Sukses

Jika APBN Jadi Jaminan Utang Kereta Cepat, Gus Muhaimin: Risikonya Terlalu Besar

Wakil Ketua DPR RI bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) mendukung Menko Luhut terkait kebijakan terbaru investasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan menolak permintaan China yang bersikeras ingin Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi penjamin pinjaman utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Berkaitan dengan hal tersebut, Wakil Ketua DPR RI bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) mendukung Menko Luhut terkait kebijakan terbaru investasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

"Sata kira bagus (keputusan Luhut menolak permintaan China jadikan APBN sebagai penjamin utang KCJB). Risikonya terlalu besar kalau sampai APBN kita tersandra," kata pria yang akrab disapa Gus Muhaimin di Jakarta, Jumat (14/4).

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menegaskan, pemerintah harus lebih tegas dan memastikan proyek KCJB benar-benar business to business (B2B), sehingga seharusnya tidak membebani APBN sama sekali.

"Namun perlu dipastikan itu proyek KCJB seharusnya B2B, saya kira cukuplah dana PMN disuntikkan, jangan lagi bebani APBN lagi sebagai penjamin utang," ujar Gus Muhaimin.

Gus Muhaimin menambahkan, jika APBN digunakan sebagai penjamin utang proyek KCJB maka fiskal akan terbebani hingga puluhan tahun untuk membayar beban utang proyek itu.

"Padahal kita tahu masih banyak diperlukan investasi, proyek-proyek besar di daerah-daerah yang saat ini masih berjalan. Jadi pada intinya hindari betul APBN kita jadi jaminan utang, jangan sampai tersandera," kata Gus Muhaimin.

Sebelumnya China Development Bank (CDB) disebutkan meminta adanya jaminan melalui APBN untuk memberikan pinjaman yang digunakan untuk membayar pembengkakan biaya (cost overrun) KCJB. Akan tetapi, dengan tegas, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menolak. 

“Masih ada masalah psikologis, kemarin mereka [China] mau dari APBN, tetapi kita jelaskan kalau dari APBN itu prosedurnya jadi panjang makanya mereka juga sedang pikir-pikir. Kami dorong melalui PT PII karena ini struktur yang baru dibuat pemerintah Indonesia sejak 2018," ujarnya, Senin (10/4).

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.