag, terdapat empat poin krusial yang mengatur alur perdagangan, yakni pertama tidak boleh lagi ada penyatuan bisnis antara media sosial dan e-commerce atau social commerce. Sosial commerce hanya diperbolehkan sebagai sarana untuk memberikan penawaran barang dan atau jasa.

"PPMSE dengan model bisnis Social-Commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada Sistem Elektroniknya," bunyi Pasal 21 ayat (3).

Selain itu, dalam Pasal 13 juga tertulis demi menjaga persaingan usaha yang sehat, "PPMSE wajib memastikan tidak adanya keterhubungan atau interkoneksi antara Sistem Elektronik yang digunakan sebagai sarana PMSE dengan Sistem Elektronik yang digunakan di luar sarana PMSE; dan tidak terjadi penyalahgunaan penguasaan data penggunanya untuk dimanfaatkan oleh PPMSE dan/atau perusahaan yang berafiliasi dalam Sistem Ekektroniknya,".

Kedua, sebelum menjajakan barangnya, retail online harus terlebih dahulu memenuhi berbagai persyaratan, antara lain pemenuhan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau persyaratan teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti harus sudah memiliki serfikasi halal (Pasal 5).

Tak hanya itu saja, barang yang dijajakan juga harus menayangkan informasi mengenai bukti pemenuhan standar barang dan/atau jasa berupa nomor pendaftaran barang, SNI atau persyaratan teknis lainnya, nomor sertifikat halal, nomor registrasi produk barang terkait keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup, nomor izin, nomor registrasi, atau nomor sertifikat untuk produk kosmetik, obat, dan makanan sesuai dengan ketentuan (Pasal 11).

Pelaku PPMSE juga diwajibkan untuk mengutamakan Perdagangan Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri; meningkatkan daya saing barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri; dan menyediakan fasilitas ruang promosi barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri (Pasal 32).

Ketiga, tidak boleh menjual produk sendiri kecuali agregasi produk UMKM yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 33. PPMSE dengan model bisnis lokapasar (marketplace) dan/atau Social-Commerce dilarang bertindak sebagai produsen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang distribusi barang (Pasal 21).

Sementara itu, Agregasi Barang hanya dapat dilakukan untuk produk dalam negeri yang dibuktikan dengan penyampaian nomor induk berusaha Produsen kepada Pelaku Usaha yang menjalankan kegiatan Agregasi Barang (Pasal 33).

Keempat, revisi Permendag juga mengatur tentang batas minimum harga untuk barang crossborder minimal USD 100. Harga minimum tersebut bisa dikecualikan apabila barang yang dijajakan telah masuk dalam positive list yang ditetapkan oleh menteri.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini