Sukses

Cerita Gubernur Bali Kembangkan Variestas Bunga Gemitir yang Berawal dari Pertanyaan Megawati

Gubernur Bali I Wayan Koster meresmikan penggunaan varietas Marigold atau Gemitir khas Bali berjenis oranye, kuning, emas, putih, dan merah di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali, Selasa (8/8/2023). Varietas itu dinamakan Sudamala.

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bali I Wayan Koster meresmikan penggunaan varietas Marigold atau Gemitir khas Bali berjenis oranye, kuning, emas, putih, dan merah di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali, Selasa (8/8/2023). Varietas itu dinamakan Sudamala.

Menurut dia, keinginan Pemerintah Provinsi Bali bersama Institut Pertanian Bogor (IPB) mengembangkan varietas Gemitir baru bermula saat dirinya mendampingi Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri hadir di sebuah acara di Gianyar.

Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya, rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria, dan akademisi serta peneliti dari Universitas Udayana turut hadir dalam peresmian varietas Gemitir Bali Sudamala.

Koster mengatakan saat itu dekorasi acara di Gianyar menggunakan bunga Gemitir. Megawati Soekarnoputri kemudian menyanjung hiasan tersebut. Namun, kata dia, Presiden Kelima RI itu  sempat menyoroti warna bunga Gemitir untuk dekorasi acara di Gianyar yang berwarna kuning saja.

Dari situ, Koster menelepon seorang peneliti untuk mengembangkan dan meneliti benih Gemitir agar hasil tanaman tidak sekadar berkelir dasar, yakni kuning.

"Ibu Megawati, suatu saat saya mendampingi beliau di Gianyar, ada dekorasi bunga Gemitir. Sambil jalan ke tempat acara, beliau melirik, kiri dan kanan, saya pikir beliau akan tanya. Benar saja beliau tanya, Koster ini dekorasi bagus, tetapi, kok, ini kuning semua. Saya bilang nanti saya bikin merah," kata Koster.

Menurutnya, pengembangan benih Gemitir untuk warna baru dilaksanakan selama tiga tahun dan menghasilkan varietas warna merah hingga putih.

"Setelah ini jadi, ini kebahagiaan luar biasa. Pertama varietas bertambah, oranye, emas, merah, dan putih," ujar Koster.

Dia mengatakan benih Gemitir warna baru ini menjadi varietas asli Bali dan bisa menjadi tanaman unggulan dari provinsi di Pulau Dewata.

Menurut Koster, pengembangan varietas baru bisa menguntungkan dari sisi ekonomi apabila melihat konsumsi bunga Gemitir cukup tinggi, terutama saat hari raya keagamaan Hindu seperti Galungan dan Kuningan.

Di mana, hal ini juga untuk menekan angka impor bibit tanaman yang sama dari Thailand.

Dirinya kemudian membeberkan angka pengembangan benih Gemitir hanya Rp 3 Miliar, sedangkan impor tanaman yang sama menghabiskan biaya Rp 30 Miliar per tahun.

"Omzet Gemitir di Bali 200 M. Kalau Galungan dan Kuningan harga perkilo Rp 40 ribu sampai Rp 60 ribu. Kalau normal Rp 10 ribu. Artinya kita sudah bersiap-siap. Saya akan menghentikan impor benih dari Thailand,” kata Koster.

“Ini pelajaran pertama dan kita akan memproduksi sendiri. Kalau bisa dari hulu sampai hilir. Ternyata Gemitir bisa buat teh, buat kue, bisa buat perawatan wajah. Jadi, bisa buat makanan, bahkan untuk lalapan. Saya coba bersama kepala dinas, saya makan benaran, biasa saja. Bagus juga buat lalapan, katanya bagus buat mata dan muka," sambung Ketua DPD PDIP Bali ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bentuk Revolusi Pertanian

Koster menegaskan pengembangan benih Gemitir varietas baru yang dilakukan Pemprov Bali bersama IPB dilakukan secara organik dan tidak menggunakan bahan kimia.

"Ini menurut saya salah satu kemajuan yang masuk kategori revolusi juga. Ini bunga organik. Revolusi pertanian mulai dari Gemitir," jelas dia.

Hanya saja, kata Koster, peneliti masih memiliki pekerjaan rumah soal mempertahankan warna merah di bunga Gamitir untuk bisa permanen.

Sebab, kata Koster, bunga Gemitir yang berwarna merah hanya bertahan selama dua pekan untuk kemudian warnanya berganti ke kuning.

"Pekerjaan rumah lain dari para peneliti untuk menghasilkan benih Gemitir yang bunganya berwarna hitam. Enggak perlu hitam banget, tetapi terlihat hitam," ujar dia.

Sementara itu, Rektor Arif Satria memuji langkah Koster mengambangkan benih Gemitir varietas baru yang menggunakan cara organik atau kembali ke alam.

"Jadi, mengembalikan alam untuk organik sebuah keniscayaan. Tadi saya mendalami Perda yang ada di Bali, saya lihat revolusi pertanian baru ada di Bali," ujar Arif.

Menurutnya, setiap pemangku kepentingan memang perlu mengedepankan pertanian yang sifatnya organik atau kembali ke alam.

"Alam itu bersifat diversity, saling bergantung, adaptasi, kalau umat belajar dari alam, itu akan membuat kita kokoh. Kita tahu hutan tidak ada yg memupuk, tetapi tumbuhan hidup, laut tidak ada yang kasih makan, tetapi ikan hidup," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.